Cinthia menghapus air mata yang bergulir di pipinya. Perlahan dia berdiri dan mengikuti arus orang-orang yang turun dari busway di shelter yang tidak diketahui oleh Cinthia. Cinthia berjalan menjauhi halte busway, berjalan di pinggiran trotoar. Saat sebuah bus berhenti di depannya, Cinthia melangkahkan kaki masuk ke dalam bus tersebut. Dirinya tidak sanggup untuk berfikir apapun apalagi arah kemana ia berjalan.
Beruntung bagi Cinthia, ada bangku yang kosong. Cinthia duduk di samping seorang cowok yang sedang membaca koran. Cowok itu mengingatkannya dengan kejadian di bus bersama Rais. Sewaktu ia sedang terburu-buru berangkat ke sekolah dan nggak sengaja bertemu dengan cowok itu di dalam bus. Dan siangnya, mereka berdua sama-sama melakukan hal bodoh yang membuat mereka berdua tertawa.
Cinthia nggak sanggup menahan air matanya yang jatuh untuk kesekian kalinya. Dia sadar, semenjak terakhir kali Rais mengajak dia pergi keluar, terakhir kalinya juga masa-masa bahagianya bersama Rais dan menjadi sebuah awalan bagi Cinthia untuk mulai menangis.
Cinthia menyesali sikapnya yang konyol dengan pergi begitu saja tanpa mau mendengarkan alasan Rais pada acara pameran Shaffaq kemarin. Cinthia benar-benar merasa sangat konyol saat itu dan ia tersenyum pahit ketika mengingat kejadian tersebut.
Cinthia terlalu tenggelam pada kesedihannya. Tanpa ia sadari, sebuah tangan kurus berkulit sawo matang merogoh tas yang disandangnya di bahu. Ketika sadar, si pemilik tangan yang ternyata copet itu sudah berlari dan turun dari bus.
"Copet!Copet!Tolong copet!" teriak Cinthia yang baru menyadari bahwa dirinya telah dicopet.
Orang-orang di sekitar Cinthia tampak terkejut dan saking terkejutnya hanya bisa melongo tanpa bisa melakukan apa-apa. Dengan kesal Cinthia berlari menuju pintu bus yang mulai melambat. Terlambat, copet itu sudah berlari terlalu jauh.
Cinthia mendesah kecewa. Dia benar-benar kehilangan seluruh uangnya. Nggak ada yang tersisa di kantong-kantong tasnya ataupun bajunya.
Cinthia memilih turun dari bus. Duduk termenung di halte bus yang kotor dan bau. Cinthia terlihat seperti seorang gembel idiot dalam balutan seragam SMA yang sangat berantakkan. Cinthia menyenderkan kepalanya pada tiang halte. Sambil menemani senja yang mulai datang dengan hati dan badan yang letih dan sekali lagi dengan tetesan air mata yang telah jatuh untuk kesekian kali.
****************
Vie sudah menunggu cukup lama di dalam kamar Cinthia dan sudah hampir jam setengah enam Cinthia masih belum muncul dihadapannya. Sudah bergelas-gelas air putih yang Vie habiskan sambil menunggu Cinthia. Tidak ada sedikitpun makanan yang masuk ke dalam perut Vie. Tidak terpikir olehnya untuk makan di saat seperti ini.
Vie mulai berimajinasi kalau tiba-tiba Cinthia masuk dan berkata Tadaa!! Surprise! Gue pulang! Im OK! Yang tadi cuma becanda! tapi, sayangnya hal itu nggak terjadi.
Sekali lagi Vie meminum gelas yang berisi air putih tersebut. Dirinya semakin cemas memikirkan Cinthia. Dilihat jam tangannya, sudah hampir jam enam. Hampir dua setengah jam Vie menunggu Cinthia di dalam kamar Cinthia.
Vie mencoba nelfon Cinthia. Namun, hal yang sama terjadi lagi, Cinthia tidak mengangkat satupun telfon dari Vie. Akhirnya, Vie menelfon Putra.
"Halo! Kenapa Vie?" terdengar suara Putra yang menyapanya.
"Put, please banget lo ke rumah Cinthia sekarang juga." ujar Vie yang panik
"Kenapa emangnya?" tanya Putra yang mendengar suara panik Vie.
"Cinthia belum pulang! Gue nggak tahu dia di mana?!" ujar Vie sedikit berteriak saking paniknya.
"Udah lo coba hubungin dia?" tanya Putra mulai sedikit panik.
"Udah tapi nggak diangkat-angkat."
"Gue on the way ke sana!"
Hubungan dimatikan. Kali ini Vie merasa panik setengah mati. Vie nggak menyangka kejadian tadi siang akan berdampak besar seperti ini. Vie sedikit menyesal dia mencegah Urdha untuk mencegah Cinthia pergi. Vie nggak berani untuk mengabarkan berita Cinthia hilang pada Gaudy. Dia takut jika Gaudy merasa bersalah dan panik yang berlebihan sampai-sampai terjadi hal-hal yang nggak diinginkan menimpa Gaudy. Handphone Vie berbunyi. Tertera Yama calling di layar handphone Vie. Kalau Yama, nggak pa-pa, pikir Vie.
"Halo!" sapa Vie mencoba untuk tenang
"Vie! Cinthia gimana? Gue telfon dia kok nggak diangkat-angkat?" tanya Yama.
"Itu dia masalahnya, Ma! Dari tadi gue nelfon dia juga nggak diangkat-angkat. Gue bingung,Ma! Gue juga nggak tahu dia di mana." jawab Vie yang ternyata tidak bisa menjawab dengan tenang.
"Bukannya lo di rumah Cinthia?" tanya Yama kembali sedikit heran.
"Dirumahnya sih dirumahnya. Tapi orangnya belum pulang dari tadi!" ujar Vie sedikit sewot bercampur panik.
"Kalau gitu gue ke sana!" ujar Yama yang ikut-ikutan mulai panik mendengar berita dari Vie.
"Jangan, jangan! Mendingan lo tetep di rumah lo. Kasih tahu Urdha tapi jangan kasih tahu Gaudy, entar dia merasa bersalah atas kejadian ini lagi. Lo coba aja terus contact dia. Kalau urusan nyari dia, cowoknya lagi nyari kok! OK?" ujar Vie
"OK, Vie! Kalau ada kabar, kasih tahu gue,ya!"
"Pasti! Daaa..."
"Daa..Jangan lupa!" Yama memberika pesan terakhir sebelum ia memutus hubungan telfon dengan Vie.
Vie menggegam hpnya erat-erat. Nggak mau jauh-jauh dari benda itu. Dia masih berharap kalau Cinthia bakal mengubunginya.
****************
Billi menyendokkan sesuap waffle coklat ke dalam mulutnya kemudian menyedot milkshake strawberrynya. Pikirannya lagi pusing. Ada sesuatu yang harus ia ketahui untuk kebahagiaan adiknya. Oleh karena itu, dia memesan sesuatu yang lezat menurut lidahnya.
Billi sedang menunggu seorang narasumber untuk pemecahan kasusnya kali ini. Dan beruntung baginya untuk tidak menunggu terlalu lama karena dalam waktu kurang dari sepuluh menit, si narasumber sudah tiba dan sekarang duduk di hadapannya.
"Hai, Shaf! Apa kabar?" Billi terlihat sedikit nervous saat menyapa Shaffaq yang notabene mantannya, yang udah lama nggak ia temui. Shaffaq nggak jauh beda sama Billi yang telihat lebih nervous karena dia nggak nyangka bakal dihubungi tiba-tiba oleh Billi.
" Baik. Kabar...lo,gimana?" Shaffaq bertanya kembali kepada Billi. Billi tersenyum mengerti mendengar ucapan Shaffaq.
"Mmm...gue...baik-baik aja."
Billi dan Shaffaq diam. Masih merasa sedikit nervous. Nggak ada kata-kata yang keluar dar mulut mereka. Billi cuma bisa menyedot habis milkshakenya dan memesannya kembali. Sedangkan Shaffaq harus membuat pelayan kesal karena terus-terusan mengganti minuman yang ia pesan.
Setelah berada pada kecanggungan yang cukup lama, Billi mulai memecah hal tersebut dengan memulai membuka percakapan.
"Ehmm.." Billi berdehem sebentar yang membuat Shaffaq sadar dari bengongnya yang cukup lama.
"Lo udah ketemu adek gue, Cinthiakan?"
"Udah." jawab Shaffaq sambil membenarkan posisi duduknya yang membuat Billi tersenyum geli.
"Lo tahukan antara adek gue sama Rais ?"
Shaffaq sudah berada pada jalur pembicaraan. Sikapnya berubah serius menanggapi pertanyaan Billi.
"Gue tahu perasaan mereka berdua walaupun mereka nutupin kalau mereka cuma temen. Tapi yang jelas Rais naksir berat sama adek lo. Dia pernah bisikkan hal konyol ke gue. Dia bilang, Itu calon isteri gue! Udah gue take!"
Shaffaq tertawa garing tapi tidak sama halnya dengan Billi yang memandangnya tajam yang menandakan dia sedang serius. Shaffaq cepat-cepat mengontrol dirinya, kembali pada jalur yang benar.
" Dia ngomong kayak gitu waktu pameran gue kemarin. Gue pikir mereka baik-baik aja. Tapi, gue nggak nyangka Cinthia bakal pergi waktu Neta dateng."
Neta! Itu masalahnya! Billi jadi yakin kalau si Neta itu pasti ada apa-apanya. Nggak tahu dia pake susuk, nggak tahu dia pake jampe-jampe. Billi nggak tahu, yang penting yang penting dia tahu intinya dan dia yakin dia berada di jalur yang benar.
" Bentar...Neta? Neta itu siapa? Dan dia ngapain waktu itu?"
"Nggak ngapa-ngapain sih! Waktu itu Cinthia lagi jalan-jalan sendiri dan Neta dateng. Seperti biasa dia meluk kita berdua dan nggak lama kemudian Cinthia nelfon bilang kalau dia mau pulang."
Pasti gara-gara itu! Cinthia nggak sengaja liat Rais dipeluk Neta dan dia salah paham. Wajar sih, gimana nggak kesel, gue aja yang udah mantan Shaffaq agak sedikit kesel Shaffaq dipeluk cewek lain, pikir Billi.
" Apa hubungannya Neta sama lo berdua?"
"Neta itu model kita berdua. Dia temen SMA kita. Waktu masih awal-awal motret, kita perlu model. Kemana-mana Neta pasti ikut dan dia emang deket banget sama Rais . Dimana ada Rais di situ ada Neta dan begitu sebaliknya. Emang Neta suka banget sama Rais gue tahu itu soalnya Neta sendiri yang bilang sama gue. Mungkin, sampai sekarang Neta masih ada rasa sama Rais ."
" Terus Rais nya?"
" Gue nggak tahu pasti. Yang jelas cara dia memperlakukan Neta sama Cinthia itu beda. Ketara banget dia suka sama Cinthia tapi, kalau Neta gue nggak yakin."
" Lo nggak tahu kenapa?"
Shaffaq menggeleng." Nggak,Bil. Sorry kalau tentang itu gue nggak tahu. Cuma mereka berdua yang tahu."
Billi mengangguk sendiri, mencoba memahami dan menncerna semua informasi yang udah Shaffaq kasih ke dia. Otaknya masih bekerja memikirkan rencana yang harus ia lakukan selanjutnya. Tapi, pikirannya terhenti sejenak oleh pertanyaan Shaffaq yang membuatnya menoleh.
"Bil, lo udah punya cowok lagi belum? Kalau boleh, gue mau balikkan lagi sama lo."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments