Part 11

Cinthia menggeliat sebentar di kasurnya. Sambil membuka matanya, Cinthia menatap langit-langit kamarnya, menerawang. Ingatan Cinthia melayang mengingat kejadian-kejadian semalam yang telah dilaluinya.

Hati Cinthia senang banget mengingat sekarang dia dan Rais resmi jadian dan semua orang merestuinya termasuk Putra yang notabene sekarang menjadi mantannya yang bentar lagi bakalan balik ke Wina buat ngelanjutin studynya.

Terdengar ponselnya berbunyi. Sebuah sms di pagi hari menorehkan kegiatan awal Cinthia di pagi hari. Dengan males-malesan Cinthia mengambil hpnya yang ia letakkan di atas meja belajarnya.

Terbaca oleh Cinthia nama pengirim sms di pagi hari tersebut Raisku. Bibir Cinthia mengulas senyum bahagia . Di bacanya pesan dari Rais tersebut

Bangun! Cepetan berangkat sekolah!

Berhenti sejenak untuk mimpiin aku, ya :D

Pesan konyol dari Rais membuat Cinthia manyun untuk sementara waktu dan disambut dengan gerutuan khas Cinthia. Cinthia melihat jam pada ponselnya. Jam enam kurang. Masih banyak waktu untuk persiapan ke sekolah.

Cinthia mengecek kembali buku-buku pelajaran di dalam tasnya sebelum ia masuk ke kamar mandi untuk menyegarkan tubuhnya. Jam sudah menunjukkan enam lebih delapan belas menit ketika Cinthia keluar dari kamar mandi dan memakai seragam putih abu-abunya.

"Cinthia! Billi! Ayo turun buat sarapan!"

Terdengar dari lantai satu panggilan dari mama Wisesa yang memanggil anak-anaknya. Cinthia dengan sigap mengambil tasnya yang tadi ia lemparkan ke atas kasur. Cinthia siap memulai hari. Sejenak dia menarik nafas dalam-dalam untuk meyakinkan dirinya kembali setelah kejadian yang melelahkan kemarin.

"Gue pasti bisa ngehadapin dengan baik...Gue pasti bisa..." gumam Cinthia sambil menuruni tangga.

Billi turun masih dengan tampang bangun tidurnya dan rambut yang acak-acakkan yang membuat Mama Wisesa geleng-geleng kepala. Cinthia sama sekali nggak memepedulikan bagaimana tampang kakaknya saat itu. Yang terpenting baginya sekarang adalah menghabiskan sarapan yang udah ada di depan matanya.

"Ma...akukan kuliah siang..."

"Ya udah tidur lagi sana."

Mama Wisesa menyuruh Billi tidur lagi dan disambut dengan bahagia oleh Billi yang langsung lari ngibrit masuk ke kamarnya lagi buat ngelanjutin tidurnya.

"Ma! Aku berangkat,ya!"

Cinthia meminum habis susu yang udah disediain Bi Anti untuknya. Setelah itu Cinthia mencium pipi kanan dan kiri Mama Wisesa buat pamitan berangkat ke sekolah.

"Hati-hati ya, Cin!" ujar Mama Wisesa memberi wejangan yang dibalas Cinthia dengan senyuman cerahnya di pagi hari dengan harapan hari-hari yang bakalan dia lalui juga akan cerah secerah senyumannya barusan.

Cinthia melangkah mantap menjejakkan kakinya memasuki gerbang sekolahnya tersbut. Sekolahan yang nggak nyampe empat bulan lagi bakalan dia tinggalin bersama teman-teman seangkatannya, alias lulus 100%, Amiinn...

Cinthia berjalan menjauhi gerbang yang bakalan ditutup rapat sama Pak satpam tujuh belas menit lagi. Cinthia mencoba untuk survive di dalam kelasnya menghadapi sahabat-sahabatnya yang sayang banget sama Cinthia, sahabat-sahabat yang baru aja dia kecewain kemarin.

Cinthia masuk ke dalam kelasnya. Semua perhatian anak-anak kelasnya biasa aja sama Cinthia. Sama aja kayak hari-hari biasanya. Paling, satu dua orang nanyain tentang keadaan Cinthia.

"Cin, kenapa lo kemarin? Sakit?"

"Ya...gitu...badan gue pegel-pegel! Masuk angin kayaknya." jawab Cinthia sekenanya hanya untuk memberikan jawaban aja.

Cinthia duduk di kursinya. Gaudy belum dateng, begitu juga dengan Urdha. Tapi, Cinthia melihat tasnya Yama udah nangkrik di kursi pemiliknya. Paling-paling Yama lagi menikmati nasi uduk di kantin.

Drrt..getaran handphone Cinthia terasa di punggungnya soalnya, Cinthia narok tuh HP di ransel ijonya. Cinthia mengambil handphone dari dalam tasnya. Tertera pada layar hpnya nama Vie. Cinthia langsung menjawab callingan tersebut.

"Cin...bilangin ama sekretaris, si Yanti bilangin gue ada urusan keluarga...tiba-tiba Eyang gue masuk rumah sakit gitu, terusan kata sepupu gue, dia lagi nggak sadarkan diri gitu. Gue harus ke Samarinda,Cin! Nyokap bokap gue juga pada nyusul kok dari Malay! Oh,iya! Jangan lupa besok lo nemenin Putra balik ke Wina! Sampein pesen gue ke dia kalau udah nyampe di Wina, beliin gue tas terus kirim ke Indonesia. Udah dulu ya, Cin! Gue buru-buru,nih! Oh,iya sampein salam gue juga ke Yama, Gaudy ama Urdha. Baek-baek ya lo nggak ada gue!"

Tuuut...tuut...

Cinthia cuma bisa bengong tanpa berkata apa-apa setelah mendengarkan ocehan Vie yang nggak lumayan panjangnya. Cinthia mencerna ucapan Vie di dalam otaknya yang berwarna abu-abu. Setelah lima setengah deetik, Cinthia baru ngeh sama kata-kata yang dilontarkan Vie di telfon tadi. Cinthia berdiri dari kursinya.

"Yan! Vie nggak masuk! Dia ke Samarinda kakeknya sakit."

Yanti si sekretaris cuma manggut-manggut dan segera nulis sesuatu di buku absen kelas. Sedangkan Cinthia duduk kembali mikirin besok rencana buat nganterin Putra dan rencana buat minta maaf sama semuanya....

Cinthia sedikit murung memikirkannya. Dia takut nggak bisa ngomong apa-apa dan takut kalau tiba-tiba dirinya meledak lagi kayak kemarin. Semoga kata baek-baek dari Vie bener-bener bisa bikin semuanya baek-baek aja.

"Lo nggak pa-pakan semalem,Cin?"

Cinthia mendongak, penasaran dan kaget siapa yang nanyain perihal semalem. Terlihat Yama yang lagi minum sekotak susu low fat lagi senderan di mejanya.

"Mmm...itu...semalem..."

Cinthia agak gelagapan melihat Yama berdiri di depannya. Tubuh gemuk Yama menghalangi sinar matahari yang terpancar ke arah Cinthia menambah suasana mencekam pada diri Cinthia, serasa di filmnya Susanna.

"Rilex, mbak...lo tahukan gue bukan monster...guekan...anak baik!" ucap Yama sambil memamerkan cengiran yang buat siapa aja kangen termasuk Cinthia buat nyubit pipinya yang gede.

Yama duduk di bangku yang belum ditempati penghuninya, di seberang tempat duduk Cinthia. Yama menepuk pelan bahu Cinthia yang bikin Cinthia nyaman saat itu juga.

"Kabur ke mana lo semalem? Semua panik nyariin lo tahu!!"

Cinthia cuma bisa menunduk dan mengeluarkan sepatah kata satupun. Yama masih tetap pada posisinya, menunggu respon dari Cinthia.

"Maafin gue...," ucap Cinthia pelan sambil masih terus menundukkan kepalanya. Yama mendengar permintaan maaf Cinthia tersebut cuma nyengir iblis.

"Apa?! Lo gumam apa,Cin? Lo abis ngedumel?!"

"Ck! Gue minta maaf budeg!!!"

Cinthia lansung tereak di depan muka Yama yang tadi gangguin dia. Cinthia tahu, Yama pasti udah denger tadi. Tapi, emang Yama usilnya nggak pernah setengah-setengah, pura-pura nggak denger.

Digituin sama Cinthia, si Yama cuma ketawa-ketawa aja sambil menjauhkan diri dari Cinthia yang tiba-tiba ngamuk.

"Tenang,Bu! Tenang!!" ucap Yama masih diselingi dengan derai tawa. Cinthia yang ngelihat tingkah si Yama, balik duduk ke kursinya dengan tampang masam.

Nggak lama tawa Yamapun berhenti. Kesunyianpun menyelimuti mereka. Tanpa menolehkan pandangan ke Yama, Cinthia mengulangi kembali permintaan maafnya.

"Ma, gue minta maaf sama lo, sama Gaudy, sama Urdha. Gue udah nyia-nyiain semua perhatian yang udah lo-lo semua kasih gue...."

"Ya...gue nggak tahu harus ngomong apa lagi...cuma maaf..." ucap Cinthia sambil salting di tempatnya. Yama tersenyum tulus sambil memandangi Cinthia. Tiba-tiba Cinthia berbalik ke arah Yama.

"Ma, ntar temenin gue baekkan ama Gaudy ama Urdha,ya!? Vie hari ini nggak masuk, katanya kakeknya sakit di Samarinda...Tolong,ya Ma!?"

"He-eh...gue mau nyari cemilan lagi nih, mau ikut nggak lo?" ajak Yama sambil berdiri dari tempat duduknya dan hal tersebut diikuti oleh Cinthia.

Ternyata, sekembalinya Cinthia dan Yama dari hunting cemilannya Yama, Cinthia belum menemukan keberadaan Gaudy. Tapi, Cinthia udah ngelihat Urdha lagi tekun mempelajari bukunya.

Yama langsung menyikut lengan Cinthia. Cinthiapun menoleh ke arah Yama. Yama menunjuk Urdha dengan body languagenya yang langsung dimengerti oleh Cinthia. Secara perlahan-lahan, Cinthia melangkah maju mendekati Urdha dan langsung duduk di bangku kosong samping Urdha. Sedangkan Yama yang ngikutin Cinthia dari belakang ikutan duduk di bangku kosong depan mejanya Urdha.

"Ehhmm...Dha...ngeganggu nggak?" Cinthia mulai melontarkan basa-basinya kepada Urdha. Urdha langsung menutup buku yang dibacanya dan menoleh ke arah Cinthia dan Yama tanpa ekspresi.

"Eh..lo?! Lo baik-baik ajakan,Cin? Lo nggak kenapa-napakan?"

"Seperti yang lo lihat, gue sehat wal afiat..." jawab Cinthia yang lega banget karena Urdha memberikan respon yang positif terhadap dirinya. Cinthia memulai percakapan kembali.

"Mmm...Dha, Gaudy belum dateng?"

Kali ini, entah itu disadari Yama dan Cinthia atau tidak, ada perubahan ekspresi pada wajah Urdha.

"Gue nggak tahu..."

"Lah...diakan cewek lo,! Masa lo nggak tahu? Biasanya berangkat barengkan lo?" ujar Yama cablak.

"Gue baru putus..."

Cinthia dan Yama cuma bisa bengong dan cengok mendengar ungkapan dari Urdha tersebut. Mereka berdua nggak tahu harus ngomong apa.. Mau ngehibur Urdha, malah garing jadinya. Akhirnya, sampai bel masuk berbunyi dan guru udah masuk kelas, Gaudy tetep nggak muncul-muncul, bahkan sampai pelajaran terakhir dan bel pulang berbunyi.

Perasaan Cinthia nggak enak banget selama jam pelajaran. Jadinya, setelah bel pulang berbunyi Cinthia minta tolong ama Yama dan Urdha untuk nemenin dia ke rumah Gaudy segera.

Yama dengan senang hati mau nemenin Cinthia. Tapi, Urdha harus dibujuk dengan berjuta rayuan baru dia menganggukkan kepalanya setuju. Setelah mendapati anggukan dari Urdha, tanpa basa-basi lagi Cinthia menarik tangan dua orang tersebut menuju gerbang sekolah mereka.

Cinthia menghentikkan angkot yang menuju rumah Gaudy. Setelah angkot berhenti di depan mereka, Citnhia, Yama dan Urdha langsung masuk ke dalam angkot. Di dalam angkot, ketiga orang tersebut sudah seperti ikan pindang. Nggak cuma mereka bertiga, para penumpang yang lain juga udah kayak ikan pindang juga. Suasana penuh sesak terjadi di dalam angkot tersebut. Penumpang yang udah penuh banget dan duduk sumpel-sumpelan ditambah dengan sengatan matahari di siang hari. Pantes aja Gaudy nggak pernah absen untuk bawa mobil, bisa-bisa tuh anak jadi ikan pindang terus tiap hari.

Beruntung rumah Gaudy nggak jauh-jauh banget. Masih jarak yang lumayan sedang. Lumayanlah untuk merasakan menjadi ikan pindang beberapa menit. Mereka bertiga udah sampai di perumahannya Gaudy, belum di rumahnya. Untuk menuju rumah Gaudy, mereka bertiga membutuhkan jasa transportasi kembali dan yang pasti bukan angkot.

"Ma, kita naik apa nih? Ojek....atau...becak?" tanya Cinthia sambil menunjuk jasa transportasi tersebut.

"Menurut lo,Dha?" kata Yama balik nanya ke Urdha sambil ngelus-ngelus dagunya sok mikir.

"Yang cepet deh...ojek!" seru Urdha sambil melangkah ke arah tukang ojek.

"Tunggu...tunggu...mendingan becak, kita harus memperhatikan rakyat kecil juga, Bro!"

"Alahh...tukang ojek juga rakyat kecil!" ujar Urdha nggak sabaran.

"Tapi, becak lebih irit. Satu becak bisa bertiga, kalau ojekkan nggak bisa."

"Enak aja satu becak bertiga! Kasihan abangnya! Kasihan juga gue sama Urdha! Gue nggak mau jadi ikan pindang lagi! Udah karena gue juga nggak punya duit, kita naik becak. Tapi, dua becak. Lo satu becak, gue berdua ama Urdha!"

"Yah, Cin! Ngirit,Cin!Ngirit! BBM naik!"

"Bodo!"

Akhirnya, Yama nurut aja apa kata Cinthia. Dia naik becak sendiri sedangkan Cinthia berdua sama Urdha di becak yang lain. Selama perjalanan, Yama nggak bisa diem. Dari becak yang ia tumpangi, dia teriak-teriak ngajakkin Cinthia dan Urdha ngobrol kayak orang norak. Sesekali Yama ngeluh kalau hari ini panas banget dan dia bilang dia bisa meleleh kalau selama 365 hari cuacanya kayak hari ini nggak ganti-ganti.

Becak Cinthia dan Urdha nyampe duluan di depan rumah Gaudy. Rumah yang bercat jingga tersebut terlihat apik dan manis dari luar. Yama nyampe dengan nafas ngos-ngosan kayak abis lari. Wajarlah, dari tadi dia ngoceh mulu! Setelah membayar dua orang abang becak tersebut. Mereka bertiga diam sebentar sambil berpandang-pandang bingung satu sama lain.

"Dha, lo duluan deh yang masuk, terus lo ketuk pintunya. Lokan mantannya, jadi lebih terbiasa."

"Enak aja! Lo yang perlukan, Cin!"

"Jangan gitu...kitakan sahabat....ya nggak?" ucap Cinthia dengan wajah memelasnya.

"Alah lo berdua banyak basa-basi banget sih! Kita bertiga sahabatnya dan kita bertiga juga udah biasakan main ke rumahnya Gaudy?! Jadi, nggak usah belagak asing deh!" ujar Yama yang langsung membuka pintu pagar dan ngetuk pintu rumah Gaudy. Cinthia dan Urdha sedikit tertohok juga dengan ucapan Yama yang mau nggak mau harus mereka terima. Dengan langkah yang pelan, mereka mengikuti Yama.

Tok,tok!terdengar suara pintu yang diketuk Yama.

"Permisi! Assalamualaikum!" ujar Yama masih tetap sambil mengetuk pintu rumah Gaudy. Nggak lama, seseorang datang dan membukakan pintu untuk mereka. Pintupun terbuka dan mereka melihat Gaudy dengan baju rumahnya sedikit terkejut melihat kedatangan mereka.

" Eh! Lo,Dy! Napa lo nggak masuk tadi? Sakit? Gue masuk ya?" ujar Yama tanpa basa-basi langsung masuk dan duduk dengan santai di sofa ruang tamu Gaudy. Lain dengan Yama, Cinthia dan Urdha masih mandek di depan rumah. Tapi, Urdha mencoba untuk bersikap biasa aja.

" Hai,Dy! Apa kabar?"sapanya.

"Baik. Mmm...masuk aja..." ujar Gaudy tanpa menoleh sedikitpun ke arah Cinthia. Urdhapun masuk menyusul Yama, sedangkan Gaudy berbalik dari hadapan Cinthia.

"Dy, ada yang harus gue omongin ke lo." ujar Cinthia sambil menahan langkah Gaudy menjauhinya dengan menarik tangan Gaudy. Gaudy masih belum menoleh ke arah Cinthia sedangkan dua orang pria yang udah duduk di sofa cuma curi-curi pandang ke arah mereka berdua.

" Dy, liat gue donk!"Cinthia memutar badan Gaudy supaya mengarah kepadanya. Tapi, percuma aja kalau kepala Gaudy tetap tertunduk nggak menghadap Cinthia. Dengan paksa Cinthia mengangkat kepala Gaudy. Tapi, emang Gaudy sedikit keras kepala jadinya kepala Gaudy tetap aja nunduk.

Akhirnya, Cinthia mengambil langkah terakhir. Cinthia menarik tangan Gaudy memaksa Gaudy mengikuti ke mana dirinya melangkah. Tanpa semangat, Gaudy mengikuti Cinthia...ke arah kamarnya sendiri.

Urdha dan Yama cuma bengong ngelihatin dua orang cewek itu sambil ngemilin kacang yang ada di toples di atas meja ruang tamu Gaudy.

Cinthia membuka pintu kamar Gaudy dan kembali menutupnya. Tinggallah mereka berdua di dalam kamar Gaudy. Nafas Cinthia memburu, kecapekan. Cinthia juga nggak ngerti kenapa dia bisa ngos-ngosan kayak gitu.

Cinthia dan Gaudy masih diam. Gaudy masih belum mau menatap Cinthia walaupun sekarang mereka berdiri saling berhadapan.

"Jadi...kenapa lo putus sama Urdha?" tanya Cinthia perlahan.

"Emangnya itu penting ya buat lo?!" ujar Gaudy sengit. Kali ini Gaudy menatap Cinthia. Dia mengankat kepalanya. Keliahatan banget ekspresi kesal di wajah Gaudy saat ini. Dari matanya, terlihat sebulir air mata yang menetes dan langsung di hapus begitu saja oleh Gaudy.

" Dy, gue cuma..."

" Cuma apa?!" potong Gaudy kasar sambil menepis tangan Cinthia yang hendak menyentuh bahunya.

"Sejak kapan lo jadi peduli sama gue begini?! Atau...gue salah pertanyaan? Sejak kapan lo berfikir gue ada?!"

"Lo semua selalu ada,Dy! Lo semua sahabat terbaik gue."

"Oh,ya?! Sahabat yang selalu mementingkan diri sendiri?! Gue pedekate ama Urdha aja lo nggak tahu! Cerita tentang Rais ama kita aja lo nggak mau..."

"Tapi itu privacy..."

"Ya! Itu privacy lo! Tapi, Cin...tolong sedikit aja hargai kita saat itu. Saat kita coba buat meringankan beban lo. Lo pikir kita nggak keganggu ngeliat tampang murung lo waktu itu! Waktu lo terus nolak untuk cerita, finally kita bertiga hands up. Kita membiarkan lo untuk nyelesein semuanya dengan cara lo. Tapi, sayangnya lo makin ngebuat jarak ke kita."

" Apalagi setelah Vie sahabat kecil lo itu dateng. Jarak lo makin jauh dari kita. Waktu kita ngumpul, lo nggak pernah dateng. Tahu-tahu lo cerita kalau lo jadian ama Putra sahabat kecil lo juga. Dan yang bikin gue sakit hati lagi, lo sama sekali nggak merhatiin kita. Vie aja tahu gue ama Urdha ada affair. Tapi, kenapa lo nggak?" Gaudy duduk di atas kasurnya yang beralaskan spring bed warna orange. Gaudy menunduk, nggak sanggup menahan air mata yang dari tadi udah ngebasahin pipinya.

Cinthia yang terpaku, berdiri di depan pintu maju selangkah mendekati Gaudy. Cinthia mengulurkan tangan untuk merangkul Gaudy. Tapi, ditariknya kembali tangannya. Cinthia mengelap air matanya dan duduk bersimpuh di depan Gaudy yang masih menangis.

"Dy, gue tahu maaf emang gampang dan itu nggak cukup buat lo semua. Tapi, emang cuma kosakata maaf doank yang gue tau,Dy. Gue mau semuanya baik-baik aja walaupun gue tahu gue yang mulai semua ini dan harus gue akhiri dengan permintaan maaf yang nggak punya makna apa-apa buat lo tapi, bermakna banget buat gue kalau lo mau nerimanya! Please banget gue mohon. Gue bakal nebus kesalahan gue ke lo semua...janji...ucap Cinthia sambil menahan air matanya buat keluar lagi."

Gaudy mengangkat kepalanya. Matanya merah dengan air mata yang masih mengalir. Tapi, wajah kesalnya sudah hilang. Gaudy langsung memeluk Cinthia. Tangisannya makin meledak ketika Cinthia membalas pelukannya. Cinthia juga nggak bisa menahan air matanya lagi. Cinthia ikut-ikutan nangis bareng Gaudy.

"Tolong...bantu gue jadi sahabat yang baik buat lo semua..." bisik Cinthia perlahan. Gaudy cuma bisa ngangguk sepenuh hati mendengar permohonan Cinthia tersebut.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!