"Apa tidak bisa di batalkan saja kunjungan keluarga ke rumah ayah bang?". Tanya khaira.
Saat ini mereka sedang di atas mobil, untuk berkunjung kerumah ayah Khaira.
Dimana Khaira selama ini tinggal bersama ayah dan ibu sambung juga tiga saudara tirinya.
"Hanya berkunjung saja kok. Tidak ada acara lain juga. Silaturahmi saja.
Tandanya kalau anak mereka sudah menikah, dan dibawa oleh suaminya". Jelas Nofri.
"Tapi... Aku cemas.
Ibu pasti akan marah jika disuruh mengeluarkan uang dan bekerja untuk menjamu". Ujar Khaira.
Dia yang tahu kalau ibu tirinya itu tidak pernah mau berbagi uang dengan Khaira.
Padahal uang itu dari ayah khaira sendiri.
Juga, dia dan anak-anaknya tidak pernah mau mengurus rumah. Selalu khaira yang membersihkan rumah dan memasak untuk mereka.
"Tenang saja. Semua sudah papa bicarakan dengan ayah dan om kamu kemaren.
Kita hanya mengikuti arahan orang tua". Jawab Nofri.
Perjalanan yang hanya lima belas menit membawa Khaira berada di depan rumah orang tuanya.
Lebih tepatnya kontrakan yang di sewa ayahnya. Semenjak ayahnya memutuskan menikahi ibu sambungnya.
Kharira beberapa kali mengarah kan mobil yang di supiri suaminya.
"Rumah orang tua kamu?". Tanya Nofri.
Menunjuk rumah sederhana yang berada di perumahan yang berada di pinggiran kota.
"Di kontrak ayah". jawab Khaira.
Mereka turun dari mobil yang di kendarai oleh Nofri.
Diluar dugaan Khaira.
Ternyata dia tidak disambut oleh ibu sambung dan adik tirinya.
Selain ayahnya, yang ada di rumah itu malahan ada omnya dan istrinya. Juga ada dua orang ibu- ibu tetangga dekat Khaira.
Mereka menyambut khaira dan suaminya. Dan menyuruh masuk dan duduk.
Ternyata rumah kontrakan ayah sedang di bersihkan. Semua perabot di letakan keluar rumah, dan di ruangan dalan sudah terbentang karpet, memenuhi ruangan yang tidak begitu luas.
Rumah yang ayah Khaira kontrak idak terlalu besar, juga tidak kecil Di dalam terdapat tiga kamar. dan bagian belakang terdapat dapur dan kamar mandi.
"Selamat ya Ra, kamu menikah. walau pernikahan yang penuh drama.
Kami berdo'a semoga pernikahan kalian berjalan hingga kakek nenek". Ujar salah satu ibu-ibu.
Terangga samping rumah orang tua khaira.
"Aaminn.. Terima kasih bu!". Jawab Khaira dan Nofri.
Setelah berbincang sebentar, para ibu dan istri om khaira pergi kedapur.
Maka ayah, om dan Nofri berbincang sebentar. Membicarakan acara selamatan di rumah orang tua khaira.
Khaira yang mendengar pembicaraan mereka sedikit berfikir, keman
a ibu dan adik tirinya.
Dari tadi tidak ada mereka menampakkan wajahnya.
Karena bosan, khaira minta izin untuk kekamarnya. Seperti ucapan mereka dari rumah tadi.
Khaira boleh membawa barang pribadi yang ingin dia bawa kerumah mertuanya.
Karena dia akan tinggal disana bersama suaminya.
"Astaghfirullah..". kaget khaira.
Saat baru saja membuka kamarnya. Kamar yang berada paling belakang.
"Ada apa Ra?". Tanya ayah dan omnya yang ikut terkejut mendengar Khaira beristighfar.
Mereka bertiga menuju tempat khaira berdiri. Di pintu kamarnya yang berada di ruang makan.
"Astaghfirullah..".
Ayah dan om Khairapun ikut beristighfar.
Melihat kamar khaira yang semua barang berantakan. Bahkan pakaian yang seharusnya ada di lemari sudah nemenuhi lantai kamar.
Juga isi meja belajar punya khaira sudah kosong, karena beberaoa buku dan barang milik Khaira sudah berpindah ke lantai.
Kasur springbed yang di gelar di lantaipun sudah robek-robek. Bejas di sobek benda tajam.
"Ayah akan cari mereka. Pasti ini ulah mereka". Geram ayah khaira.
"Sabar bang. Kita tidak perlu mencari mereka saat ini. Kita fokus untuk acara besok lusa". Ujar om Khaira.
"Ra, kamu bereskan saja kamarmu dulu. Sebab besok kamu akan mengibap disini.
Kalau bisa ganti kasurmu. Atau tidur melantai untuk satu malam besok". Ujar om Khaira.
"Baik om". jawab Khaira.
Dia memasuki kamar, dan diikuti oleh Nofri.
Khaira menagakkan spingbad singlenya, dan neyandarkannya ke dinding.
Lalu mengemasi pakaian yang berantakan di lantai. Tidak ada satupun yang terlipat. Semua seperti sudah di injak-injak. Kusut semua.
"Aku sudah peringatkan dari kemaren, agar dia tidak boleh ikut campur.
Tapi mereka malah menambah kekacauan. Awas saja. Mereka tidak akan boleh pulang sampai acara selesai.
Kamu tolong siapkan beberapa orang berjaga di depan, agar mereka tidak bisa masuk kesini". Ujar ayah Khaira.
Khaira mendengar percakapan ayah dan omnya. Samar, karena khaira tidak menutup rapat pintu kamarnya.
"Siapa yang melarangku pulang hah".
Tiba-tiba ibu tiri Khaira datang.
"Kamu itu bikin ulah terus. Apa sih salahnya anakku pada kalian?. Setiap hari kamu perlakukan dia seperti pembatu.
Juga selama ini kamu tidak membolehkanku memperhatikan putriku.
Semua kebutuhan kalian harus dipenuhi. Sementara kebutuhan putriku tidak satupun kamu perbolehkan". Ujar ayah khaira.
Melepaskan semua unek-uneknya.
"Tapi anakku anakmu juga mas!. Ya harus kamu yang memenuhi kebutuhannya". Jawab ibu tiri khaira.
"Anakmu adalah anakku?. Juga tanggung jawabku?.
Terus anakku aku sendiri tidak kamu bolehkan aku memperhatikannya.
Bahkan untuk kuliah saja anakku mrmakai uangku kamu katakan beban.
Apa anakmu itu tidak beban". ujar ayah Khaira.
"Untuk kamu tahu, tidak ada tanggung jawab ayah tiri sepenuhnya pada anak tiri.
Ayah tiri hanya membantu semampunya.
Kalau ingin anakmu penuh kebutuhannya, minta pada ayah kandungnya". Tambah ayah khaira.
Khaira malu mendengar ayah dan ibu tirinya bertengkar. Apalagi ada suami dan omnya di sini.
Dia memang sudah sering mendengar ayah dan ibunya bertengkar, terutama perkara uang belanja saudara tirinya.
"Apa mereka sering bertengkar?". Tanya Nofri.
"Sering. Apalagi masalah uang kebutuhan anaknya". Jawab khaira.
Dia terus mengemasi pakaiannya. Menumpuk di sudut ruangan.
"Kamu tidak akur dengan ibu tirimu?". Tanya Nofri.
Dia membantu istrinya mengemasi buku dan peralatan yang berserakan.
"Aku lebih banyak diam. Dan berusaha untuk tidak bertemu saat di dalam rumah. Karena jika sempat bertemu, aku selalu salah jika mengerjakan sesuatu.
Padahal semua pekerjaan di rumah aku yang kerjakan". Ujar Khaira.
"Semua?. Masak?. Mencuci?". Tanya Nofri.
"Hanya masak dan membersihkan rumah. Mencuci sebenarnya mereka paksa, tapi tidak mau aku kerjakan". Jawab Khaira.
"Memang adik tiri kamu berapa orang?". Tanya Nofri.
"Tiga. perempuan semua.
Tapi dia tidak di bolehkan membantu, mereka hanya meminta dan memerintah saja.
Akupun tidak begitu dekat dengan mereka. Tidak ada kecocokan". Jawab Kaira.
"Masih sekolah mereka semua?".
"Iya. Yang besar kelas tiga sma, dan yang dua masih smp. Semua ayah yang menanggung.
Aku kasihan pada ayah, tidak bisa membantah". Jawab khaira.
Nofri paham. Bagaimana tertekannya Khaira selama ini. Punya ibu dan saudara tiri.
"Kamu punya saudara?". Tanya Nofri.
"Ada. Abangku. Dia tinggal di tempat nenek, di kota D". Jawab khaira.
Nofri kembali mengangguk.
"Sejak kapan ayahmu menikahi ibu tirimu?". Tanya Nofri penasaran.
"Waktu aku kelas tiga sma, lima tahun yang lalu.
Ibu tiriku itu kerabat jauh ayah, dan ayah diminta menikahinya oleh kakek". jelas khaira.
Nofri semakin paham. Kalau ibu tiri istrinya itu bisa mengendalikan ayah khaira, karena merasa masih kerabat.
Dan ayah khaira merasa malas untuk berurusan dengan jeluarga besar jika terjadi sesuatu.
Mereka memasukan semua pakaian ke dalam plastik, yang mana tukang loudry datang menjemput setelah khaira telfon.
Nofri mengusulkan, agar semua pakaian di loundry saja. Karena sudah kotor.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments