Bab 7: Perubahan yang Tiba-tiba

Luxia langsung menggeleng tegas. “Ehh, kayaknya enggak, deh. Aku lebih suka jadi koki aja!”

Lacky menghela napas panjang dan menatap Luxia dengan tatapan penuh kelelahan. “Siapa juga yang mau punya bawahan cerewet kayak kamu?”

Evan, yang dari tadi hanya mengamati, menyeringai kecil. “Menarik. Biasanya, orang-orang mati-matian ingin bekerja langsung di bawah Tuan Lacky.”

Pewawancara masih dalam mode syok, menatap ke arah Blackm, berharap pria itu akan marah karena Luxia menolak tawarannya begitu saja. Namun, yang terjadi justru sebaliknya.

Blackm menatap Luxia beberapa detik, lalu tiba-tiba… tertawa.

Bukan hanya sekadar senyum kecil, tapi tawa rendah yang semakin lama semakin keras, sampai akhirnya memenuhi ruangan.

Lacky langsung memijat pelipisnya. “Hebat. Sekarang kau malah bikin ayahku terhibur.”

Luxia menatap Blackm dengan bingung. “Kakek, kenapa anda tertawa?”

Blackm akhirnya menghentikan tawanya, menatap Lacky dengan mata penuh makna. “Aku ke sini awalnya hanya untuk memastikan perusahaan cabang ini tidak berantakan. Tapi ternyata… aku malah dapat hiburan yang lebih menarik.”

Pewawancara menegang. “Jadi… Anda tidak marah?”

Blackm hanya mengangkat bahu. “Untuk apa marah? Anak ini lebih memilih menjadi koki, dan jujur saja, setelah merasakan makanannya, aku bisa mengerti alasannya.”

Luxia tersenyum penuh kemenangan. “Yes! Berarti aku tetap jadi koki, kan?”

Blackm mengangguk pelan. “Baiklah. Kau bisa tetap bekerja di perusahaan ini, tapi di bagian kuliner. Aku ingin semua makanan di sini minimal selevel dengan yang kau buat tadi.”

Luxia menepuk dada dengan bangga. “Serahkan padaku, Kakek!”

Lacky mendesah panjang. “Berhenti memanggilnya kakek…”

Namun, Blackm hanya menyeringai kecil. “Tidak apa-apa. Sudah lama tidak ada yang berbicara padaku seperti ini, aku lumayan senang.”

Evan menaikkan alis, tampak cukup menikmati situasi ini. “Sepertinya perusahaan ini akan jauh lebih berwarna mulai sekarang.”

Pewawancara hanya bisa menatap kosong ke depan. “Aku… aku butuh liburan.”

Sementara itu, Luxia sudah bersemangat kembali ke dapur, siap merancang menu baru.

Lacky hanya menatap punggungnya dan menghela napas. “Astaga… aku benar-benar harus mengawasi dia.”

Dan dengan tawa kecil Blackm yang masih menggema di ruangan, satu hal menjadi jelas—

Hari-hari Lacky di perusahaan ini tidak akan pernah sama lagi.

Luxia baru saja ingin segera menuju dapur dengan semangat membara untuk memulai tugasnya, tapi tiba-tiba—

"Berhenti di situ."

Suara Lacky yang tegas menghentikan langkahnya. Luxia menoleh dengan bingung. "Hah? Kenapa?"

Lacky menghela napas panjang, memasukkan tangan ke saku dan menatapnya dengan ekspresi malas. "Perusahaan libur hari ini dan seterusnya, sampai selesai."

Luxia berkedip. "Hah? Libur?"

Evan mengangguk dari tempatnya berdiri. "Benar. Karena pelamar terlalu banyak, para karyawan lain terlalu sibuk mengurus wawancara dan seleksi. Untuk memastikan semuanya berjalan lancar, perusahaan akan tutup sementara."

Luxia memiringkan kepala. "Jadi aku belum bisa mulai kerja?"

Lacky mengangguk santai. "Yup. Nikmati liburanmu dulu atau apa pun yang ingin kau lakukan nanti akan di hubungi."

Sejenak, Luxia tampak kecewa. "Aww, padahal aku sudah siap membuat sesuatu yang enak untuk makan siang hari ini dan seterusnya..."

Namun, hanya butuh beberapa detik sebelum ekspresinya kembali ceria. "Yah, kalau begitu aku bisa pulang dan merancang menu baru!"

Blackm yang masih duduk di kursinya menatapnya dengan mata tajam tapi tetap dengan senyum kecil di wajahnya. Luxia menghampirinya tanpa ragu, lalu dengan spontan menggenggam tangannya dan mencium punggung tangannya dengan sopan.

"Kakek, terima kasih sudah membiarkan aku bekerja di sini!" katanya penuh semangat.

Evan hampir tersedak melihat adegan itu. Pewawancara, yang sudah mengalami berbagai kejutan hari ini, hanya bisa memegang kepalanya.

Lacky, di sisi lain, langsung menutup wajahnya dengan tangannya. "Astaga… siapa yang ngajarin dia begini?"

Blackm terdiam beberapa saat, lalu tertawa kecil. "Kau ini… benar-benar unik."

Luxia menyeringai. "Hehe! Oke, kalau begitu aku pulang dulu ya! Sampai jumpa!"

Tanpa menunggu jawaban, Luxia langsung berjalan riang keluar ruangan, meninggalkan suasana yang masih penuh kebingungan.

Evan melirik Lacky. "Aku tidak sabar melihat bagaimana kau akan menangani dia di masa depan."

Lacky hanya mendengus. "Aku juga tidak yakin bagaimana aku akan bertahan."

Sementara itu, Blackm masih duduk di tempatnya, senyum kecilnya tetap ada. Namun, meskipun terlihat ramah, auranya tetap terasa kuat dan sedikit menyeramkan.

Lacky akhirnya menatap ayahnya dengan curiga. "Tunggu… kau belum marah?"

Blackm mengangkat alis. "Marah?"

Pewawancara langsung menegang. "Benar juga! Anda datang ke sini dengan tujuan menegur Tuan Lacky! Tapi sejak tadi…"

Mereka semua terdiam, lalu menatap Blackm.

Blackm terdiam beberapa detik, lalu akhirnya mendecakkan lidah. "Hmm. Aku lupa."

Lacky langsung memijat pelipisnya. "Benar-benar luar biasa…"

Dengan santai, Blackm berdiri, mengambil tongkatnya, dan mulai berjalan menuju pintu. "Karena sudah terlanjur lupa, aku akan pulang saja. Lagi pula, aku sudah mendapatkan hiburan yang cukup untuk hari ini."

Evan menutup bukunya dan menyeringai. "Hari yang cukup menarik, bukan?"

Lacky hanya menggelengkan kepala. "Menarik? Ini bencana."

Blackm tertawa kecil sebelum akhirnya meninggalkan ruangan, meninggalkan Lacky yang masih berusaha mencerna betapa absurdnya hari ini.

Satu hal yang pasti…

Setelah Luxia bergabung, tidak akan ada lagi hari yang tenang di perusahaan ini.

Hari-Hari Sibuk di Perusahaan

Setelah Luxia pulang dan perusahaan mulai memasuki masa seleksi ketat, suasana di kantor menjadi jauh lebih serius. Para pelamar datang silih berganti, ada yang penuh percaya diri, ada yang gugup, dan ada juga yang langsung gagal di pertanyaan pertama.

Pewawancara yang sebelumnya sempat kehilangan wibawa karena insiden Luxia, akhirnya mendapatkan kembali kekuasaannya. Dengan ekspresi tegas, ia duduk di kursi wawancara, menatap para pelamar dengan penuh kewaspadaan.

"Baik, selanjutnya!" serunya, membuka berkas kandidat berikutnya.

Seorang pria dengan jas rapi masuk dengan penuh percaya diri. "Selamat siang! Saya siap menjawab semua pertanyaan!"

Pewawancara mengangguk, lalu mulai bertanya dengan nada dingin. "Baik. Jika perusahaan mengalami krisis finansial dan Anda harus memotong anggaran departemen lain untuk menyelamatkan perusahaan, bagaimana strategi Anda?"

Pria itu berkeringat. "Uh… itu… saya akan, uh… berdiskusi dengan tim… dan mungkin… mengadakan meeting…?"

Pewawancara menatapnya datar. "Tidak meyakinkan. Anda ditolak."

Pelamar itu terdiam sesaat sebelum akhirnya tersenyum kaku. "Baiklah… terima kasih atas waktunya…"

Saat pria itu keluar dengan langkah berat, pelamar berikutnya masuk.

Kali ini, seorang wanita dengan sikap tenang dan ekspresi tajam duduk di kursi.

Pewawancara langsung membaca berkasnya. "Pengalaman Anda cukup mengesankan. Tapi saya ingin tahu, bagaimana Anda menangani tim yang terdiri dari orang-orang dengan kepribadian kuat?"

Wanita itu tersenyum kecil. "Saya percaya bahwa kepribadian kuat bukanlah masalah, selama ada komunikasi yang baik. Saya akan memastikan bahwa setiap anggota tim memiliki tugas yang jelas dan tetap menghormati satu sama lain. Jika terjadi konflik, saya akan menjadi mediator yang adil."

Pewawancara menatapnya beberapa saat, lalu mengangguk puas. "Hmph. Menarik. Selamat, Anda diterima."

Wanita itu tersenyum dan membungkuk hormat sebelum keluar ruangan.

Hari-hari berlalu dengan pola yang sama. Beberapa pelamar berhasil lolos, sementara banyak lainnya harus menerima kenyataan pahit ditolak.

Di sisi lain, Lacky dan Evan mengawasi proses seleksi dari jauh.

Evan menyeringai. "Sepertinya pewawancara kita benar-benar bangkit dari keterpurukan."

Lacky mendengus. "Seharusnya memang begitu. Aku tidak ingin ada kejadian Luxia kedua."

Namun, saat ia mengatakannya, pikirannya tiba-tiba melayang pada gadis itu. Luxia mungkin belum mulai bekerja, tapi entah kenapa ia merasa perusahaan ini akan kembali kacau begitu gadis itu muncul lagi.

Sementara itu, pewawancara menutup berkas terakhirnya hari itu dan menghela napas panjang. "Hah… akhirnya, aku bisa bekerja dengan serius lagi tanpa kejadian aneh…"

Atau begitulah yang ia pikirkan—karena tanpa mereka sadari, Luxia akan segera kembali. Dan kali ini, ia punya banyak rencana baru.

Bersambung...

Episodes
1 Bab 1: Peluang Baru dan Ketidaksengajaan
2 Bab 2: Tes Tak Terduga dan Dunia Baru
3 Bab 3: Ujian Terakhir dan Keputusan Rahasia
4 Bab 4: Debat yang Panjang
5 Bab 5: Tidak jadi Marah dan Menjadi Tes Dadakan
6 Bab 6: Drama Presiden Perusahaan
7 Bab 7: Perubahan yang Tiba-tiba
8 Bab 8: Menanti Kabar dengan Penuh Harapan
9 Bab 9: Sesuatu yang Luar Biasa
10 Bab 10: Audisi Dadakan di Dapur
11 Bab 11: Apakah Mereka Monster?
12 Bab 12: Rahasia Keluarga Besar
13 Bab 13: Asal-Usul Negeri Kucing
14 Bab 14: Masa Lalu yang Kelam
15 Bab 15: Rumah yang Hampa
16 Bab 16: Cahaya di Tengah Kesendirian
17 Bab 17: Langkah yang Kembali
18 Bab 18: Kesuksesan yang Manis
19 Bab 19: Jalan Keluar yang Kecil
20 Bab 20: Bayangan di Balik Kegelapan
21 Bab 21: Bayangan di Balik Konspirasi
22 Bab 22: Permainan di Balik Dapur (Season 2)
23 Bab 23: Bonus Adalah Teman Baikku
24 Bab 24: Koki Dadakan di Rumah Utama
25 Bab 25: Bayangan yang Tak Terhindarkan
26 Bab 26: Rasa yang Tak Terungkap
27 Bab 27: Bos Gila dan Koki Pemarah
28 Bab 28: Rencana Balas Dendam
29 Bab 29: Bos Setan yang Luar Biasa
30 Bab 30: Luxia dan kutukan bonus
31 Bab 31: Terbakarnya Rasa Persaingan
32 Bab 32: Penentuan Juara Koki Terhebat
33 Bab 33: Hal Baru Sedang Terjadi
34 Bab 34: Ada Apa Dengan perasaan ini!
35 Bab 35: Apa yang Terjadi dengan Hati ini!
36 Bab 36: Kejahilan Pak Bos
37 Bab 37: Sore Hari, Ruang Pribadi Lacky
Episodes

Updated 37 Episodes

1
Bab 1: Peluang Baru dan Ketidaksengajaan
2
Bab 2: Tes Tak Terduga dan Dunia Baru
3
Bab 3: Ujian Terakhir dan Keputusan Rahasia
4
Bab 4: Debat yang Panjang
5
Bab 5: Tidak jadi Marah dan Menjadi Tes Dadakan
6
Bab 6: Drama Presiden Perusahaan
7
Bab 7: Perubahan yang Tiba-tiba
8
Bab 8: Menanti Kabar dengan Penuh Harapan
9
Bab 9: Sesuatu yang Luar Biasa
10
Bab 10: Audisi Dadakan di Dapur
11
Bab 11: Apakah Mereka Monster?
12
Bab 12: Rahasia Keluarga Besar
13
Bab 13: Asal-Usul Negeri Kucing
14
Bab 14: Masa Lalu yang Kelam
15
Bab 15: Rumah yang Hampa
16
Bab 16: Cahaya di Tengah Kesendirian
17
Bab 17: Langkah yang Kembali
18
Bab 18: Kesuksesan yang Manis
19
Bab 19: Jalan Keluar yang Kecil
20
Bab 20: Bayangan di Balik Kegelapan
21
Bab 21: Bayangan di Balik Konspirasi
22
Bab 22: Permainan di Balik Dapur (Season 2)
23
Bab 23: Bonus Adalah Teman Baikku
24
Bab 24: Koki Dadakan di Rumah Utama
25
Bab 25: Bayangan yang Tak Terhindarkan
26
Bab 26: Rasa yang Tak Terungkap
27
Bab 27: Bos Gila dan Koki Pemarah
28
Bab 28: Rencana Balas Dendam
29
Bab 29: Bos Setan yang Luar Biasa
30
Bab 30: Luxia dan kutukan bonus
31
Bab 31: Terbakarnya Rasa Persaingan
32
Bab 32: Penentuan Juara Koki Terhebat
33
Bab 33: Hal Baru Sedang Terjadi
34
Bab 34: Ada Apa Dengan perasaan ini!
35
Bab 35: Apa yang Terjadi dengan Hati ini!
36
Bab 36: Kejahilan Pak Bos
37
Bab 37: Sore Hari, Ruang Pribadi Lacky

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!