Part 10

Rais menoleh ke kanan dan kiri dari balik helmnya. Motornya ngebut di jalanan. Sudah semua tempat yang ia ketahui sebagai tempat hang out Cinthia telah di datanginya. Tapi, Cinthia sama sekali nggak kelihatan di sana. Rais memukul stang motornya kesal. Ke mana lagi gue harus nyari Cintha? batinnya berkata, otaknya bekerja. Rais membawa motornya ke arah tanah kusir. Walaupun tempat itu jauh banget dari rumah Cinthia dan macet abis tapi, lagi-lagi feeling Rais yang bermain di situ. Dan lagi-lagi Rais percaya akan feeling bodoh itu.

Emang seram terasa berjalan dengan kuburan di samping kanan dan kiri. Walaupun macet dan banyak kendaraan tapi, yang namanya kuburan tetep aja kuburan. Serem dan angker!

Rais nyelip-nyelip di antara mobil-mobil yang membuat pengemudinya ngomel-ngomel sambil geleng-geleng kepala.

"Dasar anak muda! Naik motornya ugal-ugalan! Nanti kalau ketabrak, yang naik mobil disalahin." ujar salah satu pengemudi.

Rais merasa haus dan ingin berhenti sebentar. Dia menghentikkan motornya di sebuah warung kecil dekat halte bus.

"Misi,Pak! Air mineral yang kecil satu ya,Pak! Dingin,ya!"

"Iya Mas!"

Sambil menunggu si Bapak warung ngambil air mineral, Rais celingak-celinguk ngelihat ke arah halte. Dilihatnya seorang perempuan sedang duduk. Kepalanya tertunduk, bajunya lusuh, rambutnya terurai ke depan. Rais bergidik ngeri. Takut itu cewek adalah cewek jadi-jadian.

"Pak! Di sini sering ada penampakkan nggak sih? Secara ni tempatkan deket kuburan." ujar Rais membuka suasana.

"Ya adalah mas, sekali-sekali. Tapi, nggak ganggu kok! Biasanya cuma numpang lewat atau cuma sekedar duduk-duduk di halte."

Mendengar kata halte diucapkan, bulu kuduk Rais meremang. Dia beneran ngerasa serem ngelihat ada cewek yang duduk di halte. Sambil ketakutan, Rais menunjuk cewek yang duduk di halte tersebut.

" Contohnya...kayak gitu...bukan,Pak..."

Si Bapak warung mengikuti arah yang ditunjuk Rais . Tiba-tiba dia ketawa. Rais heran melihat si Bapak. Bukannya ikut takut malah ketawa-ketawa. Rais jadi heran.

"Kenapa,Pak?"

"Itu mah manusia, Mas! Udah dari sore si Eneng itu duduk diem di situ. Kayaknya abis kecopetan di bus. Tadi sih udah bapak tawarin minum. Eh, si Eneng malah diem aja."

Mendengar keterangan dari si Bapak warung, rasa takut Rais hilang. Dia memperhatikan perempuan itu secara saksama dari balik kacamatanya. Diperhatikannya seragam SMA yang lusuh itu.

Seketika Rais tersentak. Cinthia! Rais yakin itu Cinthia. Ternyata feelingnya nggak salah. Entah kenapa tiba-tiba perempuan yang diperkirakan Cinthia itu menoleh padanya dan dengan terburu-buru perempuan itu bangkit dan pergi menjauh dari halte.

"Tuhkan! Manusia! Kalau kuntilanak mah terbang, Mas!"

"Makasih,Pak! Kembaliannya ambil aja!"

Rais segera meninggalkan uang tiga ribuan dan dengan cepat dia berlari menyusul perempuan yang ia yakini itu memang benar-benar Cinthia.

...****************...

Malam sudah datang dan Cinthia masih terus-terusan termenung sendirian di halte tersebut. Cinthia nggak tahu harus ngapain. Yang jelas dia belum mau pulang. Perasaannya masih belum tenang. Belum waktunya untuk memasang tampang nggak terjadi apa-apa di rumah.

Dari siang, Cinthia belum makan dan minum apa-apa. Bapak-bapak yang ada di warung deket halte udah nawarin minuman tapi, ditolak Cinthia. Cinthia bener-bener kehilangan moodnya.

Terdengar deru motor yang berhenti di warung bapak-bapak tersebut. Cinthia tidak menoleh untuk melihat. Perasaannya mengatakan itu bunyi motor Rais tapi, Cinthia cuma tertawa mengejek dirinya sendiri. Gue nggak boleh mikirin yang nggak-nggak! ucapnya pada dirinya sendiri.

Tapi, Cinthia nggak tahan untuk menoleh. Harapannya ingin Rais yang ada di situ walaupun Cinthia tahu itu nggak boleh! Cinthia menoleh dan menemukan harapannya menjadi kenyataan. Senang dan takut bercampur di dirinya. Memang Cinthia kangen ingin ketemu Rais , melihat Rais ada di depan matanya tanpa bisa disembunyikan, rasa senang terpancar dari wajahnya. Tapi, di lain sisi Cinthia nggak boleh ketemu Rais . Belum waktunya dan nggak ada waktu untuk menjalin hubungan seperti sebelumnya, walaupun hanya sekedar teman. Ucapan Neta masih terus membekas di otak dan hati Cinthia.

Segera diambil ponselnya dan dihidupkannya. Bederet message dan miss called menyerbu. Pikirannya cuma satu. Pergi dari sini secepatnya! Cinthia langsung menghubungi Putra.

"Put! Jemput aku sekarang!"

"Kamu dimana,Cin?" terdengar suara Putra yang sedikit lega.

"Tanah kusir, deket halte! Kamu...."

"Cinthia!"

Terdengar Rais memanggilnya dari kejauhan. Cinthia membeku, berhenti berjalan dan langsung mematikan ponselnya.

...****************...

Putra sedang berada di sekitar Pondok Indah ketika Cinthia secara tiba-tiba menghubunginya. Lega dan senang karena Cinthia nggak apa-apa membuat perasaan Putra menjadi hangat. Tapi, Putra mendadak khawatir ketika Cinthia mematikan ponselnya secara tiba-tiba pula. Putra langsung tancap gas ke tanah kusir. Urusan halte dia bakal cari satu-satu di sana. Yang penting bawa Cinthia pulang secepatnya dengan selamat.

...****************...

Cinthia yang membeku sama sekali tidak menoleh ketika Rais memanggilnya berkali-kali sampai Rais menyentuh pundaknya dengan nafasnya yang tersengal-sengal mengenai tengkuk Cinthia.

Cinthia masih belum berani untuk menoleh. Kata-kata Neta kemarin siang masih bergema di kepalanya, nggak satupun kata yang terlupa dari ingatan Cinthia.

Aku minta kamu jangan sekalipun berhubungan sama Rais . Anggep aja kamu nggak pernah kenal dia.

Tanpa terasa, air mata kembali meleleh di pipi Cinthia. Air mata yang terasa dingin sama dengan tangannya yang mendingin dengan tubuh gemetar. Cinthia nggak mau sedikitpun menoleh ke arah Rais . Yang ia lakukan sekarang adalah mempertahankan dirinya dalam posisi membelakangi Rais .

Tadinya, Cinthia berencana berbalik dan bilang Sorry, lo siapa ya megang-megang pundak gue? Tolong donk jangan ganggu! tapi, Cinthia nggak kuat untuk bilang hal itu. Nggak mungkin bisa!

"Cin? Lo Cinthiakan?"

Suara Rais kembali terdengar di telinga Cintha. Cinthia sadar, seberapa besar usahanya untuk ngelupain Rais , tetep dia nggak bisa ngelupain orang tersebut. Bahkan dengan tanpa permisi, rasa sayang Cinthia makin menumpuk dalam hatinya...dalam dirinya...

Rais yang masih memegang pundak Cintha, merasa sangat yakin kalau pundak perempuan yang ia pegang adalah pundaknya Cinthia. Tanpa basa-basi lagi, Rais memutar tubuh perempuan yang membelakanginya itu sehingga menghadap ke arahnya.

Cinthia dengan ketiadaan kekuatan yang dimiliki tubuhnya, mengikuti arah putaran tangan Rais yang membuat tubuhnya menghadap ke arah Rais . Cinthia langsung menunduk, Cinthia nggak kuat untuk melihat wajah cowok yang sebenarnya disayanginya itu.

Rais langsung jongkok-jongkok supaya bisa ngelihat muka Cinthia. Sambil jongkok-jongkok dengan tampang cengo, Rais menyibakkan rambut Cinthia yang menutupi mukanya. Tapi, sayang sekali rambut Cinthia tetep aja turun lagi menutupi wajah Cinthia. Rais agak frustasi melihat usahanya untuk ngelihat muka Cinthia gagal.

"Cin! Lo jangan kayak gini napa?! Kayak kuntilanak aja lo! Mendingan lo berdiri di kuburan aja deh!" ujar Rais konyol. Rais melepaskan tangannya dari bahu Cinthia. Rais mengusap-usap mukanya frustasi.

Sunyi...senyap...setelah Rais mengatai Cinthia kuntilanak. Rais udah kehabisan pikiran dan kata-kata. Otaknya mengatakan bukan waktunya untuk romantis-romantisan seperti di dalam roman picisan di saat keadaan yang melankolis di pinggir kuburan kayak gini. Bukan waktunya juga untuk nambah air mata sampai harus mengerahkan berliter-liter baskom untuk menampungnya. Rais hanya berusaha bersikap sewajarnya. Berusaha menjadi dirinya sendiri di hadapan Cinthia. Rais nggak mau mengulangi kesalahan yang ia lakukan sebelumnya. Kesalahan-kesalahan karena sikapnya dan membuat semuanya kacau.

"Gue bukan kuntilanak, monyet!!!"

Rais menoleh. Dilihatnya Cinthia yang sedang mengelap air mata dengan punggung tangannya serta menyeruput ingusnya supaya nggak luber kemana-mana. Sambil cemberut dan masih dengan tatapan sendu Cinthia menatap ke dalam mata Rais . Mendengar Rais yang memanggil dirinya kuntilanak, Cinthia mendadak kehilangan rasa melankolisnya. Hati kecilnya mulai bisa menguasainya, membisikkan hal-hal yang menyemangati dirinya. Cinthia sadar, dia harus jujur apapun yang terjadi, yang penting dia nggak boleh nangis sekarang. Nangisnya entar aja kalau semua masalahnya udah pada kelar.

"Ngapain lo?! Nggak sama Neta?!" bentak Cinthia sadis.

"Alaahh!!! Kayak tahu aja siapa Neta!!" Rais nggak mau ngalah.

"Cewek lo kan?" tanya Cinthia sedikit tertahan karena hal ini membuat hatinya sakit lagi. Rais yang melihat perubahan air wajah Cinthia perlahan mendekat ke arah Cinthia sambil tersenyum manis yang udah lama banget nggak dilihat Cinthia.

Rais memeluk hangat Cinthia secara tiba-tiba yang membuat Cinthia nggak berkutik dan diem aja saat dipeluk Rais . Perlahan air mata Cinthia tumpah lagi dan itu terasa oleh Rais yang bajunya basah kena air mata Cinthia.

"Ssst..jangan nangis lagi..." bisik Rais lembut "gue bakal ada terus buat lo! Cin...Gue...sayang sama lo."

Pernyataan yang to the point itu membuat tubuh Cinthia menjadi ringan. Satu belenggu yang membelenggunya kini putus sudah. Ternyata cintanya nggak sia-sia seperti yang ia pikirkan selama ini. Kebahagiaan mengisi nuraninya, membuatnya menangis lagi. Rais melepaskan pelukannya dan membuat Cinthia shocked (baca: syoked).

"Lo nangis mulu sih....becanda udah...romantis kayak gini juga udah gue lakuin...gue harus kayak gimana? Apa gue juga harus ikut-ikutan nangis?!"

Cinthia bengong ngelihat Rais merajuk dihadapannya.

"Lo kenapa sih,Rais ? Kesambet setan,ya?"

"Bukan gitu!! Gue pengen lo bilang gue juga sayang sama lo atau apa kek tapi jangan pake nangis!!"

Cinthia ngakak ngelihatin Rais . Ngakak ngelihat tingkah konyolnya. Tiba-tiba tawa Cinthia berhenti. Cinthia menyadari sesuatu. Gimana sama Putra? Cinthia teringat dengan cowok yang notabene adalah cowoknya. Cinthia ngerasa jahat banget sama Putra yang selama ini sudah sangat sangat sangat baik sama dirinya.

Napa lo Cin?" tanya Rais yang melihat Cinthia mendadak berhenti ketawa.

" Putra...Gue keingetan sama dia..."

Rais diam, nggak bisa berkomentar. Cinthiapun ikutan diam sambil menggigit kuku jarinya. Perlahan Rais meremas bahu Cinthia.

Tanpa mereka sadari, bapak penjaga warung bersama seorang pria sedang memperhatikan mereka berdua dengan seulas senyuman dan tarikan nafas lega. Sebelum Rais dan Cinthia pergi, pria tersebut mohon pamit pulang duluan kepada bapak pemilik warung.

Rais melaju dengan motornya sambil membonceng Cinthia di jok belakang motornya. Rais melaju secepat mungkin dengan kehati-hatian tinggi mengantar perempuan special tersebut sampai di rumahnya dengan selamat tanpa cacat sedikitpun tapi dengan tampang kucel dan lusuh banget.

...****************...

Putra memarkirkan mobilnya di depan rumah Cinthia di depan mobil yang tak ia kenali. Mungkin Illy udah pulang dan bawa temennya, pikir Putra cepat. Putra masuk ke dalam rumah Cinthia. Baru saja ia melangkahkan kakinya, Vie segera menyambutnya dengan binar mata yang penuh harapan.

Putra tersenyum kepada Vie dan meremas pundaknya. Putra melihat ke arah ruang tamu. Dilihatnya Billi dengan cowok yang tidak ia kenal berdiri dengan cemas menyambut kedatangannya.

"Cinthia gimana, Put?Vie bertanya ke Putra." Putra cuma membalasnya dengan senyuman.

"Tenang aja, sebentar lagi dia bakal nyamp." ujar Putra yang disambut dengan perasan lega yang terpancar dari wajah Vie.

"Cinthia mana, Put? Dia nggak sama lo?" tanya Vie heran. Putra menggeleng dan menambah keheranan pada diri Vie.

"Bil, bokap lo belum pulang?" tanya Putra tiba-tiba. Billi menggeleng.

"Tadi, bokap gue bilang dia nggak pulang, banyak kerjaan. Dia juga nggak tahu tentang Cinthia."

"Bagus deh! Bil, kalau Cinthia udah balik tolong kasih ini ke dia,ya!" Putra menyerahkan secarik kertas kepada Billi dan kertas itupun diterima oleh Billi.

"Mmm..Put kenalin ini Shaffaq, cowok gue..."

Putra tersenyum ke arah cowok yang dikenalkan Billi kepadanya yang ternyata cowok baru Billi yang bernama Shaffaq. Shaffaq mengulurkan tangannya dan disambut hangat oleh Putra. Setelah berbasa-basi sebentar, Putra pergi ke halaman belakang rumah Cinthia.

Putra duduk di bangku tempat mereka berdua, Cinthia dan dirinya jadian. Putra mengingat kembali peristiwa yang nggak mungkin pernah ia lupakan itu sambil tersenyum. Hari ini, hari yang sudah diperkirakan Putra akhirnya datang juga. Dari awal Putra tahu kalau hati Cinthia bukan miliknya tapi punya Rais , orang yang sesungguhnya disayangi Cinthia. Walaupun tahu dirinya hanya sebagai pelarian sementara Cinthia, Putra tetap merasa senang. Dirinya masih berarti bagi orang yang dianggapnya lebih dari sahabat itu.

Putra membungkukkan badannya, mengingat bagaimana sikap Rais tadi kepada Cinthia. Putra melihat semuanya. Dia memperhatikan bagaimana Rais bisa membuat Cinthia mengangkat kepalanya, bagaimana Rais bisa membuat Cinthia ketawa ngakak lagi. Walaupun sedih rasanya tapi, hanya ini yang bisa ia berikan kepada Cinthia, hanya sebagai sebatas pacar sehari saja, yang penting bisa membuat Cinthia merasa bahagia. Tanpa terasa, setitik air mata muncul di mata Putra. Putra mengelapnya sambil tertawa. Ternyata, gue bisa melankolis juga, pikirnya.

Putra menatap langit malam yang berada di atas kepalanya. Dipandanginya langit gelap tersebut, langit tanpa bintang. Dibiarkannya air mata meleleh di pipinya. Harapannya supaya Cintha menemukan orang yang tepat akhirnya terkabul juga dan harapan tersebut membuat hatinya sedih sekaligus lega. Dengan begitu, dia bisa tenang meninggalkan Cinthia.

Putra bakal balik lagi ke Wina buat menyelesaikan studynya. Dia bakal bener-bener konsentrasi sama studynya itu dan nggak bakalan bercabang untuk mikirin Cinthia karena dia tahu Cinthia udah bersama orang yang tepat di sisinya.

Deru motor terdengar oleh seisi rumah nggak lama setelah Putra sampai. Vie berlari keluar dan melihat dua orang, cowok dan cewek turun dari motor. Cewek itu pasti Cinthia yang diketahui Vie dari seragam SMAnya. Tapi, cowok itu...pikiran Vie bekerja. Mengingat-ingat sesuatu. Setelah ingat, mulut Viepun terbuka.

"Cinthia!!!" teriaknya dari pintu rumah. Cinthia yang mendengar namanya dipanggil langsung menoleh . Vie berlari keluar dan langsung memeluk sahabatnya tersebut.

"Cin! Lo kabur kok nggak kasih kabar ke gue? Yama ama yang lain khawatir sama lo!"

Cinthia diam. Masih merasa nggak enak sama kejadian tadi pagi di sekolah. Vie, yang menyadari itu langsung merangkul pundak Cinthia.

"Ya, udah itu nggak usah dipikirin sekarang. Nanti kita omongin. Lo capekkan? Bi Anti udah masak yang enak buat lo tuh!"

"Mmm...Vie...gue minta maaf,ya! Lagian kalau gue bilang sama lo namanya bukan kaburkan?" ujar Cinthia agar suasana tidak terlalu tegang. Viepun mengangguk mengiyakan. Cinthia melihat dua mobil terparkir di depan rumahnya. Cinthia mengenal satu mobil diantaranya. Mobil Putra.

"Putra ada di dalem,ya?"

"He-eh...lagi di halaman belakang. Kenapa?"

"Ng...nggak..eh, Vie...ini yang namanya Rais , kenalin." Cinthia memperkenalkan Rais kepada Vie. Vie yang udah dari tadi bingung akan asal-usul cowok yang nganter Cinthia pulang akirnya terjawab sudah.

"Vie."

"Rais." keduanya saling berjabat tangan sambil mengucapkan nama. Vie segera mengajak keduanya masuk. Melihat Cinthia masuk, Billi langsung bangkit dari duduknya dan segera menghampiri adiknya tersebut.

"Lo ngapain sih kabur-kabur?! Norak tahu nggak!" bentak Billi. Cinthia cuma bisa cengengesan doank. Sementara Billi sibuk ngomelin adiknya, Shaffaq yang ngikutin Billi, cuma bengong ngelihatin Rais berdiri di depan pintu.

"Lo, Rais ? Ngapain?"

"Nganterin Cinthia balik. Lo, ngapain?"

Melihat percakapan Shaffaq dengan seseorang, Billi baru engeh kalau ada Rais yang lagi berdiri depan pintu.

"Eh, lo! Masuk, sini!Berhasil juga lo nemuin adek gue???"

"Feeling gue itu hokinya gede. Jadi, sering mujarab kalau hal kayak gini..."

"Belagu lo! Kemarin kayak orang sakau sekarang baru bisa belagu..." ejek Shaffaq yang disambut dengiran cengiran lebar Rais . Seketika, Cinthia celingak-celinguk nyari sesuatu.

"Putra mana, Bil?"

Candaan Rais dan Shaffaq berhenti mendadak ketika Cinthia menanyakan keberadaan Putra pada Billi.

"Tadi sih dia ke halaman belakang. Tapi, sebelumnya dia nitipin surat ke gue buat lo. Mendingan lo baca dulu deh suratnya." ujar Billi sambil menyerahkan surat yang dititipkan Putra padanya.

Cinthia mengambil surat tersebut dari kakaknya. Dibukanya lipatan-lipatan surat tersebut sehingga nampak tulisan tangan Putra yang rapi. Cinthia membaca surat tersebut. Semua yang ada di sana bungkam melihat ekspresi sendu pada wajah Cinthia saat dia membaca surat tersebut. Seselesainya Cinthia membaca surat tersebut, Cinthia langsung menarik tangan Rais . Rais yang saat itu lagi diem doank nggak ngapa-ngapain tanpa banyak basa-basi mengikuti arah ke mana Cinthia menariknya.

Cinthia menarik tangan Rais mengajaknya ke halaman belakang, menemui Putra. Banyak hal yang harus segera diluruskan dan diselesaikan secepatnya. Khususnya problem antara mereka bertiga, Cinthia, Rais , dan Putra.

Cinthia berhenti di samping kursi kayu di halaman belakang. Ekspresi wajah Cinthia berubah ketika melihat Putra sedang duduk di sana. Putra sedang menikmati isapan terakhir dari buah mangga yang baru dia potong.

"Kok makan mangga nggak bagi-bagi?"

Cinthia bertanya sambil cemberut kepada Putra. Isi surat yang dikasih Putra adalah ajakan untuk makan mangga di halaman belakang dan jangan lupa ajak Rais . Putra cuma tersenyum lembut melihat Cinthia cemberut soalnya mangga itu buah kesukaan Cinthia dan Cinthia bakal ngambek kalau nggak dibagi.

"Yah...mangganya abis,Cin. Jatah buat lo berdua udah abis gue makan. Sama kayak abisnya waktu gue untuk jadi cowok lo. Selanjutnya, tinggal gimana cara lo berdua nyari mangga yang baru..." ujar Putra dengan santainya. Tidak ada kegetiran sedikitpun dan kekesalan dalam nada ucapannya. Putra udah sangat siap dan matang dengan keputusannya ini. Sama matangnya kayak mangga yang baru dia makan.

Mungkin dengan menghabiskan mangga sendiri, Putra jadi siap untuk menghabiskan masa jadiannya sama Cinthia. Barangkali bisa sedikit terobati dengan makan mangga, pikir Putra.

Rais cuma diem. Dia kehabisan kata-kata untuk membalas kata-kata bijak yang keluar dari mulut Putra. Sedangkan Cinthia cuma bisa terpaku memandang Putra yang membuat Putra agak salting dikit.

"Napa sih lo berdua? Udah gue restui buat jadian malah bengong!" ujar Putra sedikit jengkel dilihatin secara freak ama dua orang itu. Tanpa disangka, Rais menyentuh pundak Putra yang membuat Putra sedikit terkejut. Napa nih orang? kata Putra dalam hati.

Masih keheranan, Putra menunggu apa yang bakal di lakukan Rais sama pundaknya. Ternyata, Rais geleng-geleng kepala dan berkata

"Lo memang lelaki! Lelaki gentle! Gue salut ama lo!" ujar Rais yang membut Putra bergidik.

"Apaan sih, Rais ? Suka nggak jelas!" ujar Cinthia protes.

"Ini apresiasi yang menandakan gue menghargai dia karena dia gentle terhadap sesama lelaki!" ucap Rais nggak mau kalah. Cinthia ama Putra cuma saling pandang dan garuk-garuk kepala.

"Udah! Sekarang lo berdua gue resmiin jadian! Awas lo Rais kalau Cinthia kenapa-napa. Gue bakal bela-belain balik ke Jakarta dari Wina."

"Wina? Lo ke Wina lagi?" tanya Cinthia yang engeh ketika Putra mengucapkan kata Wina.

"Ya iyalah, Cin! Kan study gue belum kelar di sana. Sekalian gue nyari bule lagi."

"Katanya nggak tertarik bule..." cibir Cinthia.

"Itu dulu..." balas Putra nggak mau kalah. Ketiganya ketawa-ketawa ngakak nggak jelas dan berisik. Saking berisiknya, Billi sampe teriak dari dalem rumah.

"Woy!!! Berisik norak!!"

Tapi, teriakkan Billi tetep aja nggak mempan untuk mendiamkan mereka bertiga.

"Hari ini ada dua pasangan yang baru jadian deh..." ujar Putra setelah mereka berhenti ketawa.

"Dua? Siapa?tanya Cinthia penasaran."

"Kakak lo ama cowok itu yang namanya Shaffaq."

"Hah? Shaffaq? Sialan tuh anak nggak bilang-bilang! Shaffaq..." Rais segera berlari ke dalem buat minta keterangan dari Billi ama Shaffaq yang tiba-tiba jadian lagi. Cinthia dan Putra masih tetap di tempat sambil ketawa ngelihat Rais yang menyiksa Shaffaq sama Billi nggak henti-henti.

"Put, makasih untuk semuanya,ya! Sorry...sorry banget kalau jadinya kayak gini gue..."

"Ssstt...apaan sih! Gue sahabat lo kapanpun lo butuhin..."

"Dan gue juga sahabat lo berdua,sial!!" potong Vie yang tiba-tiba dateng sambil pasang muka kesel. Cinthia dan Putrapun minta maaf sama Vie yang udah menelantarkan anak itu sedemikian rupa. Tapi, yang namanya Vie nggak akan maafin kalau belum ditraktir. Terpaksa, besok sehari sebelum Putra balik ke Wina, mereka bertiga bakal jalan dulu.

"Kita masuk,yuk!" ajak Putra yang masuk ke dalam rumah duluan. Sedangkan Vie dan Cinthia berjalan di belakangnya. Sambil berjalan, Vie membisikkan sesuatu kepada Cinthia.

"Urdha, Yama, Gaudy juga sayang sama lo. Mereka khawatir sama lo. Lo tahukan apa yang harus lo lakukan?"

Cinthia mengangguk penuh arti yang membuat ulasan senyum pada Vie. Mereka berduapun menyusul Putra yang udah duduk di meja makan sambil makan masakannya Bi Anti yang nikmat banget sambil ngelihat Rais dan Shaffaq kejar-kejaran dalam rumah dan Billi yang teriak-teriak nyuruh mereka berhenti lari-larian dalem rumah.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!