"Thanks banget untuk hari ini!" ucap Cinthia pada Putra setelah dia turun dari mobil. Setelah bersenang-senang di kafe, Putra mengantar Cinthia pulang ke rumahnya dengan selamat.
"Thanks juga untuk ketawanya." canda Putra yang membuat Cinthia tersenyum malu.
"Put, soal yang tadi..."
"Nggak harus sekarang dan nggak lama-lama juga. Bisa keburu tua gue nunggu lo lama-lama!" potong Putra.
"Jadi, lo nggak serius sama gue?" tanya Cinthia setengah bercanda.
"I will give you three days, OK?" Putra memberi penawaran kepada Cinthia sambil mengacungkan tiga jarinya.
"Three days." ulang Cinthia ikut mengacungkan tiga jarinya.
"Istirahat deh! Gue balik dulu, ya!" Putra melambaikan tangannya sebelum memacu mobilnya ke jalan raya di malam hari. Cinthia membalas lambaian tangan Putra. Cinthia menunggu mobil itu menghilang di kegelapan sebelum ia masuk rumah.
Setelah Cinthia tidak melihat mobil Putra lagi, Cinthia segera masuk ke dalam rumahnya. Dilihatnya mama Wisesa dan Billi sedang duduk anteng sambil menonton TV.
"Papa belum pulang, Ma?" tanya Cinthia kepada mamanya. Mamanya menoleh, Billipun ikutan menoleh.
"Darimana lo?" tanya Billi.
"Ditraktir makan sama Putra. Dia baru balik dari Wina. Mama ingetkan Putra?temen main aku waktu kecil." ujar Cinthia.
"Oh... Putra nu kasep? Inget mama! Ya, udah deh kamu istirahat aja dulu. Tadi papa nelfon, katanya pulang agak malem."
"Oh...Cinthia ke atas ya, Ma!"
Cinthia setengah berlari menaiki tangga menuju kamarnya yang serba hijau dengan beberapa poster Harry Potter menempel di dinding kamarnya. Cinthia merasa lelah ketika tubuhnya menyentuh kasurnya empuknya. Tubuhnya terasa lengket, keringetan. Dengan agak malas, Cinthia berdiri untuk mengambil handuk dan masuk ke dalam kamar mandi.
Siraman shower dengan air hangat malam itu mengenai tubuh Cinthia. Siraman shower terasa seperti alat pijit bagi Cinthia dan Cinthiapun tidak mau menyelesaikan mandinya malam itu dengan cepat. Ia menunggu hingga rasa penatnya perlahan-lahan menghilang.
Setelah keluar dari kamar mandi, Cinthia merasa lebih segar. Jauh lebih fresh daripada sebelumnya. Pikirannya terasa sedikit lebih ringan, tidak terlalu terbebani seperti sebelumya. Cinthia turun ke dapur sebentar untuk membuat susu coklat panas untuk menambah rileks dirinya malam ini, supaya bisa tidur dengan nyenyak.
Setelah Cinthia selesai membuat susu coklat panasnya, Cinthia membawanya panas-panas ke atas, ke kamarnya. Cinthia meletakkan gelas susunya di atas meja. Setelah itu dia melepaskan handuk untuk mengeringkan rambutnya dari atas kepala. Setelah itu dia mengganti baju handuknya dengan baju tidur.
Cinthia menggantungkan baju handuk dan handuknya. Cinthia mengambil gelas susu coklat dari atas meja. Cinthia menghirup asap yang masih mengepul dari gelas. Tercium aroma manis susu coklat yang membuat Cinthia tanpa sadar tersenyum menikmati aroma tersebut. Baru setelah itu Cinthia menyeruputnya sedikit-demi sedikit. Susu coklat itu menghangatkan tubuh Cinthia, mengalir nyaman memasuki tenggorokannya.
Selesai Cinthia menghabiskan susu coklatnya, kantukpun mulai menyerang Cinthia. Tanpa membuang waktu lagi, Cinthia membaringkan tubuhnya di atas kasur. Tidak memerlukan waktu yang lama untuk menunggu Cinthia tertidur. Sekali mencium bau bantal, Cinthiapun jatuh terlelap tidak sadarkan diri.
****************
Keesokan paginya di sekolah....
"Anak-anak, kita kedatangan murid baru pindahan dari Malaysia..."
"Woo...jauh banget!" seru beberapa siswa.
"Tenang-tenang! Tenang semuanya. Viata, silahkan kamu perkenalkan diri."
Vie maju selangkah, matanya menyapu seluruh anak-anak teman sekelas barunya. Tentu saja Vie melihat Cinthia yang melihat dirinya sambil tertawa.
"Nama saya Viata Ruwina, panggilan saya Vie. Saya pindahan dari Malaysia." Vie mencukupkan perkenalan dirinya. Banyak anak-anak yang masih ingin tahu lebih lanjut tentang Vie. Tapi, dengan segera Bu Yosie menenangkan keributan massa di kelasnya.
"OK anak-anak! Harap tenang! Kita kembali ke pelajaran kita. Viata, silahkan kamu duduk di bangku yang tak berpenghuni di sana." ujar Bu Yosie sambil menunjuk kursi diurutan kedua dari belakang dan urutan ketiga dari kanan.
Vie berjalan ke kursinya sambil mengedipkan mata ke arah Cinthia yang duduk tidak jauh dari tempatnya duduk. Cinthia membalas kedipan Vie dengan cengiran.
Jam istirahat adalah jam yang ditunggu para siswa. Selain untuk melepas kepenatan belajar, waktu istirahat juga digunakan untuk mengganjal perut, bergosip dan aktifitas lainnya.
Tepat ketika bel berbunyi dan guru mata pelajaran sebelumnya sudah keluar, Cinthia beranjak dari tempat duduknya menuju tempat Vie.
"Jajan yuk! Gue tunjukkin jalannya." ajak Cinthia. Anak lain yang mau mengajak Vie berkenalan heran melihat tingkah Cinthia yang sok kenal dengan Vie. Gaudy, menegur Cinthia.
"Lo berdua udah kenal,ya?" tanyanya.
"Oh, iya. Urdha! Yama!" Cinthia berteriak memanggil Urdha dan Yama yang masih bertengger di kelas. Spontan kedua anak itu menoleh ke asal suara yang memanggil nama mereka.
"Apa?!" balas Yama juga sambil berteriak.
"Sini sebentar!" panggil Cinthia lagi dengan gerakkan tangan. Urdha dan Yama segera mendekati Cinthia. Mereka nggak tahu mau diapakan oleh Cinthia, karena di sana juga mereka melihat Vie yang sedang duduk sambil bermain hp.
"Ada salam dari Putra, Cin."
"Ngapain Putra ngehubungin lo?" tanya Cinthia.
"Jutek amat sih?! Biasa ngasih semangat masuk kelas baru!" ujar Vie sambil memasukkan hpnya kembali ke dalam tas.
"Vie, ini sahabat gue di sini. Ini Gaudy, Urdha, dan yang gendut itu Yama." ujar Cinthia memperkenalkan mereka bertiga kepada Vie. Gaudy, Urdha dan Yama hanya bersay hello atau say hi saja.
"Lo bertiga, ini sahabat kecil gue namanya lo udah pada tahu semuakan?" semuanya manggut-manggut mendengarkan Cinthia.
"Gue harap kita berlima bisa bareng-bareng. Anggep aja Vie itu sahabat lo juga. Walaupun kalian masih baru kenal sih. Sekarang kita ke kantin yuk! Perut gue udah laper! Perut lo juga udah laperkan, Ma?" tanya Cinthia sambil bercanda ke Yama yang dijawab oleh anggukan orang tersebut.
Nggak butuh waktu lama buat Vie untuk berbaur dalam kelas barunya dan tentu saja sahabat barunya. Vie merasa cocok dengan sikap teman-teman sekelasnya yang ramah dan friendly. Lagipula sikap Vie yang nggak memilih-milih teman mempermudah Vie untuk mendapatkan perhatian anak-anak yang lain.
Hari Sabtu sepulang sekolah, Cinthia, Vie, Gaudy, Urdha dan Yama janjian mau nonton bioskop bersama. Tapi, saat ini Yama dan Vie sedang bete berdua sambil minum jus jambu menunggu Gaudy, Urdha dan Cinthia yang nggak datang-datang. Dari tadi dua orang itu sudah menghabiskan masing-masing tujuh gelas jus jambu sambil nggak henti-hentinya melihat jam tangan.
"Ma! Lo telfon sih Urdha atau Gaudy gih! Gue telfon si Cinthia." perintah Vie yang langsung dituruti Yama. Baru saja Vie mau menekan tombol call, ternyata Cinthia sudah menelfonnya lebih dulu.
"Cin! Lo dimana?! Berjamur gue sama Yama nunggu lo bertiga! Cepetan ke sini! Udah kita beliin tiketnya!" bentak Vie ngomel-ngomel ke Cinthia.
"Sorry Vie. Gue nggak bisa dateng. Titip salam dan maaf gue ke yang lain,ya."
"Tung...gu." hubungan terputus begitu saja. Vie merasa aneh dengan sikap Cinthia tadi. Pasti nih anak kenapa-napa, pikirnya. Baru saja Vie mau menghubungi Putra untuk konfirmasi. Terdengar sapaan lantang dari depan. Terlihat Urdha dan Gaudy yang saling rangkul datang mendekat. Yama tersenyum jail saat mereka datang mendekat. Sedangkan Vie nggak mengerti dengan senyuman jail Yama.
"Sukses, Dha?" tanya Yama sambil mencolek bahu Urdha.
"Seperti yang lo liat." ujar Urdha sambil senyam-senyum. Vie masih nggak mengerti. Tapi, semakin lama dia memperhatikan Urdha dan Gaudy, semakin terbukalah pikirannya.
"Lo berdua jadian?! Wow! Selamat!" Vie menyalami mereka berdua dan mempersilahkan mereka duduk.
"Jadi, selama ini lo berdua saling suka?" tanya Vie memulai interogasinya.
"Kelihatan kali pedekatenya sebelum ujian semester." goda Yama sambil melirik jail ke arah Urdha.
"Oh, gitu. Tapi Cinthia kok nggak cerita apa-apa ke gue,ya?" tanya Vie kepada dirinya sendiri.
"Dia bilang kalian berempat sahabatan biasa. Emang sih selama gue bareng lo semua gue merhatiin Gaudy sama Urdha ada somethingnya. Tapi, waktu gue tanyain ke Cinthia, dia bilang nggak ada apa-apa." papar Vie. Gaudy menghela nafas.
"Nggak tahu. Sejak dia kenal sama cowok yang namanya Rais, dia jarang cerita-cerita ke kita bertiga lagi. Waktu kita mau nanyain siapa itu Rais. Dia cuma jawab asal-asal aja. Feeling gue bilang, Cinthia suka sama Rais. Lo tahulah gimana Cinthia." ujar Gaudy.
" Dan semenjak itu juga, Cinthia juga jarang merhatiin sekitarnya. Mukanya murung dan sering kelihatan bingung. Adakalanya dia juga kelihatan seneng banget. Buktinya kedekatan Gaudy sama Urdha aja, dia nggak nyadar." papar Yama menambahi Gaudy. Vie cuma manggut-manggut. Kenapa lo nggak cerita sama mereka, Cin? Merekakan sahabat lo juga? batin Vie bertanya.
" Kalau gitu, mendingan urusan Cinthia kita pikirin nanti. Lagian Cinthia tadi nelfon gue, dia bilang dia nggak bisa dateng ada urusan katanya. Mendingan sekarang kita nonton aja! Udah jamnya nih!"
"Tunggu! Karena lo berdua baru jadian, jus kita lo berdua yang bayar,ya! Yuk,Vie!" ujar Yama sambil menggandeng tangan Vie berjalan ke bioskop meninggalkan pasangan baru tersebut begitu saja.
****************
Sepulang dari sekolah, Cinthia buru-buru masuk ke kamaranya untuk ganti baju. Soalnya mereka berlima janjian mau nonton bersama di bioskop. Cinthia segera mengganti bajunya dengan kaos terPWnya dan celana selutut.
Ponsel Cinthia berbunyi ketika dia sudah masuk ke dalam mobil. Dijawabnya segera telfon yang masuk tersebut sebelum menghidupkan mesin mobilnya.
"Halo?"
"Halo? Ini Cinthia,ya? Ini Neta. Masih inget?" ujar suara dari sana. Cinthia kaget denger nama itu. Nama yang malas untuk dia dengar setelah nama Rais. Ngapain nih orang nelfon gue? tanya Cinthia dalam hati.
"Iya, gue inget kok! Ada apa,ya?" tanya Cinthia sesopan mungkin.
"Ada yang mau aku omongin ke kamu, penting."
"Tapi, maaf gue mau pergi. Gue udah ada janji."
"Kamu bakal nyesel kalau kamu nggak ketemu aku. Karena hal yang mau aku omongin ke kamu adalah Rais." ujar Neta dengan tandas. Suara manis Neta menghujam ulu hati Cinthia, seperti saat maghnya kambuh. Dia terdiam sesaat. Sebelah hatinya mengatakan kalau lebih baik dia tidak terlibat masalah lagi dengan orang tersebut tapi di lain pihak rasa penasaran melingkupi dirinya. Bagaimanapun, nama yang Neta sebut masih membawa pengaruh terhadap Cinthia walaupun tidak terlalu besar seperti dulu.
"Mau ketemu dimana?" tanya Cinthia datar.
"Kamu inget tempat Shaffaq pemeran? Dua blok dari sana ada kafe. Kita ketemu di sana jam setengah dua." telfon dimatikan. Cinthia masih terpaku menatap stir mobil. Ditekannya nomor seseorang.
"Cin! Lo dimana?! Berjamur gue sama Yama nunggu lo bertiga! Cepetan ke sini! Udah kita beliin tiketnya!" bentak Vie ngomel-ngomel ke Cinthia.
"Sorry Vie. Gue nggak bisa dateng. Titip salam dan maaf gue ke yang lain, ya.." Setelah itu Cinthia langsung memutuskan hubungan. Terdengar protes Vie, tetapi langsung terputus karena Cinthia langsung mematikan handphonenya begitu saja.
Pada tempat yang sudah ditentukan...
Cinthia mendorong pintu kaca sebuah kafe. Papan bertuliskan open bergerak, menyentuh pintu sehingga menghasilkan bunyi. Cinthia tampak celingukkan mencari Neta. Terlihat lambaian tangan perempuantersebut dari sebelah kiri ruangan kafe tersebut. Melihat lambaian yang ia yakini Neta, Cinthia segera mendekat dan duduk di bangku yang sudah disediakan.
"Gimana? Macet,ya?" tanya Neta dengan suara manisnya. Cinthia diam. Tidak memberi tanggapan apapun. Kelihatan sekali dari tampangnya kalau dia malas untuk membuang-buang waktu untuk hal yang nggak berguna.
Melihat raut wajah Cinthia tersebut Neta mendesah panjang. Disandarkannya punggunya pada senderan kursi. Seulas senyum yang tidak dimengerti Cinthia terulas pada bibirnya.
"OK! Biar nggak buang-buang waktu aku bakal ngomong langsung ke kamu." ucap Neta sambil tersenyum kembali. Cinthia memandangi Neta tanpa ekspresi. Seorang pelayan mendatangi meja mereka sambil membawakan ice cream sundaes strawberry yang dipesan Neta.
"Kamu nggak mau pesen dulu?" tanya Neta dengan nada ramah yang menusuk. Cinthia menggeleng dan Netapun tidak memaksa Cinthia. Setelah mencicipi sesendok ice cream sundaesnya, Neta memandang ke arah Cinthia.
"Aku mau minta tolong sama kamu. Sebagai sesama manusia kita harus saling tolong menolongkan?" ucap Neta. Cinthia mulai merasakan sesuatu yang buruk.
"Cepetan deh kalau mau ngomong!" bentak Cinthia.
"OK, kalau itu yang kamu mau. Begini, aku minta kamu jangan sekalipun berhubungan sama Rais. Anggep aja kamu nggak pernah kenal dia. Dan kalau kita ketemu lagi kayak kemarin, kamu harus pura-pura nggak kenal dan aku juga bakalan pura-pura nggak kenal sama kamu. Ngerti, Cin?"
Ekspresi Cinthia sedikit terkejut. Firasat buruknya terbukti. Ingin Cinthia melawan, tapi, apa haknya? Dia bukan apa-apanya Rais . Dan dari awal dia memang bukan siapa-siapanya Rais .
"Ngertikan,Cin?" Neta mengulangi lagi pertanyannya.
" Deal! Thanks buat semuanya." ucap Cinthia sambil beranjak pergi.
"Salam buat Putra,ya! Aku yakin kamu bakal bahagia sama dia!" ujar Neta dengan suara manisnya itu. Neta terus memperhatikan Cinthia sampai bayangannya menghilang dari balik pintu masuk. Neta tersenyum puas, sangat puas.
Sambil menyetir, sesekali Cinthia mengelap tetesan air mata yang jatuh dari pipinya. Antara kesal dan sedih bercampur menjadi satu di dadanya. Cinthia sudah berkali-kali mencoba untuk melupakan Rais dan semua kenangan tentang Rais. Tapi, nggak semudah yang ia kira sebelumnya. Kenangan bersama Rais sudah sangat membekas di hatinya. Kalaupun harus dihapus, kenangan itu harus dikikis sedemikian rupa dan hal itu akan membuat hati Cinthia terluka lebih dalam lagi.
Cinthia menghubungi seseorang melalui hpnya. Terdengar nada sambung dan yang ditelfonpun mengangkat.
"Halo? Kenapa,Cin?"
"Ada waktu nggak nanti malam?"
"Ada. Kenapa?"
"Lo ke rumah gue donk! Ada yang mau gue omongin, penting!"
"Ya,udah. Jam setengah delapanan gue nyampe rumah lo."
"Thanks! Daa..."
Cinthia memutuskan sambungan telfon begitu saja. Dihapusnya air mata yang masih tersisa. Telah dibulatkan tekadnya untuk hal yang satu itu. Cinthia sudah yakin.
****************
"Kamu darimana, Net?" tanya Rais ketika Neta membuka pintu kamarnya. Neta tersenyum mendengar pertanyaan Rais. Dilihatnya cowok itu sedang mengotak-atik komputer dan sebuah rokok yang mengepul di sela jari tangannya.
"Kamu ngerokok lagi?"
"Nggak, iseng aja! Banyak kerjaan, nih!" ujar Rais berbohong. Neta tersenyum dan duduk di samping Rais.
"Sesekali sih nggak pa-pa. Tapi, jangan keseringan, ya!"
Rais mengangguk mengalihkan perhatiannya kembali kepada layar komputernya. Kalau Cinthia pasti gue udah diomelin, pikir Rais .
"Rais, kamu inget nggak waktu kita tersesat di lokasi foto empat tahun yang lalu?" tanya Neta dengan manja. Rais mengangguk. Kali ini, tubuhnya terasa kaku. Ucapan Neta mengingatkannya pada suatu hal yang telah lama terjadi.
"Waktu kamu nemuin aku, kamu bilang Net, kamu jangan jauh-jauh dari aku! Kamu harus deket terus sama aku! waktu kamu ngomong kayak gitu, aku seneng banget! Ternyata ada yang perhatian sama aku." ujar Neta dengan lembutnya dan dengan perlahan kepalanya menempel pada bahu Rais. Rais masih terdiam mendengar ucapan Neta. Melihat ekspresi Rais, Neta tersenyum.
"Rais! Cinthia udah jadian lho sama cowok yang kemarin. Siapa namanya? Mmm... Putra,ya? Iya Putra! Mereka berdua serasi banget ya, Rais! Pasti mereka bakal bahagia..." Neta terus berbicara tentang Cinthia dan Putra kepada Rais. Sedangkan Rais shocked mendengar berita tersebut. Cinthia jadian? Sama Putra? Separu hatinya bahkan lebih dari separuhnya tidak bisa menerima berita tersebut. Ingin rasanya saat itu juga dia pergi mencari Cinthia dan meminta Cinthia untuk menjelaskan segalanya sampai jelas sejelas-jelasnya. Namun, disebelahnya ada Neta yang mengikatnya secara tidak langsung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Delaza
Bagus ceritanya
2023-09-07
1