----
Kabar kesuksesan jamuan direksi menyebar dengan cepat. Para investor dan sponsor yang hadir terkesan dengan hidangan yang disajikan, hingga akhirnya mereka setuju untuk bekerja sama dengan PT. Blackm Meow. Mereka memuji tidak hanya kualitas pelayanan, tetapi juga keunggulan kuliner yang ditawarkan oleh perusahaan.
Dalam beberapa hari setelahnya, kesepakatan bisnis baru ditandatangani, dan keuntungan perusahaan meningkat pesat. Suasana di dalam perusahaan menjadi lebih bersemangat, terutama di dapur.
—
Suatu pagi, Roland berdiri di tengah dapur, menatap seluruh timnya dengan ekspresi yang lebih lunak dari biasanya.
"Presiden Direktur telah mengumumkan bahwa kita semua akan menerima bonus sebagai penghargaan atas kerja keras kita selama ini," katanya dengan nada tegas.
Sejenak, suasana dapur menjadi hening, sebelum akhirnya para koki bersorak gembira.
"Serius?! Aku tidak menyangka!"
"Akhirnya ada penghargaan atas kerja keras kita!"
"Aku akan mentraktir makan malam nanti!"
Luxia, yang berdiri di antara mereka, tersenyum lega. Meskipun ia tidak mengharapkan imbalan, rasanya menyenangkan mengetahui bahwa usahanya dihargai.
Roland menoleh ke arahnya. "Kau juga berhak mendapatkannya. Hidangan yang kau buat dalam jamuan itu memainkan peran besar dalam kesuksesan perusahaan."
Luxia menunduk sedikit. "Terima kasih, Chef. Tapi ini bukan hanya karena aku, ini hasil kerja keras semua orang di dapur."
Roland mengangguk, lalu menoleh ke seluruh timnya. "Benar. Ini adalah kerja sama tim. Dan aku berharap, ini bukan puncak dari apa yang bisa kita capai. Pertahankan standar ini, karena kita sekarang telah menetapkan reputasi yang lebih tinggi."
Para koki mengangguk penuh semangat. Mereka tahu, ini adalah awal dari tantangan baru.
—
Sore harinya, saat semua orang mulai beres-beres, Nana berjalan melewati Luxia dengan ekspresi yang sulit dibaca.
"Jangan berpikir kau bisa santai hanya karena ini," katanya singkat sebelum berbalik pergi.
Luxia hanya tersenyum kecil. "Aku tidak akan santai. Aku akan terus berkembang."
Nana berhenti sejenak, lalu berjalan pergi tanpa menjawab. Namun, ada sesuatu di wajahnya yang sedikit berbeda—seolah ia mulai mengakui keberadaan Luxia sebagai saingan yang sesungguhnya.
Di luar dapur, langit senja mulai terlihat. Luxia menatapnya dengan penuh harapan.
Ia tahu, perjalanannya masih panjang. Tapi kali ini, ia tidak lagi merasa sendirian.
----
Terjebak di Lift
Setelah jam kerja berakhir, para karyawan PT. Blackm Meow mulai meninggalkan gedung. Nana berjalan menuju lift dengan langkah santai. Hari ini cukup melelahkan, tapi ia bersyukur karena dapur berjalan lancar.
Begitu pintu lift terbuka, ia masuk tanpa terlalu memperhatikan siapa yang ada di dalam. Namun, saat pintu tertutup, ia sadar ada seseorang berdiri di sudut lift.
Lacky.
Presiden direktur perusahaan itu berdiri tegap, mengenakan setelan jas yang rapi dengan ekspresi datar. Ia menatap lurus ke depan, tidak menunjukkan sedikit pun ekspresi saat Nana masuk.
Suasana dalam lift terasa canggung. Nana menelan ludah.
Lacky tetap diam, tidak menunjukkan tanda-tanda ingin memulai percakapan.
Namun, sebelum lift mencapai lantai satu, tiba-tiba—
Brak!
Lift berhenti mendadak. Lampu berkedip sebentar sebelum kembali stabil.
Nana langsung menegang. "A-apa?"
Lacky melirik panel lift dan menekan tombol darurat. Namun, tidak ada reaksi. Ia mencoba menekan tombol lainnya, tetap tidak ada respons.
"Jangan bilang lift ini rusak?" Nana bersuara, suaranya terdengar tegang.
Lacky tetap tenang. "Sepertinya begitu."
Nana buru-buru merogoh ponselnya. Namun, begitu melihat layarnya, matanya membelalak. Tidak ada sinyal.
Ia menoleh ke arah Lacky. "Ponsel Anda ada sinyal?"
Lacky mengecek ponselnya sekilas. Sama. Tidak ada sinyal.
Nana mulai panik. "Kita terjebak! Bagaimana ini? Tidak ada sinyal, dan lift ini juga tidak merespons!"
Lacky tetap terlihat tenang, meskipun dalam pikirannya, ia mulai merasa waspada. Jika mereka terjebak terlalu lama, bisa-bisa Nana melihat sesuatu yang tidak seharusnya ia lihat.
Ia menarik napas dalam, tetap berusaha berpikir jernih. "Tenang. Biasanya, lift memiliki sistem keamanan otomatis. Teknisi pasti akan menyadari ada gangguan dan segera memperbaikinya."
Nana menggigit bibirnya. "Tapi... bagaimana kalau mereka butuh waktu lama?"
Lacky menatap panel lift, memperhitungkan situasi. Jika perbaikan memakan waktu lebih dari satu jam, ini bisa menjadi masalah besar.
Karena jika sampai tengah malam... maka perubahan tak terhindarkan.
Matanya sedikit menyipit. Ia tidak bisa membiarkan itu terjadi di depan Nana.
Sementara itu, Nana mulai bergerak gelisah, sesekali mengetuk pintu lift dan mencoba menekan tombol lagi, meski ia tahu itu tidak akan berhasil.
Mereka benar-benar terjebak.
---
Terisolasi di Dalam Lift
Nana semakin gelisah. Ia mengetuk pintu lift dengan telapak tangannya, berharap ada yang mendengar.
"Halo? Apa ada orang di luar?" suaranya cukup keras, tapi tetap tidak ada jawaban.
Lacky hanya melirik sekilas, tetap mempertahankan ketenangannya meski pikirannya mulai menyusun kemungkinan terburuk.
"Percuma," katanya dengan nada tenang. "Ini sudah jam pulang kerja. Semua karyawan sudah pergi."
Nana menoleh padanya dengan ekspresi khawatir. "Tapi... pasti ada yang masih di sekitar sini, kan? Teknisi? Resepsionis?"
Lacky menekan beberapa tombol lagi, mencoba kombinasi lain, tetapi tetap tidak ada respons. Ia bisa melihat dari refleksi di dinding lift bahwa Nana mulai berkeringat.
"Hanya satpam yang masih ada di gedung," lanjutnya. "Tapi mereka baru mulai patroli malam nanti. Sore begini, mereka tidak aktif di sekitar sini."
Nana semakin panik. "Jadi... kita benar-benar sendirian?"
Lacky mengangguk pelan, meski pikirannya sudah fokus pada masalah yang lebih besar.
Jam di pergelangan tangannya menunjukkan pukul 18:30.
Jika ini tidak cepat diperbaiki…
Nana masih mencoba mengetuk pintu lift lagi, lebih keras kali ini. "Halo? Tolong! Kami terjebak di dalam lift!"
Namun, tetap tidak ada jawaban.
Lacky menekan tombol darurat berulang kali. Tetap tidak ada reaksi.
Situasi ini menjadi semakin buruk.
Jika mereka tidak segera keluar dari sini, waktu akan terus berjalan... dan ketika tengah malam tiba, Nana bisa mengetahui sesuatu yang seharusnya tidak ia ketahui.
Ia menatap ke arah langit-langit lift, mencoba mencari alternatif lain.
Waktu yang Terus Berjalan
Lacky menatap langit-langit lift yang tetap diam, tanpa tanda-tanda akan bergerak kembali. Ia menghela napas pelan, menyadari bahwa situasi ini bisa menjadi masalah besar jika mereka terjebak lebih lama.
Di sebelahnya, Nana sudah mondar-mandir dengan wajah cemas.
"Kenapa liftnya tidak jalan?!" Nana berseru, berusaha menekan tombol darurat lagi, meski hasilnya tetap nihil.
Lacky melirik sekilas, tetap mempertahankan ekspresinya yang tenang. Dalam kepalanya, ia menghitung waktu yang tersisa sebelum tengah malam.
Mereka masih memiliki beberapa jam sebelum batas waktu itu tiba, tetapi tetap saja… Jika mereka terjebak sampai tengah malam, ia dalam masalah besar.
Ia tidak bisa berubah menjadi kucing di depan Nana.
Itu akan menghancurkan seluruh identitas yang selama ini ia jaga dengan ketat.
Masalahnya, tidak ada sinyal di dalam lift ini.
Lacky sudah mengeceknya, dan begitu pula Nana. Tidak ada satu pun dari mereka yang bisa menghubungi siapa pun.
Nana akhirnya bersandar ke dinding lift, menghela napas. "Astaga… ini pertama kalinya aku terjebak di lift seperti ini. Biasanya, kalau ada masalah teknis, lift akan langsung diperbaiki dalam hitungan menit. Tapi sekarang… kenapa lama sekali?"
Lacky tetap diam, matanya tajam meneliti setiap sudut lift. Kalau saja ada cara untuk keluar tanpa menunggu bantuan…
"Presiden, menurutmu kita harus bagaimana?" tanya Nana akhirnya, suaranya lebih tenang tetapi masih terdengar kegelisahan di dalamnya.
Lacky menatap jam tangannya sebelum menjawab. "Kita menunggu sebentar. Jika tidak ada tanda-tanda bantuan, kita harus mencoba alternatif lain."
Nana mengernyit. "Alternatif lain?"
"Seseorang mungkin akan menyadari kalau lift ini tidak berfungsi dan melaporkannya ke teknisi gedung," jawab Lacky. "Tetapi kalau tidak, kita harus mencari cara lain untuk keluar."
"Seperti apa? Memanjat keluar dari atap lift? Itu cuma ada di film-film!" Nana menggeleng. "Lagipula, lift ini cukup modern. Tidak ada panel yang bisa dibuka dari dalam."
Lacky mengangguk. Itu memang masalahnya. Mereka benar-benar terjebak.
Dan gedung ini sudah hampir kosong.
Semua karyawan sudah pulang.
Hanya satpam yang berpatroli nanti malam.
Jika patroli baru dilakukan beberapa jam lagi, itu bisa jadi terlalu lama untuk Lacky.
Nana menekan tombol darurat beberapa kali lagi, tetapi tidak ada hasil. "Kenapa sih tombol ini tidak berfungsi? Bukannya harusnya ada alarm atau semacamnya?"
Lacky menghela napas. "Mungkin ada gangguan sistem. Atau kita terlalu jauh dari ruang kontrol utama."
Nana mengusap wajahnya dengan frustasi. "Sial… aku benar-benar ingin pulang cepat hari ini. Seharusnya aku langsung ke tangga saja tadi!"
Lacky tidak menjawab. Dalam pikirannya, ia terus memikirkan solusi lain.
Satu-satunya cara adalah berharap seseorang menyadari mereka terjebak.
Tetapi dengan jam kerja yang sudah selesai, hampir tidak ada orang yang tersisa di lantai ini.
Lacky melirik ke panel digital di atas pintu lift yang masih menampilkan angka lantai mereka.
Tidak ada perubahan.
Tidak ada tanda bahwa lift akan bergerak dalam waktu dekat.
Dalam keheningan itu, Nana tiba-tiba menatapnya dengan ekspresi sedikit curiga. "Ngomong-ngomong, kenapa kau terlihat lebih gelisah daripada biasanya?"
Lacky menoleh padanya dengan ekspresi datar. "Aku hanya tidak suka menunggu tanpa kepastian."
Nana masih menatapnya dengan sedikit curiga, tetapi akhirnya ia menghela napas dan kembali menyandarkan diri ke dinding lift.
Mereka kembali terdiam.
Tic… tac… tic… tac…
Suara detik jam di tangan Lacky terasa semakin keras di telinganya.
Waktu terus berjalan.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments