Tidak terasa, hari sudah mulai gelap. Senja sudah menggeser singgasana siang. Rais duduk termenung di teras kamarnya. Menikmati tiupan angin senja saat itu.
Tangannya memainkan hp. Jarinya dengan lincah memutar-mutar hp tersebut. Otaknya bingung dan bimbang antara harus menelfon Cinthia sekarang, saat ini juga atau mengikuti saran Billi, tunggu tiga hari baru bicara lagi.
Tapi, yang bikin Rais bingung untuk saat ini adalah ucapan Billi tentang menata hati. What is it mean? Apa hubungannya sama Cinthia? Hatinya? Rais memikirkannya. Diraba dadanya sendiri. Dia mempertanyakan juga tentang hatinya, perasaannya sambil menggumamkan sebuah kata, Cinthia. Perlahan rasa nyaman merasuki kalbunya di saat dia mengingat Cinthia.
Ditengah-tengah lamunannya, ponselnya berdering. Terbesit harapan dalam hatinya kalau yang menelfon itu adalah Cintha. Tapi, harapan itu pudar digantikan dengan nomor tak dikenal menghiasi layar handphonenya. Nomor yang sama yang menelfonnya taid siang.
"Halo?" sapanya agak canggung. Terdengar suara cewek yang menjawab sapaannya.
"Halo,Rais! Ini aku Neta! Kamu lagi sibuk nggak? Maaf, ya kalau aku ganggu kamu."
"Nggak pa-pa kok, Net. Kebetulan aku lagi ngelamun juga."
"Iihh...kamu jangan ngelamun manghrib-maghrib kayak gini. Banyak setannya lho!" ujar Neta dengan suaranya yang terdengar manja. Rais cuma tersenyum. Kemudian, mengalirlah percakapan antara Neta dan Rais dengan akrabnya. Walaupun begitu Rais nggak bisa menghilangkan bayangan Cinthia dari pikirannya.
****************
" Kita mau kemana sih, Vie?" tanya Cintha dengan nada yang sedikit kesal. Tangannya ditarik oleh Vie untuk masuk ke dalam mobilnya. Seperti yang telah dijanjikan Vie, jam tujuh malam Cinthia akan dijemput oleh Vie untuk melihat kejutannya. Cinthia sebenarnya agak malas. Buktinya, waktu Vie dateng, Cinthia belum siap. Dengan terpaksa, Vie membongkar lemari Cinthia dan mulai memake up Cinthia secepat mungkin.
"Tenang sedikit donk, Cin! Jangan bawel! Kita udah telat, nih! Yang bikin kita telatkan lo sendiri!" bentak Vie sambil menutup pintu mobilnya. Cinthia yang sudah duduk di samping Vie cuma bisa cemberut mendengar tanggapan temannya itu.
Vie melirik ke arah Cinthia sekilas, dia membiarkan temannya itu cemberut sepuasnya. Karena setelah bertemu kejutannya nanti Vie jamin, Cinthia nggak akan cemberut lagi.
Perjalanan menemui kejutanpun dimulai. Malam itu Vie mengendarai mobil sedikit ngebut. Jujur, sebenarnya Cinthia agak takut. Takut kenapa-kenapa. Tapi, dia diam saja nggak komentar apa-apa, sok tenang. Daripada dibilang bawel lagi sama Vie! Lebih baik dia diam.
Perjalanan mereka yang memakan waktu cukup lama karena macet, akhirnya bisa mereka akhiri di suatu restoran yang bisa dibilang cukup mewah. Cinthia saja sampai nggak percaya kalau Vie mengajak dia ke sini. Ini bener-bener surprise! pikir Cinthia.
Cinthia masih aja duduk sambil memandang restoran yang ada di depannya. Vie yang sudah lebih dulu keluar dari mobil dan mau mengunci pintu harus geleng-geleng kepala dulu melihat tingkah Cinthia.
"Mau turun nggak sih?" tanyanya sewot. Cinthia menoleh dengan pandangan tidak percaya.
"Lo mau traktir gue di tempat ini, Vie? Gila! Ini bener-bener surprise! Thanks,Vie! Lo sahabat gue yang paling baik!" ucap Cinthia sambil keluar dari mobil dan memeluk Vie dengan erat.
"Apaan sih, Cin! Bukan gue yang ngajak dinner di sini! Ngapain juga gue traktir lo makanan mahal, lo gue traktir bakso aja pasti udah seneng!" kata Vie sambil nyengir lebar.
Cinthia sempat kesal mendengar ledekkan Vie, walaupun itu memang kenyataan. Tapi, dengan cepat raut penasaran terlukis di wajah Cinthia. Siapa yang mengajaknya dinner di sini?
" Terus, siapa?" tanyanya kepada Vie. Nggak mungkin Rais kan? lanjutnya dalam hati.
"Liat aja nanti." Vie tersenyum mencurigakan. Keduanya melangkah masuk ke dalam restoran yang cukup mewah tersebut. Vie menanyakan tempat yang sudah dipesan atas nama seseorang yang nggak didengar oleh Cinthia. Setelah si waitress menunjukkan tempatnya, Vie langsung menggandeng tangan Cinthia menuju tempat yang sudah disebutkan oleh si waitress. Tambahan lagi orang yang memesan tempat sudah datang dan sudah menunggu sejak empat puluh lima menit yang lalu.
"Sorry, lama banget,ya? Gara-gara si nyonya yang satu ini nih! Dandannya lama banget!" cerocos Vie pada seseorang dan orang yang diajak ngomong itupun hanya tersenyum renyah.
Cinthia melihat orang tersebut. Mulutnya terbuka saking terkejutnya melihat cowok yang ada di hadapannya. Seorang cowok bertubuh tegap dan tinggi yang memiliki wajah yang ganteng. Pandangan tak percaya bercampur senang berada di dalam bola matanya. Vie sudah duduk dengan nyaman di samping orang tersebut.
"Putra! Ya, ampun! Kok lo bisa di sini? Kapan lo balik dari Wina?!" tanya Cinthia bertubi-tubi. Tangannya menutupi mulutnya yang mangap karena masih terlalu kaget. Sesekali Cinthia tertawa saking senangnya ketemu salah satu sahabat kecilnya. Dan tanpa disangka-sangka dia mengingat masa kecilnya saat mereka bertiga bersama-sama.
"Jadi, inget waku dulu,ya!" Putra mulai membuka mulutnya. Kedua cewek itu mengangguk, mengiyakan pernyataan dari Putra.
"Tapi, kok kalian bisa barengan gitu balik ke Indonesia?" tanya Cinthia sambil nunjuk Vie dan Putra bergantian. Jawaban Cinthia tertunda sebentar karena ada pelayan yang menawarkan menu. Vie dan Putra mulai memesan makanan mereka. Cinthia masih cengo melihat mereka. Putra yang melihat Cinthia cengo seperti itu menegur Cinthia.
"Pesen aja, Cin! Gue yang bayar." Cinthia tersadar dari kecengoannya. Dia menatap Putra malu dan segera memesan makanan.
"Makasih ya, Put." ujarnya.
"Jadi, kenapa gue dan Putra bisa balik ke Indonesia bareng karena kita sering contact-contactan nggak kayak lo!" Vie menuding Cinthia yang disambut dengan cibiran Cinthia.
"Kebetulan banget, Putra lagi libur kuliah di Wina, sedangkan gue nggak betah di Malay dan kita sama-sama mau buat surprise ke lo dan surprisenya sangat berhasilkan?" kata Vie sambil menyombongkan diri.
Tidak lama kemudian, makanan yang mereka pesan datang. Mereka bertiga memulai menyantap makanan masing-masing.
" Gue nggak nyangka bisa ketemu sama lo, Put! Kita udah lama banget nggak ketemu! Gue kangen tahu sama lo!" ujar Cinthia tanpa henti.
"Lo pikir gue nggak! Makanya waktu Vie ngajakkin gue balik ke Indonesia dan kebetulan gue punya waktu luang, kenapa nggak? Kita bisa seneng-seneng bareng lagi kayak dulukan?"
"Bener tuh! Put, besok lo ada waktu nggak? Temenin gue jalan-jalan yuk!"
"Temenin gih, Put. Nih anak satu lagi patah hati..." belum sempet Vie melanjutkan perkataannya, kakinya sudah diinjak oleh Cinthia. Vie menoleh ke Cinthia yang dengan muka kesel memelototi dia. Putra hanya tersenyum kalem.
"Lo sendiri gimana Vie?" tanya Putra.
"Gue ngurusin sekolah dan ada urusan yang lain. Cin, gue bakal masuk sekolah yang sama kayak lo! Jadi, lusa lo jemput gue,ya! Dan jangan lupa jadi tour guide gue!"
Cinthia cuma mengiyakan pernyataan Vie pelan dan Putrapun setuju untuk menemani Cinthia jalan-jalan besok.
Jam sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam. Cinithia mengajak Vie untuk pulang. Tapi, Vie menolak karena sesudah ini dia ada urusan pribadi. Akhirnya, malam itu Cinthia diantar pulang sama Putra.
Vie pergi duluan sambil melambaikan tangan ceria ke arah mereka berdua. Cinthia dan Putra membalas lambaian Vie. Mereka berdua berjalan ke parkiran tempat mobil Putra di parkir. Setelah sampai, Putra membukakan pintu untuk Cinthia dan tentunya Cinthia mengucapkan terima kasih.
Putrapun menyusul masuk. Duduk di kursi kemudi. Keduanya memasang seat beltnya masing-masing. Putra mulai menyetarter mobil dan melepas rem tangan. Mobil bergerak perlahan meninggalkna pelataran parkir restoran. Setelah membayar parkir, mobil Putra segera melesat ngebut di jalanan.
Cinthia terlihat agak canggung duduk di sebelah Putra. Walaupun Putra itu sahabat kecilnya, Tapi sekarang dia udah berubah! Lebih tinggi, lebih gagah dan ganteng! Putra yang melihat kecanggungan Cinthia tertawa kecil. Cinthia yang menyadarinya, tersipu agak malu.
"Santai aja, Cin! Gue masih sama kayak yang dulu, kok!" ujar Putra bermaksud menenangkan Cinthia dan usahanya berhasil. Terlihat Cinthia lebih rileks sekarang.
"Sekarang lo udah semester empat di Winakan, Put?" Cinthia memberanikan diri untuk bertanya.
"Iya! Gimana ujian semester lo?" tanya Putra balik.
"Ya, begitulah. Gampang-gampang susah. Nanti pas masuk semester dua, gue mau les buat persiapan ujian-ujian yang menggila itu!"
"Sukses,ya!" ujar Putra sambil mengacak-acak rambut Cinthia. Masih kayak dulu, ujar Cinthia dalam hati sambil tersenyum menatap Putra. Putra yang melihat senyuman manis Cinthia sedikit blushing.
"Napa sih lo? Senyum-senyum nggak jelas kayak gitu? Dari dulu nggak berubah,ya? Tetep nggak jelas!" ujar Putra yang dalam hati memuji senyuman manis Cinthia.
"Apaan sih! Jangan kege-eran jadi orang! ujar Cinthia sedikit sewot."
"Gue cuma inget waktu kecil dulu. Lo sering ngacak-ngacakkin rambut gue sampai gue keselkan? Terus kita kejar-kejaran deh!" ujar Cinthia. Mereka berdua tertawa mengingat masa kecil yang menyenangkan. Ingin rasanya Cinthia kembali ke masa lalu lagi. Bersenang-senang bersama Putra dan Vie. Kerjanya hanya bermain terus. Nggak ada masalah yang membebani seperti saat ini. Masalah tentang Rais terutama.
Cinthia kembali mengingat kejadian kemarin sore. Sewaktu Rais memeluk cewek yang nggak dia kenal. Wajahnya berubah murung. Putra melihat perubahan air muka Cinthia. Sambil menyetir, kepalanya menengok bergantian antara Cinthia dan jalanan.
"Napa lo? Kok jadi murung begitu?"
Cinthia menggeleng, mencoba tersenyum. Tapi, senyum yang dipaksakan yang tampak sebagai hasilnya.
"Tentang patah hati yang Vie omongin tadi? Kalau ada apa-apa, cerita aja ke gue. Guekan sahabat lo juga. Walaupun cuma sahabat kecil. Tapi, sampai sekarang masih tetep sahabatkan?" tanya Putra dengan lembut dan tanpa nada memaksa sedikitpun. Cinthia mengangguk perlahan dan melihat senyuman hangat tersungging di bibir Putra.
Walaupun awalnya masih ragu-ragu dan sedikit berbelit-belit, akhirnya, Cinthia menceritakan semuanya ke Putra tentang Rais. Tentang bagaimana waktu pertama kali Cinthia dan Rais bertemu, tentang kejadian di pembukaan pameran foto temannya Rais kemarin sampai tentang perasaannya sendiri kepada Rais.
Putra menjadi pendengar yang sangat baik. Baik banget. Dia tidak menyela sedikitpun cerita Cinthia. Dibiarkannya Cinthia melepas kegundahan hatinya. Sampai-sampai Cinthia menitikkan air mata lagi yang langsung dihapus dengan tisu oleh Putra.
Sekarang, setelah menumpahkan kegundahannya, Cinthia tertidur lelap. Kepalanya terkulai di sandaran kursi mobil. Matanya terpejam. Rambutnya yang tadi rapi, sudah sedikit acak-acakkan.
Putra memandang Cintha hangat. Terlukis senyuman hangat di bibirnya. Aku bakal ngelindungin kamu, Cin. Apapun yang terjadi. Walaupun kamu suka sama cowok lain sekalipun, bisik suara hati Putra dari lubuk hatinya.
"Cin, bangun! Kita udah sampe." bisik Putra lembut di telinga Cinthia. Mendengar suara Putra di telinganya, Cinthia langsung terbangun. Dia menggeliat sebentar di kursi, merenggangkan tubuhnya. Dilihatnya Putra sambil nyengir dan dibalas Putra dengan cengiran juga. Cinthia melepas seat beltnya dan keluar dari mobil. Putra menurunkan kaca mobilnya supaya Cinthia bisa berbicara dengannya.
"Makasih ya, Put buat traktirannya, tumpangannya dan juga buat tempat nampung cerita gue." ujar Cinthia. Putra tersenyum.
"Sama-sama. Besok mau gue jemput jam berapa,Cin?"
Cinthia berfikir sejenak.
"Mmm...lo jemput gue di sekolah aja, ya! Tahukan sekolah gue?"
Putra mengangguk mengiyakan.
"Ya udah, besok jam pulang sekolah di depan sekolah lo, ya!"
"OK!" Cinthia mengacungkan jempolnya.
Putra segera berpamitan dengan Cinthia, tidak lupa menitip salam buat Billi dan papa mama Wisesa. Cinthia menawarkan Putra untuk mampir dulu, tapi ditolak Putra. Alasannya karena sudah malam dan dia ingin pulang cepat.
Cinthia nggak lupa untuk titip salam juga untuk keluarganya Putra di Wina. Setelah Putra berpamitan, Cinthia melambaikan tangan ke Putra. Cinthia masih tetap berdiri sampai mobil Putra menghilang di tikungan.
Cinthia masuk ke dalam rumahnya dan langsung menuju ke kamarnya. Malam itu Cinthia merasa lelah dan senag karena bisa bertemu dengan sahabat-sahabat lamanya. Cinthia jadi teringat dengan sahabatnya di sekolah Gaudy,Urdha dan Yama. Apa kabarnya mereka,ya? tanya Cinthia dalam hati. Cinthia tidak sabar menunggu besok. Cinthia ingin bercerita kepada mereka tentang Putra dan Vie yang sebentar lagi akan menjadi teman baru mereka juga. Cinthia yakin kalau mereka bertiga mau menerima Vie.
Seperti biasa sebelum tidur Cinthia menyikat gigi, mencuci muka dan kaki sebelum berbaring di kasurnya yang empuk dan nyaman, sebelum menikmati tidur malamnya yang nyenyak, sebelum menghadapi tantangan hidup esok hari.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments