Part 5b

Pagi-pagi, tidak seperti biasa keadaan meja makan keluarga Wisesa cukup tenang. Tidak ada teriakkan-teriakkan dari kedua kakak beradik Billi dan Cinthia. Papa Wisesa dan Mama Wisesa dengan lahap menyantap sarapan mereka pagi itu. Raut wajah Cinthia pagi itupun cukup cerah, setelah kejadian kemarin tentunya.

Billi melirik adiknya singkat. Tidak terlihat tanda-tanda kalau Cinthia sedang kacau saat itu. Billi bernafas lega.

"Cin, cepetan sarapannya. Kita berangkat bareng." ujar Billi sambil duduk di kursinya dan mulai menyantap sarapannya. Cinthia yang sedang mengunyah makanannya mengangguk.

Tidak menghabiskan waktu yang cukup lama untuk menghabiskan sarapan pagi itu, Cinthia dan Billi berpamitan ke papa dan mama mereka.

"Pa! Ma! Berangkat, ya!" ujar mereka disertai dengan jawaban singkat dan lambaian tangan dari papa dan mama mereka. Hal tersebut tampaknya sudah menjadi tradisi pada Wisesas family.

Cinthia dan Billli masuk ke dalam mobil. Billi mulai menyetarter mobilnya. Pintu pagar sudah dibukakan dari tadi oleh Kardi. Perlahan, Billi mulai mengeluarkan mobilnya dari garasi dan setelah itu mobilpun mulai melaju di jalanan.

Lo beneran udah nggak pa-pa? Billi bertanya kepada Cinthia sambil sesekali menoleh ke arah Cinthia. Cinthia mengangguk pelan.

"He-eh! Im OK! Kenapa sih? Kok ngeliatinnya gitu?" Cinthia menatap kakaknya heran.

"Nggak." jawab Billi dengan singkat. Ringtone ponsel Cinthia berbunyi. Terlihat nama Rais tertera pada layar handphonenya.

Billi memeperhatikan ekspresi Cintha. Datar. Cinthia berusaha terlihat biasa. Tapi, tetap saja terlihat mukanya berubah pucat seketika. Dengan cepat, Cinthia mereject panggilan pada hpnya tersebut. Dimasukkannya kembali hpnya ke dalam tasnya.

Kali ini Billi tidak berkata atau bertanya apa-apa. Kali ini, Billi membiarkan Cinthia untuk memilih keputusannya sendiri.

Tidak lama kemudian, ringtone hp Cinthia kembali berbunyi. Cinthia mencoba untuk tidak mengindahkannya.

Angkat aja dulu. Billi mencoba memberikan saran. Cinthia menoleh ke arah Billi dan beralih kepada ponselnya. Nomor nggak dikenal. Cinthia menatap layar handphonenya heran. Siapa? tanyanya dalam hati. Apa jangan-jangan Rais mencoba menghubunginya dengan menggunakan nomor lain? Nomor yang tidak diketahuinya?

Cinthia mencoba menjawab nomor asing tersebut.

"Halo?" sapanya dengan hati-hati.

"Cin! Ini gue! Vie!" jawab seseorang dari seberang sana. Cinthia tampak terkejut. Raut wajahnya yang tadi agak mendung berubah menjadi cerah mendadak.

"Vie?! Viata?! Lo tahu nomor gue darimana?!" tanya Cinthia setengah berteriak yang mengundang pandangan curiga dari Billi. Billi menggumamkan siapa? kepada Cinthia yang disambut dengan lambaian tangan Cinthia.

"Inikan nomor yang lo kasih ke gue dari dulu. Ternyata nomor lo nggak pernah ganti-ganti,ya!" jawab orang di sana yang akrab dipanggil Vie oleh Cinthia.

"Vie, lo dimana? Bukannya lo ada di Malay, ya?" tanya Cinthia dengan sedikit heran.

"Gue balik ke Indonesia! Nyokap Bokap gue masih di Malay. Gue nggak betah di sana! Makanya gue pingin nerusin SMA sama kuliah di sini aja." ujar Vie yang bernama lengkap Viata Ruwina.

"Sekarang lo dimana?"

"Cin, jemput gue di bandara donk! Sekarang!" pinta Vie yang sebenarnya perintah mendadak untuk Cinthia. Memang mendadak banget permintaan Vie ini. Tapi, tanpa pikir panjang, Cinthia mengiyakan permintaan sahabat dari kecilnya itu.

"Tunggu di sana,ya!" Cinthia langsung menutup ponselnya.

"Bil, kita ke bandara. Temen gue baru balik dari Malaysia. Cepet,Bil!" seru Cinthia sambil menepuk-nepuk pundak Billi.

"Apaan sih! Gue ada kuliah! Lagian, lo nggak sekolah?" tanya Billi.

"Duh, gue lagi nggak mood sekolah! Butuh refreshing nih! Kalau lo nggak bisa, sini biar gue aja yang bawa mobilnya."

Billi menepikan mobil ke pinggir jalan. Billi turun dari mobil dan Cinthia berpindah tempat ke bagian kemudi. Cinthia menurunkan kaca mobil. Kepala Billi melongok ke dalam.

" Hati-hati,ya! Pake kardigan gue di belakang. Jangan pake seragam."

Cinthia mengangguk tanda mengerti perkataan Billi. Cinthia melambaikan tangan dan kaca mobil perlahan menutup. Billi membalas lambaiannya dengan tersenyum. Diperhatikannya mobil yang lama-kelamaan menghilang dalam kerumunan mobil di jalan raya. Billi menghentikkan angkot yang lewat dan menaikinya.

Perjalanan ke bandara pagi itu macet banget! Hampir dua setengah jam Cinthia menghabiskan waktunya di jalanan. Sesampainya di bandara Cinthia langsung mencari Vie di terminal kedatangan yang Vie beritahukan padanya. Setelah sampai di terminal yang Vie beritahukan, Cinthia menghubungi nomor ponsel Vie sekali lagi. Hubunganpun tersambung.

"Vie, lo dimana?" tanya Cintha.

"Di tiang kelima dari tempat lo! Gue udah ngelihat lo kok!"

Cinthia mengedarkan pandangannya ke penjuru bandara. Dilihatnya seorang cewek dengan tinggi badan sedang mengenakan kaos putih dan jins skinny sambil menggendong ransel dan sebuah koper besar di sebelahnya melambai-lambai ke arahnya. Rambutnya yang sepunggung diikat kuda. Peluh mengucur di lehernya.

Cinthia membalas lambaian tangan itu. Dia berlari mendekati Vie. Keduanya saling berpelukkan hangat. Vie adalah sahabat karib Cinthia semenjak mereka SD. Vie pindah ke Malaysia karena mengikuti orangtuanya yang sudah pindah lebih dulu ke Malaysia karena alasan pekerjaan. Tapi, belum genap tiga tahun di Malaysia, Vie udah nggak betah di sana. Kangen sama nasi padang kayaknya.

"Apa kabar lo? Kok mendadak banget sih?" tanya Cinthia sambil membantu Vie memasukkan barangnya ke dalam mobil.

"Gue lupa kalau tante gue nggak bisa jemput. Terus gue inget lo,deh! Sorry,ya! Gara-gara gue lo jadi bolos hari ini." ujar Vie sambil menepuk pundak sahabatnya.

"Nggak pa-pa kok! Lagian, gue juga lagi nggak mood buat sekolah." ujar Cinthia lemas. Vie memandang Cinthia lama. Alisnya bertaut. Cinthia merasa risih diperhatikan seperti itu.

"Napa lo liatin gue kayak gitu?" tanya Cinthia sambil masuk ke dalam mobil. Vie mengikutinya dan duduk di sebelah Cinthia.

"Lo lagi ada masalah,ya?" tebakkan Vie telak banget buat Cinthia. Cinthia menggeleng dengan gugup.

"Lo nggak mungkin bisa bohong sama gue, Cin. Gue udah lama kenal lo." Vie diam sejenak, menunggu reaksi selanjutnya dari Cinthia. Namun, Cinthia tetap memandang lurus ke jalan. Pandangan terpaku menatap jalan raya beraspal kelabu tersebut.

"OK, kita ke tempat yang biasa dulu." ujar Vie. Cinthia mengangguk. Dia mengarahkan tujuan ke tempat yang dimaksud oleh Vie. Rumah makan padang favorit mereka.

****************

Billi sampai tepat waktu di kampusnya. Baru saja dia menuntaskan urusan bayar membayar tukang ojek, seseorang sudah menghampirinya.

"Bil, ada yang mau gue omongin." ujar cowok yang ternyata Rais. Billi menoleh ke arah Rais. Billi nggak tahu harus bersikap bagaimana kepada Rais. Di satu pihak Rais adalah cowok yang membuat Cinthia sedih karena cintanya yang bertepuk sebelah tangan. Di lain pihak Rais adalah temannya dan ia nggak bisa disalahkan sepenuhnya atas kejadian ini.

Billi masih menatap Rais. Otaknya berputar memilih-milih kata yang tepat untuk ia ucapkan.

"Hai, Rais!" sapanya ceria. Sayangnya, Rais tidak memperhatikan sapaan Billi. Rais, langsung menarik tangan Billi pelan berjalan menuju bayangan pohon yang teduh dan rindang.

"Mmm...Bil, Cinthia...nggak pa-pakan?" tanyanya agak sedikit gugup. Pandangan Rais saat itu tidak fokus dan tidak terarah. Matanya tidak menatap Billi seperti biasanya dia ngomong sama Billi. Billi menyadari keanehan pada Rais, namun didiamkannya saja.

"Gue nggak bisa cerita detailnya sama lo. Ini menyangkut masalah pribadi adek gue." Billi berhenti sejenak untuk menarik nafas dan melihat raut wajah Rais yang mendengarkan dengan serius. Billi melanjutkan ucapannya kembali.

"Gue pikir, lo nggak usah menghubungi Cinthia kurang lebih tiga hari ini."

"Emang Cinthia kenapa? Gue mau tahu keadaannya gimana?" tanya Rais bersikeras ingin tahu.

"Dia nggak pa-pa. Cuma butuh waktu untuk menata hati..." Billi tidak melanjutkan perkataannya. Dilihatnya jam tangannya. Saatnya masuk kelas.

"Udah,ya! Gue ada kelas!" Billi segera meninggalkan Rais. Berjalan menjauh dari pohon tempat cowok itu berdiri. Dengan terpaksa, Rais membiarkan Billi pergi walaupun ia masih ingin tahu lebih lanjut tentang Cinthia dan masih ingin bertanya kepada Billi. Namun, dia tidak bisa mencegahnya. Dia tidak bisa melakukan apa-apa untuk saat ini.

Tiba-tiba, ponselnya berbunyi, mengejutkan Rais dari lamunannya. Nomor yang nggak dikenal, tapi tetap Rais angkat.

"Halo?" sapa Rais dan mengalunlah suara wanita dari seberang sana.

****************

"Itu belum rejeki lo, Cin! Gue ngerti perasaan lo. Gimana rasanya bertepuk sebelah tangan. Lo pasti bisa dapetin yang bagusan kok, Cin! Tenang aja! Gue jamin! Da, tambah lagi nasinya satu piring,ya!" seru Vie sambil melambai ke uda-uda nasi Padang.

Siang itu, Vie makan nasi Padang dengan lahap. Sedangkan Cinthia, satu gelas jus mangga saja belum habis dari tadi. Kalau nggak diseruput sedikit, malah diaduk-aduk sama Cinthia.

Cinthia cuma melengos mendengar ucapan Vie. Tapi, setelah dipikir-pikir, benar juga apa yang diomongin Vie. Belum rejekinya Cinthia.

"Kalau gitu, ntar malem lo temenin gue ke suatu tempat. Gue bakal nunjukkin kejutan buat lo. "

Pandangan Cinthia berpindah dari jus ke Vie yang sedang memasukkan sesuap nasi ke dalam mulutnya.

"Kejutan?" Cinthia mengulang ucapan Vie. Vie menghabiskan nasi di dalam mulutnya.

"Abis ini lo anterin gue pulang. Ntar malem gue jemput lo jam tujuhan. Dandan ya! Jangan asal-asalan!"

Cinthia cuma mengangguk ogah-ogahan. Dirinya diliputi rasa penasaran. Kejutan apa yang akan diberikan Vie kepadanya? Tapi, yang penting, sekarang rasa sedihnya terhadap Rais sedikit demi sedikit berkurang.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!