Malam ini, seperti pembicaraan di telfon. Cinthia sedang menunggu kedatangan seseorang. Tepat jam setengah delapan, orang yang ditunggu itupun datang. Putra. Sekali lagi Cinthia memantapkan keyakinan dirinya. Meneguhkan pada hati dan pikirannya kalau ini adalah yang terbaik untuk dirinya dan untuk semuanya.
Dengan senyuman yang hangat, Cinthia membuka pintu menyambut kedatangan Putra. Cinthia mencium pipi kanan dan kiri Putra dan itu sama sekali tidak diduga Putra. Cinthiapun mengajak Putra masuk menuju taman kecil di belakang rumahnya. Putra merasa heran dengan sikap Cinthia malam ini. Namun, Putra diam saja dan tidak bertanya apapun pada Cinthia.
Di taman, mereka berdua duduk dengan santai. Dibuka dengan obrolan basa-basi yang menghangatkan suasana diantara keduanya.
"Jadi, lo mau ngomong apa sama gue, Cin?" tanya Putra menanyakan maksud Cinthia. Terdapat jeda sebentar diantara mereka berdua. Perlahan Cinthia memperbaiki sikap duduknya dan menarik nafas panjang.
"Gue mau jadi cewek lo. Semuanya udah gue pikirin masak-masak." ujar Cinthia sambil tersenyum yakin pada Putra. Putra yang mendengar hal tersebut tidak dapat menyembunyikan rasa senangnya. Sambil cengar-cengir gila, dia nggak bisa berbicara apa-apa dan tingkah Putra itu membuat Cinthia ketawa.
" Wow! Amazing! Gue nggak percaya!" ujar Putra masih gelagapan. Cinthia menyentuh pundak Putra.
"Beneran kok, Put. Sekarang kita resmi jadian." ujar Cinthia. Putra hendak memeluk Cinthia, tapi, raut wajahnya sedikit bingung.
"Bo..boleh aku peluk?" tanyanya sedikit bingung. Cinthia tersenyum dan mengangguk sambil merentangkan tangannya bersiap menerima pelukkan hangat dari Putra. Putra senang banget. Langsung dipeluknya Cinthia dengan erat. Seakan-akan Cinthia nggak akan pernah Putra lepaskan dari pelukannya untuk selamanya.
Billi memperhatikan suasana tersebut dari balik jendela di kamarnya. Dia tidak berkomentar apa-apa tentang Cinthia yang memutuskan untuk menerima Putra sebagai pacarnya. Dia hanya diam, memikirkan tentang adiknya, memikirkan tentang Putra dan memikirkan tentang Rais.
Putra dan Cinthia menghabiskan malam itu dengan menikmati keberduaan mereka. Sampai kira-kira jam sepuluh, Cinthia mulai menguap yang membuat Putra tersenyum lembut.
"Kamu udah ngantuk, tuh! Aku pulang, ya! Besok mau sekolahkan? Aku jemput, ya!"
Cinthia mengangguk sambil mengucek matanya.
"Jangan telat, ya! Aku tunggu."
Putra mengangguk sambil mengelus kepala Cinthia lembut. Karena malam itu papa dan mama Wisesa tidak terlihat, Putra langsung pulang setelah pamit pulang pada Cinthia dan titip salam untuk kedua orangtua Cinthia dan tentunya juga kepada Billi. Cinthia mengantar Putra sampai ke pagar. Menunggu sampai Putra masuk ke dalam mobilnya, menyetarternya hingga Putra dan mobilnya menghilang diantara ribuan mobil yang ada pada malam itu.
Cinthia menghela nafas. Dia segera kembali masuk ke kamarnya. Tapi, tanpa diduga, Billi sudah menunggunya sambil duduk di atas kasur dengan tampang serius. Cinthia sedikit heran melihat tingkah kakaknya tersebut. Jarang-jarang Billi ada di dalam kamar Cinthia, menunggu Cinthia dengan raut wajah serius.
"Kenapa, Bil?" Cinthia bertanya sambil mengambil tempat di sebelah Billi. Bilil memandang Cinthia. Seperti sedang mencari sesuatu yang disembunyikan oleh Cinthia.
"Lo beneran jadian sama Putra?" Billi mulai bertanya.
"Iya. Kenapa? Lo harusnya ikut seneng donk kalau adek lo jadian, kenapa lo pasang tampang jutek kayak gitu? Putra tuh cowok yang perfect banget. Udah ganteng, kaya, pinter, baik, perhatian lagi."
"Kalau Putra ganteng sih gue juga tahu. Tapi, ini masalah perasaan lo, Cin. Lo udah yakinin semuanya? Gimana sama perasaan lo ke Rais ?"
Raut wajah Cinthia berubah drastis. Pucat. Dia merasa kesal dengan dirinya sendiri. Kenapa sampai saat ini gue masih belum bisa ngelupain cowok itu? Kenapa? tanya Cinthia pada dirinya sendiri.
" Gue bakal ngelupain dia dan nggak bakalan inget kalau kita pernah kenal." ujar Cinthia sambil menundukkan kepalanya. Billi yang kesal melihat sikap Cinthia langsung merenggut bahu Cinthia dan memaksanya untuk menegakkan kepalanya.
"Cin! Lo nggak boleh nyerah, Cin! Rais juga punya perasaan yang sama terhadap lo! Jadi, lo nggak bakalan bertepuk sebelah tangan!"
Ucapan Billi membuat Cinthia tersenyum. Tak dapat ia pungkiri kalau perasaannya saat itu senang mendengar hal tersebut. Tapi, Cinthia kembali teringat akan hal yang diucapkan Neta tadi siang terhadapnya, aku minta kamu jangan sekalipun berhubungan sama Rais. Anggep aja kamu nggak pernah kenal dia.. Cinthia menepis tangan Billi dari pundaknya.
"Nggak mungkin, Bil. Dia udah punya cewek. Cantik lagi. Jadi, nggak mungkin dia suka sama gue."
"Nggak mungkin, Cin! Lagian lo tahu darimana?" Billi mendesak Cinthia. Cinthia nggak mungkin ceritain masalah tadi siang.
"Udahlah, Bil. Gue ngantuk!" Cinthia segera merebahkan dirinya ke kasur dan menutupi tubuhnya dengan bed cover hijaunya. Billi terdiam, nggak tahu harus mengatakan apalagi pada Cinthia. Dia segera keluar dari kamar Cinthia dan kembali ke kamarnya sendiri. Gue harus tahu apa yang terjadi, gue bakal bantuin mereka, Putra pasti ngerti dan lebih baik Putra buat gue, kitakan seumuran hehehe...tapi, siapa ceweknya Rais? Dia nggak pernah cerita ke gue. Siapa? Billi berfikir sejenak mencari solusi untuk semua mini. Demi kebaikkan adiknya tersayang.
Pagi-pagi sekali, Cinthia sudah berada di depan meja makan menyantap sarapannya pagi itu. Tentu saja bersama papa dan mama Wisesa. Cinthia menikmati setiap satu suap nasi goreng yang ia masukkan ke dalam mulutnya. Nih, nasi emang bener-bener enak, pikir Cinthia. Sesekali Cinthia meminum jus mangga yang ada di sampingnya.
Lain halnya dengan Cinthia, Billi menuruni tangga dengan terburu-buru. Dengan membawa kertas yang bertumpuk-tumpuk dan buku yang tebal-tebal, Billi berusaha turun sambil mengalungkan flash disk pada lehernya.
"Ma,Pa! Aku berangkat,ya!" serunya ngeloyor pergi.
"Eh, Bil! Minum susu dulu!" seru mama Wisesa sambil berdiri dan membawakan susu Billi. Billi membalik badan dan menerima segelas susu dari mamanya. Billi menghabiskan susu yang diberikan mama Wisesa tersebut. Lalu, dengan terburu-buru, Billi mencium pipi mama Wisesa dan segera berangkat pergi.
"Kamu mau kemana buru-buru?!" tanya mama Wisesa sebelum Billi sempat menghilang. Tiba-tiba kepala Billi muncul kembali dari pintu depan.
"Ada presentasi! Pergi ya, Ma! Pa! Cin, gue duluan!" pamit Billi buru-buru. Terdengar suara mesin mobil dihidupkan. Dan tidak lama kemudian, perlahan deru mobilpun lenyap.
Setelah menghabiskan sarapannya, papa Wisesa berdiri dari duduknya dan pamit kepada isteri dan anaknya. Diciumnya pipi kanan dan pipi kiri mama Wisesa. Sedangkan Cinthia mencium tangan papanya dan mencium pipi papa Wisesa.
Papa Wisesa melangkah meninggalkan ruangan. Lagi-lagi suara deru mobil datang dan hilang setelah si pengendara mobil membawanya melaju ke jalan raya.
Setelah nasi gorengnya habis tak bersisa, Cinthia menghabiskan jus mangganya yang tingal sedikit lagi. Dilanjutkan dengan segelas susu non fat untuk menjaga badannya supaya nggak gendut dan tetap sehat. Terdengar bunyi klakson mobil dari luar. Cinthia menjengukkan kepalanya melihat siapa yang datang. Terlihat kepala Putra dari balik kaca jendela mobilnya. Cinthia tersenyum senang. Cinthia pamit kepada mamanya. Mengecup pipi kanan dan kiri mamanya.
Setelah menutup pintu pagarnya, Cinthia membuka pintu mobil Putra dan duduk di sebelahnya. Putra menyambut Citnhia dengan senyuman di pagi hari miliknya. Senyuman Putra yang tampak menyegarkan. Cinthiapun membalas senyuman Putra tersebut. Penampilan Putra yang seperti baru bangun tidur tidak membuat kegantengan Putra menghilang, justru Putra terlihat lebih ganteng dengan penampilannya yang berantakan itu. Dengan kaos putih dan celana batik pendek cukup membuat Cinthia terkesan walaupun penampilan Putra belum bisa membuat jantung Cinthia berdegup kencang. Tapi, Cinthia akan berusaha untuk menerima Putra dan melupakan Rais.
"Udah makan belum, Cin? Aku buatin sandwich,tuh! Ada di belakang." ujar Putra sambil terus menyetir. Cinthia melongok ke jok belakang. Dilihatnya tempat makan berwarna hijau dengan gambar harry potter pada tutupnya. Cinthia mengambil tempat makan tersebut. Dibuka tutupnya dan terlihat sandwich yang sangat menggiurkan. Bau yummynyapun tercium kemana-mana.
"Wah! Makasih, Put! Pasti enak banget!" puji Cinthia tidak melepaskan pandangannya dari sandwich yang menggiurkan tersebut
"Nggak juga. Dimakan gih."
"Aku udah sarapan, Put. Sandwichnya buat bekel di sekolah aja, ya!" ujar Cinthia yang disetujui Putra. Cinthia menutup kotak makan tersebut dan memasukkannya dalam tasnya. Putra udah baik sama gue, udah merhatiin gue. Gue juga harus jadi cewek yang baik buat dia, tekad Cinthia dalam hati.
" Kamu sendiri udah sarapan, Put?" tanya Cinthia pada Putra
"Udah. Tadi aku bikin pop mie." jawab Putra santai sambil terus menyetir.
"Kok makan pop mie?"
"Nanti kalau aku bikin sarapan bisa telat jemput kamu." ujar Putra sambil tersenyum. Cinthia nggak bisa menanggapi jawaban Putra tersebut dan hanya diam. Dirinya merasa sangat tidak enak terhadap kebaikan yang telah Putra berikan padanya.
Waktu masih terlalu pagi saat Cinthia sampai ke sekolah. Masih sedikit anak-anak yang sudah sampai di sekolah. Cinthiapun berjalan santai menuju kelasnya sendiri. Sesampainya di kelas, Cinthia hanya melihat Vie dan beberapa anak lain yang sudah sampai lebih dulu dari dirinya. Cinthia meletakkan tasnya dan menghampiri Vie.
"Sorry banget kemarin gue nggak bisa dateng!" ujar Cinthia dengan nada menyesal. Vie meletakkan buku yang sedang dibacanya dan memasang tampang jutek pada Citnhia.
"Vie, jangan ngambek, donk! Gimana kemarin? Seru?" Cinthia mencoba menarik perhatian Vie sambil menggoyang-goyangkan lengan Vie.
"Seru." jawab Vie singkat.
"Vie, ada yang gue mau ceritain ke lo." ujar Cinthia yang kali ini berhasil menarik perhatian Vie sepenuhnya untuk Cinthia. Mukanya dipenuhi rasa ketertarikkan.
"Apa?" tanya Vie antusias sambil menatap Cinthia ingin tahu
"Mmm...kemarin gue jadian sama Putra." ujar Cinthia sambil tersenyum malu.
"Wah! Selamat!!!!!" Vie bersorak kegirangan dan langsung memeluk Cinthia dengan erat. Cinthia kaget mendapat pelukan yang tiba-tiba dari Vie.
"Jadi, kemarin itu lo diajak Putra jalan? Kenapa lo nggak jujur aja sama gue! Payah lo,Cin!"
Cinthia nyengir lebar. Cengiran palsu dari Cinthia. Cinthia nggak mungkin bercerita tentang kejadian sebenarnya. Cinthia berharap supaya kejadian kemarin hanya diketahui oleh dirinya dan Neta. Jangan sampai ada orang yang lain yang tahu, terutama Rais.
Perlahan, kelas mulai ramai. Siswa-siswa mulai berdatangan dan duduk di bangku mereka masing-masing. Kali ini, Urdha datang bersama Gaudy dan mereka berdua terlihat mesra sekali. Cinthia heran melihat kemesraan diantara mereka berdua.
"Kenapa kemarin nggak dateng?" tanya Gaudy datar setelah duduk di bangkunya di samping Cinthia.
"Kemarin dia baru jadian sama Putra, sahabat gue sama Cinthia dari kecil." ujar Vie mencoba untuk membela Cinthia
"Lo jadian sama Putra? Nggak sama Rais? Kok lo nggak cerita-cerita?" tanya Gaudy lagi dengan sedikit emosi.
"Udahlah, Dy. Nggak penting nyebutin Rais." ujar Cinthia mencoba menghindari topik pembicaraan tentang Rais.
"Nggak penting juga berbagi cerita sama sahabat lo?" terdengar nada getir dari suara Gaudy. Cinthia menoleh ke arah Gaudy dan beralih ke Urdha yang hanya diam membalas tatapan Cinthia. Vie nggak bisa berbuat apa-apa untuk menenangkan Cinthia dan Gaudy. Sama seperti Yama dan Urdha, Vie hanya diam.
" Bukan gitu, Dy." Cinthia berusaha menyentuh bahu Gaudy, tapi Gaudy menepisnya.
"Gue sama Urdha jadian juga nggak pentingkan buat lo?"
"Kok bisa?!" ujar Cinthia kaget.
"Kok bisa?!" ulang Gaudy sambil mencibir Cinthia. "Selama ini lo kemana, Cin? Untuk merhatiin sahabat lo sendiri aja lo nggak bisa. Padahal kita semua udah berusaha untuk nolong lo. Jadi tempat cerita buat lo. Tapi, lo terlalu egois untuk menghadapi semua masalah lo itu sendiri, Cin. Kita udah ngasih kesempatan diri lo untuk sendiri. Tapi, jangan sampai ninggalin kita bertiga gitu aja donk,Cin. Kita bertiga, gue, Urdha dan Yama ngerasa kalau kita udah nggak diperluin lagi sama lo." suara Gaudy bergetar. Terlihat bulir-bulir air mata jatuh dari matanya. Cinthia tertunduk mendengar perkataan Gaudy dan memendam semuanya dalam hatinya. Vie memegang pundak Cinthia dan Gaudy. Tapi, dengan kasar Cinthia menepis tangan Vie.
" Ya,udah! Biarin gue sendiri!" ujar Cinthia emosi. Cinthia pergi sambil membawa tasnya. Vie mecegah Urdha yang mau mencegah Cinthia untuk pergi.
"Jangan." ujar Vie tenang.
Cinthia menerobos kerumunan siswa yang baru tiba. Beruntung bagi Cinthia karena banyak siswa yang baru tiba di sekolah sehingga dia bisa lolos dengan mudah dari pengamatan satpam sekolahnya.
Di saat seperti itu, niat Cinthia hanya satu, yaitu bolos sekolah. Pikirannya saat itu benar-benar sangat kacau. Cinthia nggak menyangka jika Gaudy mengatakan hal seperti itu kepada dirinya. Cinthia sama sekali nggak bisa menerima semua perkataan yang Gaudy katakan padanya tadi. Badan dan batinnya terlalu lemah untuk menerima banyak masalah dalam kurun waktu yang berdekatan.
Cinthia nggak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang. Harus pergi ke mana, harus melakukan apa, Cinthia benar-benar nggak tahu. Cinthia juga nggak mungkin menghubungi Putra saat ini. Dia sadar bahwa dia hanya akan merepotkan cowok tersebut. Pulang ke rumahpun nggak mungkin Cinthia lakukan. Akhirnya, Cinthia memutuskan untuk menaiki busway, mengikuti ke mana saja busway yang ia naiki tersebut membawanya pergi.
...****************...
Waktu yang diberikan untuk Billi presentasi selesai sudah. Billi menyisir rambutnya ke belakang dengan tangannya. Billi mendesah puas atas hasil kerjanya yang membuatnya harus bergadang selama beberapa hari. Billipun membereskan bahan-bahan presentasinya dan segera memasukkan bahan-bahan tersebut ke dalam map, mengambil tasnya dan membawanya keluar dari kelas.
Sambil berjalan, tangannya yang tidak memegang apa-apa merogoh ke dalam tasnya untuk mencari handphonenya. Setelah Billi menemukan handphonenya, Billi segera menekan nomor dan menghubungi nomor tersebut.
"Rais, gue mau ketemu sama lo sekarang. Penting! Di pohon yang biasa." ujar Billi dengan tegas.
Billi menyudahi pembicaraannya. Ia bergegas menuju pohon beringin tempat Billi dan Rais janjian untuk bertemu. Billi mempercepat langkahnya sama seperti keinginannya yang ingin mempercepat penyelesaian semua masalah yang ada.
" Ada apa,Bil?"
Billi menoleh ketika namanya dipanggil. Billi yang berdiri sambil bersandar pada pohon beringin itu, menegakkan tubuhnya dan menyingkirkan kulit pohon yang mengelupas yang menempel dibajunya.
"Gue mau tanya ke lo. Emang bener kalau lo udah punya cewek?" tanya Billi langsung to the point kepada Rais. Rais yang baru saja sampai menatap Billi bingung.
"Dapet kabar darimana?" tanya Rais balik pada Billi.
"Iya atau nggak?!" Billi sedikit berseru tidak sabaran menanti jawaban pasti yang keluar dari mulut Rais.
Billi menyadari, akhir-akhir ini sikap Rais tidak sejail biasanya. Dan Billi yakin, keanehan itu pasti ada hubungannya sama Cinthia dan cewek itu. Oleh karena itu Billi ingin memastikan dengan segera jawaban dari Rais. Apakah benar Rais punya hubungan dengan cewek itu atau nggak.
"Ya, nggaklah Bil! Dapet kabar iseng dari mana sih?!" kali ini Rais yang menjawab dengan sedikit sewot. Billi cuma cengengesan dan kembali serius seperti awal lagi.
"Rais, lo suka sama Cinthiakan?" Billi bertanya mantap kepada Rais. Menanyakan hal yang sudah lama ingin ia pastikan kebenarannya. Rais memandangnya.
"Nggak gue nggak suka sama Cinthia. Gue sayang sama dia." jawab Rais mantap.
Kepala Rais tertunduk, seakan-akan hal yang baru saja ia katakan sangat menyakitkan baginya. Billi menyentuh bahu Rais mencoba memberi sedikit energi positif untuk temannya itu.
" Terus Cinthia udah jadian sama sahabatnya yang namanya Putrakan? Jadi, percuma gue ngomong sama dia kalau gue sayang sama dia..." Rais menggantung ucapannya. "Tapi, gue juga yang salah. Gue terlalu takut untuk nyapa dia duluan walaupun gue tahu dia nunggu itu. Gue terlalu takut! Gue itu pengecut, ya Bil! Pecundang! Nggak cocok buat Cinthia." ujar Rais menyalahkan dirinya sendiri.
Perlahan, Rais merosot ke bawah. Dia terduduk di bawah pohon sambil melemparkan kerikil-kerikil kecil. Matanya menerawang penuh penyesalan. Sebulir air mata jatuh di pipinya.
Billi benar-benar gondok melihat sikap Rais yang menurut dia nggak gentleman itu. Dengan kesal, Billi melemparkan ranting pohon yang kering ke arah Rais. Rais kaget dan langsung berdiri.
"Apaan sih!" teriak Rais kesal.
"Oon lo, Rais! Norak banget sih lo! Kayak gitu aja udah kalah! Cupu lo, Rais ! Sok melankolis! Pake nangis segala! Emang lo lagi maen sinetron?!" cibir Billi.
Rais merasa malu diledek oleh Billi. Rais hanya memasang tampang cemberut. Jujur, Rais malu dengan sikapnya tadi dan dia membenarkan semua perkataan Billi tadi. Tanpa Rais sangka, Billi menyodorkan handphonenya kepada Rais.
" Telfon gih!"
Rais menggeleng nggak ngerti ke Billi. Rais cuma menatap handphonenya Billi sambil bengong. Rais ikut-ikutan ngeluarin handphonenya.
"Gue juga punya kok. Lagian mau nelfon siapa?" ujarnya polos dengan tampang cengo. Billi kesal melihat tampang Rais .
"Telfon Cinthialah! Emang mau nelfon siapa? Kalau pake hp lo, mana mau dia ngangkat, oon! Makanya gue pinjemin hp gue!" semprot Billi. Rais langsung ngangguk-ngangguk dan mengambil handphone yang Billi pinjamkan padanya. Tiba-tiba, handphone milik Rais berbunyi. Rais mengambil ponsel yang ada di sakunya dan melihat siapa yang menelfonnya.
Tertera nama Neta pada layar ponselnya. Rais segera berbalik dan bergerak sedikit menjauh dari Billi.
"Iya,Net? Kenapa?"
Terdengar nama Neta di kuping Billi. Billi punya feeling yang nggak enak terhadap manusia yang memiliki nama tersebut, manusia yang nelfon Rais. Billi merasa cewek yang dimaksud oleh Cinthia adalah si Neta yang sedang menelfon Rais ini. Rais menelfon cukup lama. Tapi tidak cukup lama untuk membiarkan Billi berfikir dengan otaknya.
"Siapa, Is?"
"Temen. Bil, gue duluan,ya! Ada urusan mendadak,nih! Duluan,ya!" ujar Rais dengan ekspresi yang cukup datar
"Tunggu, Rais! Mmm...Cinthia?" tanya Billi. Rais berhenti berlari. Dia menoleh ke Billi yang berharap supaya Rais meninggalkan urusannya itu.
"Mmm sorry, Bil. Besok pagi, gue bakal nyari lo, deh!" Rais berlari menjauh meninggalkan Billi yang setengah kebingungan. Sambil melambaikan tangannya, Rais terus berlari menjauh. Billi yang masih bingung membalas lambaian tangan Rais dengan pasrah.
Neta, siapa Neta? Ada hubungan apa dia sama Rais . Kalau sampai membuat Rais kayak gini, pastinya bukan sekedar teman donk! Tapi...gue percaya Rais! Si Neta itu bukan ceweknya. Tapi, siapa? Apa temen lama? Temen lama...
Billi memutar otaknya. Dia tahu siapa yang harus ia mintai tolong jika benar Neta itu temen lamanya Rais. Hanya satu orang yang Billi yakini dapat membantunya. Dan Billi yakin orang itu bisa dipercaya. Secepatnya Billi menghubungi orang tersebut, as soon as possible.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments