Seperti biasa kalau ada sesuatu yang nggak biasa, banyak orang yang akan mencari tahu apa penyebabnya. Seperti alasan kenapa Cinthia nggak masuk kemarin. Gaudy langsung pasang tampang serius begitu Cinthia memasuki kelas.
Saking seriusnya, hawa keseriusan Gaudy sempat menghentikan Cinthia di depan pintu kelas. Merasakan dirinya bakal di interogasi, Cinthia sempat merasa seram juga. Tapi, karena alasan tidak masuk sekolah kemarin tidak terlalu pribadi, Cinthia melangkah dengan tenang menuju tempat duduknya.
"Pagi,Cin!" Gaudy menyapa Cinthia.
"Pagi, Dy! Gimana kabar lo? Lo pasti kangen sama gue,ya? Padahal baru sehari lho gue nggak masuk sekolah..." canda Cinthia yang tidak dipedulikan oleh Gaudy.
"Kemarin lo kenapa nggak sekolah. Telfon nggak diangkat, whatssap nggak dibales. Padahalkan kemaren hari pertama masuk semester 2!" bentak Gaudy mulai mengeluarkan isi kepalanya.
"Kemarin hp gue low bat jadinya gue tinggalin di rumah. Gue punya alasan yang bagus banget! Kemarin itu...." Cinthia bercerita tentang bagaimana kemarin dia ditelfon mendadak oleh Vie dan langsung ke bandara untuk menjemput dia. Terus, Cinthia juga menceritakan dinnernya bersama Vie dan Putra. Semuanya Cinthia ceritakan termasuk jalan-jalannya bareng Putra nanti sehabis pulang sekolah.
Gaudy yang menjadi pendengar yang baik hanya manggut-manggut sambil senyum-senyum juga tentunya.
"Terus, kalau udah ada Putra, Rais mau diapain?" goda Gaudy yang merubah raut wajah Cinthia sepersekian detik. Nggak gue harus bisa ngelupain Rais. Dia itu bukan apa-apa gue, dia itu cuma temen kakak gue, nggak lebih.ucap Cinthia pada dirinya sendiri. Untungnya perubahan air muka itu tidak terlihat oleh Gaudy.
"Apaan sih? Rais itu cuma temen! Sedangkan Putra, dia sahabat gue, sahabat kecil gue!"
"Iya, sahabat kecil yang bakal berubah jadi cowok lo!"
"Udah,ah!" Cinthia sedikit blushing sedangkan Gaudy tertawa cekikikan.
"Ya, udah. Kemarin Yama sama Urdha juga nanyain lo. Tuh anaknya pada di belakang. Tapi, ntar aja Bu Yosie udah masuk, tuh." ujar Gaudy yang langsung mengubah posisi duduknya.
Setelah bel pulang sekolah berbunyi, Cinthia berjalan menuju pintu gerbang sekolahnya. Di sana dia menemukan mobil yang dikenalnya dan berjalan mendekatinya.
Cinthia mengetuk pelan kaca mobil si pengemudi tersebut. Kaca mobil pun turun perlahan. Si pengemudi tersenyum pada Cinthia yang Cinthia balas dengan senyuman pula.
"Udah lama belum nunggunya?" ujar Cinthia kepada Putra, si pengemudi mobil .
"Belum. Masuk, Cin" . ajak Putra sambil mengarahkan kepalanya pada bangku kosong di sebelahnya. Setelah mendapatkan izin dari si pemilik mobil, Cinthia dengan santai masuk ke dalam mobil. Sambil memasang seat belt, Putra menanyakan kabar Cinthia hari ini di sekolah.
"Gimana hari ini?"
"Ya, fine-fine aja! Put, si Vie kemana?"
"Lagi ngurus sekolah sama KTP kali? Nggak tahu juga. Dia belum ngabarin gue lagi, Cin. Vie masuk sekolah besokkan?"
"Katanya sih besok. Eh, Put, jemput kita berdua ya besok!" pinta Cinthia yang disetujui Putra dengan anggukan kepala dan senyum manisnya itu.
Dua puluh menit kemudian, Putra memarkirkan mobilnya di basement sebuah mall. Cinthia memakai cardigan abu-abunya sebelum masuk ke dalam mall. Putra merangkul Cinthia hangat yang dibiarkan saja oleh Cinthia.
"Put, makan yuk! Laper nih!" ajak Cinthia sambil mengusap-usap perutnya.
"Mau makan di mana?" tanya Putra.
"Kita makan di food court aja diatas." ajak Cinthia yang lansung disetujui Putra.
Cinthia dan Putra menaiki eskalator menuju food court yang ada di lantai atas mall tersebut. Food court yang menyajikan beraneka ragam makanan dan sedikit lebih murah daripada di restoran, sedikit membuat bingung Cinthia. Finally, dia memilih burger dan Putra memesan masakan khas Indonesia, sop buntut.
Karena sudah melebihi jam makan siang dan perut mereka kelaparan, Cinthia dan Putra makan dengan cepat. Nggak sampe tujuh menit makanan mereka sudah habis. Dilibas semua tanpa sisa. Sambil menurunkan makanan dalam perut, Cinthia dan Putra mengobrol sejenak. Ketawa-ketawa ngakak sampai dua orang itu sakit perut gara-gara terlalu banyak ketawa.
"Udah...udah ketawanya...perut gue sakit..." ujar Cinthia sambil menahan ketawanya.
"Emang lo aja! Gue juga sakit perut! Ya udah, kita jalan aja yuk, Cin!" ajak Putra masih memegangi perutnya. Cinthia mengambil tasnya dari atas meja dan berjalan di samping Putra.
"Cin, kita ke toko buku bentar, ya! Ada buku yang mau gue cari." ajak Putra yang disetujui oleh Cinthia. Setelah tiba, Putra langsung masuk ke toko buku tersebut diikuti oleh Cinthia. Putra segera bergerak menuju ke bagian rak-rak buku yang menjual buku-buku yang dicarinya. Raut mukanya terlihat serius sewaktu mencari buku yang diinginkannya. Cinthia yang memeperhatikan dari rak-rak kumpulan novel, tersenyum melihat keseriusan Putra.
Tanpa sengaja Cinthia menoleh ke arah seseorang yang sedang tak ingin ditemuinya. Rais dan cewek di pameran foto. Mereka berdua tepat berada di sebelah rak buku dimana Cinthia sedang berdiri. "Kenapa harus ketemu di sini sih?!" ujar Cinthia dalam hati. Cinthia langsung memandang ke bawah ketika tanpa sengaja pula Rais memandangnya balik. Cinthia ingin pergi ke tempat Putra. Tapi gerakkannya didahului dengan sambaran tangan Rais pada lengannya.
" Hai, Cin? Apa kabar?" sapanya sedikit kaku. Cinthia terdiam, masih belum bisa berkata apa-apa.
"Neta. Kenalin nama aku Neta. Kamu Cinthiakan?" terdengar suara cewek dari arah Rais berdiri. Spontan, Cinthia menoleh ke arah Rais dan cewek yang beranama Neta itu.
"Aku penasaran lho ketemu kamu. Soalnya, setiap aku dan Rais ngobrol pasti Rais selalu ceritain kamu terus. Seneng deh bisa ketemu kamu di sini! Kebetulan banget, ya!" ucap Neta dengan suaranya yang manis dan manja. Cinthia cuma bisa tersenyum paksa. Rais masih diam, nggak tahu mau ngomong apa. Perasaannya saat ini nggak karuan. Banyak hal yang mau dia tanyakan pada Cinthia, tetapi semuanya tertahan begitu saja di dalam hatinya. Ditambah Neta sedang bersamanya saat ini.
"Temen lo, Cin?" ujar Putra tiba-tiba datang dan langsung merangkul Cinthia sebentar dan melepaskannya lagi.
"Eh...Put, kenalin ini Rais dan ini Neta. Rais, ini Putra, sahabat gue."
Rais dan Putra saling melempar pandangan dingin. Walaupun mereka berjabat tangan, tetapi terlihat jelas dari tulang rahang mereka berdua yang sedikit mengeras. Cinthia yang melihat itu sama sekali tidak merasa nyaman.
Putra juga bersalaman dengan Neta. Pandangan Putra sinis ke Neta, tapi sepertinya Neta nggak menyadarinya. Dia tetap menebarkan senyuman manis ke Putra.
"Oh, kalian sahabatan. Aku pikir kalian pacaran?! Nggak menutup kemungkinan lho sahabat bisa jadi pacar." ujar Neta memecahkan keheningan diantara mereka berempat.
"Oh,ya?" ujar Putra singkat dan dalam yang ditanggapi Neta dengan tawanya yang terlalu manis.
"Gue sama Cinthia masih ada barang yang mau di cari. Jadi, kita duluan,ya!" ujar Putra tanpa senyum sedikitpun dan menarik tangan Cinthia untuk meninggalkan tempat tersebut.
"Oh, ya udah. Kita juga masih mau cari buku-buku kok! Dadaaa! Sampai ketemu lagi, ya!" Neta melambaikan tangannya. Cinthia dan Rais saling berpandang-pandangan. Pandangan yang saling menanyakan kenapa? Mereka terus berpandangan sampai Cinthia menghilang di balik eskalator.
" Oh, itu yang namanya Cinthia. Orang yang kamu kejar waktu pamerannya Shaffaqkan? Cantik juga."
"Nggak biasanya Cinthia diem kayak gitu. Biasanya dia bawel banget dan selalu ketawa..." ucap Rais sambil menerawang. Neta sangat nggak suka kalau Rais membahas tentang Cinthia ketika dirinya berada di samping Rais .
"Udahlah, Rais. Nanti juga mereka bakal jadian. Nggak usah dipikirin!" kata Neta tidak peduli.
"Nggak usah dipikirin gimana?!" Rais setengah membentak Neta. Neta sedikit terkejut dan nggak bisa ngomong apa-apa. Rais yang yang sadar telah membentak Neta, segera meminta maaf.
"Sorry, Net." ujarnya pelan sambil tertunduk ke bawah. Neta, perlahan menyentuh pundak Rais dan menanyakan suatu hal.
"Kamu, suka sama Cinthia,ya?"
****************
Cinthia mempercepat langkahnya menuju mobil Putra yang terparkir di basement. Di belakang, Putra menyusul Cinthia setengah berlari namun dan berkomentar sedikitpun. Setelah pintu mobil dibuka oleh Putra, Cinthia langsung masuk ke dalam mobil, disusul Putra dengan bunyi bantingan pintunya. Tanpa banyak bicara, Putra mulai menghidupkan mesin mobil dan pergi dari mall tersebut.
Cinthia masih tetap bungkam dan Putra tidak mau mengganggu kebungkamannya. Cinthia membutuhkan waktu untuk menenangkan diri. Tanpa diduga, Putra berbelok ke arah yang tidak diketahui Cinthia.
"Kita mau kemana? Gue mau pulang." ucap Cinthia datar. Putra hanya menjawab singkat.
"Nanti juga lo tahu."
Cinthia diam saja. Cinthia pasrah dan dia nggak mau bertengkar dengan Putra saat ini. Terserah Putra mau bawa dia kemana. Cinthia percaya pada Putra sepenuhnya.
Nggak lama, setelah keluar dari tol, mobil Putra berhenti di parkiran sebuah kafe. Kafe yang membuka kenangan lama Cinthia bersama Putra sebelum Putra berangkat ke Wina.
"Ini kan..." ucap Cinthia yang tidak meneruskan kata-katanya.
"Iya...kafe tempat gue mengutarakan perasaan gue ke lo empat tahun yang lalu." ujar Putra sambil menoleh ke arah Cinthia yang masih memandangi tempat tersebut. Putra menggandeng lengan Cinthia dan mengajaknya masuk ke dalam. Cinthia menurut, membiarkan ia berjalan dituntun oleh Putra.
Putra berbicara kepada waitress yang kemudian menunjukkan meja yang ternyata sudah dipesannya. Cinthia duduk di kursi yang ditarik Putra untuknya dan Putra duduk di depannya.
"Lo udah nyiapin ini semua dari kapan?" tanya Cinthia, mulai membuka mulut. Putra menggenggam tangan Cinthia hangat.
"Ini semua gue rencanain sebelum gue balik ke Indonesia. Sewaktu Vie cerita ke gue kalau dia mau balik ke Jakarta dan ngajak gue buat liburan ke sini." Putra menghentikan pembicaraannya. Ia menatap dalam-dalam ke mata Cinthia. Cinthia terlihat fokus mendengarkannya.
" Cin, gue sadar lo udah nolak gue empat tahun yang lalu. Tapi, selama empat tahun di Wina, empat tahun gue hidup bersama bule-bule cantik, gue nggak bisa ngelupain lo. Gue masih sayang sama lo...sampai sekarang."genggaman tangan Putra menguat dan terasa lembut pada tangan Cinthia.
"Mmm..."
"Nanti aja ngomongnya, OK? Kita pesen sesuatu dulu." sergah Putra memotong Cinthia untuk berbicara. Putra melambaikan tangan memanggil waitress. Dengan segera, waitress itu membawa menu.
"Mau pesen apa Mbak, Mas?" tanya waitress itu sopan.
"Lo mau apa, Cin? Mango juice seperti biasa?"tebak Putra. Cinthia tersenyum riang.
"Tahu aja lo, Put! Mango juice sama fruit cakenya."
"Jadi, Mango juice satu, cappucino, fruit cakenya dua."ucap Putra.
"Saya ulangi,ya! Mango juicenya satu, cappucinonya satu, fruit cakenya dua." ulang waitress itu.
"Iya."
"Silahkan ditunggu sebentar. "ucap waitress itu berlalu dari meja mereka. Kembali, Cinthia memandang Putra dan Putrapun memandang Cinthia. Tidak lama, mereka berdua tertawa lepas.
"Kalau ketawa dari tadi, gue juga seneng ngelihatnya."
"Ccckk...apaan sih..."
"Abis dari tadi muka lo datar! Kayak tembok! Nggak ada ekspresi. Ekspresinya mana?! "seru Putra mengikuti adegan salah satu iklan di televisi. Cinthia tertawa kembali melihat tingkah Putra.
"Lo tuh emang jago bikin orang ketawa. Kalau ada Vie pasti meja kita yang paling ribut." ujar Cinthia sambil menahan tawa.
"Nggak juga kali! Putra menatap Cinthia yang masih tertawa. Senang hati Putra melihat Cinthia ketawa. Seakan-akan kejadian yang barusan terjadi tidak pernah terjadi. Cinthia menangkap pandangan Putra tersebut.
"Napa lo,Put?" tanya Cinthia. Putra mengubah posisi duduknya. Dia bersandar pada sandaran bangku. Menarik nafas panjang dan mendesah perlahan.
"Kejadian tadi, anggap aja itu adalah pelajaran hidup buat lo. Jangan dibawa berlarut-larut. Keep laughing like this!" kata Putra sambil nyengir nggak jelas.
"Duuhh...belajar ngomong dari bule Wina, ya?" canda Cinthia yang membuat Putra manyun.
Tidak lama kemudian, pesanan mereka datang. Mereka menikmati hidangan itu dengan canda tawa yang menyenangkan. Walaupun nggak ada Vie, meja mereka tetap menjadi meja yang paling ribut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments