"Rais! Sini!"
Rais menoleh ketika namanya di panggil oleh Shaffaq, temannya yang mengadakan pameran foto. Sambil tersenyum, Rais membalas lambaian tangan Shaffaq ke arahnya.
"Yuk!" ditariknya tangan cewek yang sedari tadi berdiri di sampingnya. Cinthia tampak cantik mengenakan terusan berwarna hijau toska kesukaannya. Rambutnya yang sebahu dijepit sebagian dan sisanya dibiarkan tergerai. Rais yang menggunakan setelan jas tampak serasi bersanding dengan Cinthia .
Sedari tadi Cinthia merasa canggung berada di sana. Nggak ada satu orang pun yang dia kenal di sini. Sedangkan Rais, dari awal datang dia sibuk cecelingukkan mencari seeorang. Tampaknya Shaffaq inilah yang sedang dicari Rais .
"Apa kabar, nih? Udah lama nggak kedengeran kabarnya. Masih seneng fotografi nggak?" tanya Shaffaq sambil menjabat tangan Rais hangat.
"Masihlah! Cuma lagi sibuk sama design. Biasalah bantuin temen. Lumayan jugakan buat ngisi dompet."
"Hahaha bisa aja lo! Berarti bisa bantuin gue juga donk?"
"Ditunggu!" jawab Rais yang langsung disambut dengan tawa dari dua orang tersebut.
"Ngomong-ngomong lo bawa siapa kemari? Nggak dikenalin ke gue?" perhatian Shaffaq beralih ke Cinthia yang dari tadi bengong dan diam mendengar dua orang tersebut berbicara.
Rais pun beralih dari Shaffaq ke Cinthia. Sambil merangkul bahu Cinthia hangat, Rais memeperkenalkan Cinthia kepada Shaffaq (muka Cinthia sempet blushing waktu dirangkul Rais )
"Mmm...ini Cinthia adik temen gue si Billi! Lo inget nggak?" tanya Rais. Raut wajah Shaffaq sempat telihat muram seketika dan Cinthia memperhatikan hal itu. "Kenapa,ya?" pikirnya. Pasti ada hubungannya sama Billi, pikirnya sekali lagi.
"Iya, inget! Hai! Gue Shaffaq. Titip salam ya ke kakak lo."
"Iya." Cinthia membalas dengan senyuman dan Shaffaq pun membalas senyumannya.
"Tumben lo bawa yang bagus ke sini. Biasanya lo bawa yang gadungan terus." ejek Shaffaq ke Rais .
"Enak aja lo! Lo tuh yang bawa gadungan mulu!" balas Rais nggak mau kalah.
"Ngomong-ngomong lo udah ngeliat hasil potretan gue? Gimana menurut lo?" tanya Shaffaq lebih terfokus kepada Rais .
"Seperti biasanya potretan lo outstanding. Karakter lo banget deh!" puji Rais tulus.
"Alah...terlalu membesar-besarkan!" kata Shaffaq sedikit malu dipuji dengan tulus oleh Rais .
Obrolan antara dua teman yang memiliki hobi yang sama itu pun mengalir deras. Topiknya nggak jauh-jauh dari hal yang berbau fotografi. Kelihatan sekali antusiasme mereka. Sampai semua yang ada didekat mereka dicuekkin.
Merasa dicuekkin Rais, Cinthia menarik lengan jas Rais dan bilang ingin jalan-jalan melihat foto-foto di pameran yang langung diiyakan dengan anggukan oleh Rais. Cinthia pun segera menjauh dari mereka berdua dengan melepaskan sebuah senyuman ke arah Shaffaq.
Setelah dirasa Cinthia sudah pergi cukup jauh dari mereka, cukup untuk tidak dapat mendengarkan obrolan mereka. Shaffaq mengganti topik pembicaraannya dengan Rais .
"Adeknya Billi atau cewek lo?" tanya seketika mengganti topik pembicaraan. Ditanya seperti itu Rais hanya tersenyum simpul sambil memandangi sepatunya yang nggak ada apa-apanya. Hanya dijawab dengan senyuman, Shaffaq belum merasa puas, ditanyanya Rais sekali lagi.
" Lo denger gue ngomong nggak sih?!" Shaffaq sedikit membentak Rais . Rais cuma bisa mesem-mesem nggak jelas.
"Adiknya si Billi. Mantan lo Billi...si Billi... adek mantan sendiri aja nggak tahu." goda Rais sambil mencolek pinggang Shaffaq. Kontan yang digoda malah cemberut. Niatnya mau menggoda malah dirinya yang balik digoda sama Rais.
"Guekan cuma bentar jadian sama Billi. Billi juga nggak ngenalin keluarganya sama gue, ya mana gue tahu." jawab Shaffaq sambil cemberut.
"Tapi..."Rais menghentikkan godaannya, ia membisikkan sesuatu di telinga Shaffaq yang langsung membuat Shaffaq kembali tertawa sambil membalas godaan Rais.
"Apaan sih! Udah!" jerit Rais menghindari gangguan dari Shaffaq. Shaffaq ketawa ngakak melihat tingkah Rais .
Cinthia meninggalkan kedua pria yang asyik ngobrol tanpa mempedulikan ada atau tidaknya dia disana. "Dasar cowok! Kalau udah ketemu aja, orang lain dilupain!" gerutu Cinthia dalam hati. Cinthia berjalan seiring dengan orang-orang yang melihat pameran foto tersebut. Matanya memperhatikan setiap foto yang terpampang. Mulutnya sesekali berkomentar kagum terhadap foto tersebut. Mata Cinthia juga menyiratkan betapa mengagumkan foto-foto yang terpajang.
Cinthia terpaku pada sebuah foto. Foto hitam putih yang menggambarkan kehidupan pinggiran kota Jakarta. Hati Cinthia tersentuh melihat potret tersebut. Dia sangat bersyukur karena kehidupan yang telah Tuhan berikan untuknya. Belum tentu dia akan setabah orang di dalam potret tersebut jika keadaan yang ada dalam foto itu terjadi pada dirinya.
Cinthia menikmati jalan-jalannya tanpa ditemani Rais. Cinthiapun mengagumi foto-foto yang ada. Sesekali, diperhatikan undangan-undangan yang datang. Nggak ada satu pun yang ia kenal. Ini salah satu dari diri Rais yang ia nggak ketahui.
Cinthia mendadak haus. Cinthia berjalan mendekati meja yang penuh dengan gelas. Cinthia mengambil segelas coke dan meminumnya. Tanpa sengaja, pandangan Cinthia melihat ke arah Rais dan teman-temannya. Dilihatnya Rais sedang berpelukkan dengan seorang cewek yang tak dikenalnya. Pelukkan yang cukup hangat menurut Cinthia.
Entah kenapa Cinthia merasa tidak suka Rais berpelukkan dengan cewek itu. Sedikit rasa cemburu yang tidak disadari oleh dirinya sendiri. Walaupun cewek itu juga memeluk Shaffaq dan yang lain, tapi entah kenapa perasaan Cinthia tetap nggak suka. Dan menurutnya, pelukan yang diberikan cewek itu kepada Rais berbeda dengan pelukan yang ia berikan kepada Shaffaq.
Langsung saja Cinthia meletakkan cokenya. Dia mengambil ponselnya dari tas kecil yang dibawanya. Ditelfonnya Rais saat itu juga.
"Rais, tiba-tiba gue pusing. Gue pulang duluan." katanya datar dengan pandangan mata kecewa ke arah Rais yang sempat terlihat oleh Rais dari kejauhan sebelum Cinthia pergi.
****************
"Hai! Rais! Apa kabar?" sapa seorang cewek yang datang dari arah belakang Rais .
"Hei! Ta!" sapa Shaffaq. Rais membalikkan badannya, menghadap kepada seorang cewek bertubuh tinggi dan langsing yang menggunakan gaun panjang tanpa lengan berwarna coklat.
Rais memandangi cewek yang sudah lama tidak dijumpainya itu. Neta, teman Shaffaq dan juga dirinya saat masih aktif di fotografi bersama Shaffaq. Hubungan antara Neta dan Rais lumayan dekat karena Neta sering menjadi model Rais sebagai objek foto. Saking dekatnya mereka berdua, kemanapun Rais pergi selaluada Neta yang berada di sisinya.
Setelah Rais nggak aktif lagi di fotografi, secara tiba-tiba mereka lose contact dan Rais benar-benar kaget saat bertemu Neta walaupun dia nggak heran dengan keberadaan Neta di acara pembukaan pameran foto Shaffaq.
"Ke mana aja kamu, Rais? Kok ilang gitu aja nggak ngasih kabar aku sih?" tanya Neta dengan nada suaranya yang cukup manis.
"Mmm...nggak kok! Kamunya aja kali yang udah tambah sibuk! Masih jadi modelnya Shaffaq?" kali ini Rais yang gantian bertanya kepada Neta.
Neta menggelengkan kepalanya sehingga rambutnya yang panjang tergerai sepinggang ikut bergoyang.
"Nggak, semenjak kamu pergi, Neta nggak jadi model foto lagi." jawab Neta yang diikuti keheningan singkat di antara mereka bertiga.
"Duh, aku kangen banget sama kamu!" tanpa disangka-sangka Rais, Neta langsung memeluk Rais dengan manja. Rais yang kaget nggak bisa menghindar dari pelukan Neta.
Neta memeluk Rais agak lama. Rais merasa sedikit risih karena sudah lama dia nggak bertemu Neta palagi dipeluk. Walaupun dulu Neta sering memeluk Rais dengan manja seperti yang ia lakukan saat ini.
Saku celananya bergetar dan terdengar ringtone handphonenya berbunyi. Tertulis Cinthia pada layar hpnya. Rais langsung mengangkatnya dan dengan refleks ia menoleh ke arah kiri tepat di mana Cinthia berada.
"Rais, tiba-tiba gue pusing. Gue pulang duluan." kata Cinthia dari tempatnya berdiri dan langsung pergi meninggalkan ruangan tersebut.
"Cin, tunggu dulu! Gue anter!" Rais berteriak pada ponselnnya dan ia tahu kalau itu sia-sia karena dia melihat Cinthia beranjak pergi dari ruangan tersebut dari kejauhan.
"Udah! Kejar aja!" seru Shaffaq sambil menarik lengan Neta sehingga Neta melepaskan tangannya dari Rais .
"Thanks, Shaf!" Rais segera berlari menyusul Cinthia. "Semoga masih kekejar." ujarnya adalam hati.
Rais mengikuti kemana Cinthia berlari. Cinthia berlari menuju jalan raya. Dilihatnya dia sedang menyetop taksi yang kebetulan lewat.
"Cin! Cinthia! Tunggu! Gue jelasin dulu! Cin!" tapi usaha Rais sia-sia saja. Cinthia sudah keburu naik taksi tanpa menoleh sedikitpun padanya. Rais yakin kalau Cinthia mendengar teriakkannya.
"Sial!" Rais hanya bisa meninju udara dan mengacak-acak rambutnya sendiri. Sebersit penyesalan dan rasa senang yang aneh timbul dihatinya. Kenapa dia menyesal menerima pelukkan dari Neta? Dan, kenapa dia merasa sedikit senang Cinthia ngambek karena melihat dirinya berpelukkan dengan Neta?
Shaffaq masih memegangi lengan Neta sambil berharap Rais bisa mengejar Cinthia. Neta yang bingung dan kesal karena lengannya dipegangi oleh Shaffaq mengibaskan tangannya.
Shaffaqpun refleks melepaskan tangan Neta. Neta mengusap tangannya yang sedikit memerah.
"Siapa sih dia, Shaf?" tanya Neta sedikit kesal.
"Siapa?" tanya Shafaq balik.
"Itu, cewek yang dikejar Rais."
"Oh! Itu Cinthia." kata Shafaq yang baru ngeh dengan pertanyaan Neta.
"Pacarnya?"
"Bukan. Calon." jawab Shaffaq singkat.
"Oh, masih calon." kata Neta dalam hati. Rais kembali dengan tampang lesu. Nafasnya tersengal-sengal. Kelihatan sekali kalau Rais baru saja berlari. Neta mengusap-usap punggung Rais dan langsung ditepis pelan oleh Rais yang membuat Neta sedikit tersinggung.
" Gimana? Udah pergi ya?" tanya Shaffaq yang dijawab dengan anggukan kepala oleh Rais. Shaffaq mengerti bagaimana perasaan Rais saat itu. Shaffaq hanya bisa memberi semangat lewat tepukan pelan pada pundak Rais.
"Gue balik duluan. Sorry, ya Shaf! Sorry banget!" ujar Rais dengan ekspresi menyesal yang tergambar di wajahnya.
"Its OK nggak pa-pa! Nanti kalau udah baikkan kasih tahu gue,ya!" ujar Shaffaq untuk menghibur temannya tersebut. Rais cuma tersenyum sedikit, senyuman yang dipaksakannya.
"Balik dulu Net, Shaf." ujar Rais disertai lambaian lemah. Shaffaq dan Neta melihat Rais pergi perlahan-lahan menjauh dari mereka. Neta melirik ke arah Shaffaq. Disenggolnya cowok itu.
"Shaf, aku boleh minta nomornya Rais nggak?" tanya Neta dan langsung diberikan oleh Shaffaq tanpa ada rasa curiga sedikitpun.
****************
Di taksi, air mata Cinthia bergulir pelan. Cinthia menangis terisak-isak. Untungnya, supir taksi yang ditumpangi Cinthia baik banget. Dengan sabar dia mencoba untuk menghibur Cinthia. Tapi, tentu saja hal itu tidak berpengaruh apa-apa terhadap Cinthia.
Saat ini perasaan Cinthia benar-benar nggak karuan. Kecewa, kesal dan sedih bercampur jadi satu.
Cinthia kecewa karena ternyata Rais punya hubugan dengan seorang cewek yang ia tidak ketahui. Kekecewaan itu berlanjut menjadi rasa kesal pada diri sendiri karena dia baru menyadari kalau dirinya suka sama Rais dan melihat Rais berpelukkan dengan cewek tadi membuat Cinthia menjadi sangat sedih.
Cinthia tertawa dramatis menyadari hal itu. Tubuhnya bergetar karena menahan tangisannya. Rais bukan siapa-siapa gue! Dia cuma temen Billi! Temennya Billi bukan temen gue! Kenapa juga gue harus nangis ngelihat Rais pelukkan sama cewek lain?! Kenapa?! Kenapa gue harus suka sama Rais ?!
Kenapa gue harus suka sama Rais?! Pertanyaan itu terus Cinthia ulang di dalam kepalanya. Cinthia sadar kalau pertanyaannya tersebut tidak mampu untuk ia jawab sendiri. Sekarang, Cinthia hanya bisa menangis menyesali perasaan hatinya yang baru menyadari kalau dirinya menyukai Rais.
Cinthia membayar ongkos taksinya. Supir taksi tersenyum tulus sambil mengambil ongkos dari tangan Cinthia. Cinthiapun membalas tulus senyuman dari bapak supir tersebut.
"Jangan nangis lagi, Neng." ujar supir taksi itu sebelum berlalu dari hadapan Cinthia. Cinthia cuma mengangguk dan tersenyum. Supir taksi itupun pergi, mencari rezeki pada malam itu untuk keluarganya.
Cinthia menghapus sisa-sisa air mata di matanya. Sambil menarik nafas dalam-dalam, Cinthia melangkah masuk ke dalam rumahnya. Dia sangat berharap kalau kedua orangtuanya menonton TV di kamar mereka, bukan di ruang keluarga.
Cinthia membuka pintu. Malam memang belum terlalu larut dan Cinthia bersyukur karena orangtuanya tidak terlihat di ruang keluarga saat itu. Langsung saja Cinthia naik ke lantai dua. Saat ini, Cinthia butuh seseorang untuk menumpahkan seluruh perasaannya saat itu. Dan Billi adalah orang yang tepat menurutnya.
Cinthia mengetuk pelan pintu kamar Billi. Mendengar ada jawaban dari penghuni kamarnya, Cinthia membuka pintu kamar. Billi menoleh, melihat siapa yang masuk ke kamarnya.
Raut wajahnya berubah simpati melihat keadaan Cinthia yang bermata merah masuk ke dalam kamarnya. Cinthia menutup pintu kamar kakaknya kembali. Dia terpaku sebentar sambil menatap Billi.
"Kenapa?" tanya kakaknya lembut. Mata Cinthia kembali panas. Desakkan air mata yang tadi, ternyata belum semuanya keluar. Cinthia menangis lagi. Dia berjalan pelan dan disambut dengan pelukkan hangat oleh Billi. Billi mengelus kepala adik tersayangnya itu. Berusaha sebaik mungkin untuk menenangkan Cinthia. Bagaimanapun, Cinthia terlihat sangat kacau di mata Billi.
"Kenapa, Cin?" Billi mengulangi lagi pertanyaannya dengan nada yang lebih lembut, namun Cinthia masih belum bisa menjawab pertanyaan Billi. Setelah kurang lebih lima belas menit Cinthia menangis, tangisannya mulai berkurang digantikkan oleh sesenggukkan beberapa kali.
"Rais, gue nggak tahu kalau...ternyata dia..." Cinthia tidak melanjutkan perkataannya. Cinthia mencoba menahan tangis. Billi dengan sabar menunggu perkataan adiknya itu. Dia tahu, pasti hal yang akan dibicarakan adiknya itulah menyakiti hatinya hingga ia menangis.
" Gue nggak tahu...kalau dia punya hubungan sama cewek lain..." Cinthia berhasil mengatakannya dengan lancar. Billi masih menunggu.
"Dan ternyata Bil, ternyata...gue suka sama Rais ..." ucap Cinthia sambil tertunduk. Billi meraih kepala Cinthia, memeluknya kembali.
"Nggak pa-pa kok, Cin. Lo nggak salah. Nggak salah kalau lo suka sama Rais. Cuma timingnya aja nggak tepat...Its OK. Tegar, ya! Lokan kuat."
Billi masih tetap mengelus punggung dan rambut Cinthia. Mencoba untuk menenangkannya. Tidak lama kemudian, setelah Cinthia merasa lebih baik, Cinthia keluar dari kamar Billi. Kembali ke kamarnya. Seperti biasa, Cinthia menyikat gigi, mencuci muka dan kakinya sebelum tidur setelah sebelumnya dia mengganti bajunya dengan daster tidurnya.
Cinthia merebahkan tubuhnya. Mencoba menenangkan pikiran dan hatinya. Berusaha untuk tidur. Masih ada sedikit kejutan kecil menantinya esok hari.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments