Setelah keluar dari rumah itu, ia bisa melihat langit sudah menggelap dan suara petir kecil menghias di atas kepalanya. Naya ingin melarikan diri, sedari tadi telepon dalam sakunya berdering. Telepon yang hanya bisa menerima panggilan. Naya mengabaikannya.
Saat Naya melewati pagar rumahnya, tangannya tiba-tiba di tarik paksa oleh salah satu preman yang selalu mengikutinya. Naya tidak memberontak, tatapannya sudah kosong. Air matanya sudah tidak bisa lagi keluar. Ia benar-benar pasrah dengan apa pun yang akan terjadi. Bahkan jika Madam Riya atau siapa pun membunuhnya malam ini. Ia tidak akan keberatan.
Setelah ia kembali, di ruangan Mira sudah ada Madam Riya yang juga menunggunya. Naya hanya berjalan ke arah Mira lalu mengembalikan telepon genggam itu, sementara mulutnya terkunci rapat.
“Kau darimana?” Madam Riya bersuara.
“Rumah,” jawab Naya singkat. Ia menunduk menunggu hukuman apa yang akan ia dapatkan.
Suara sepatu mendekat ke arahnya. Madam Riya menampar keras pipi Naya, tidak hanya sekali, tapi berkali-kali. Diselingi dengan kata makian kasar dari mulut mucikarinya itu.
Naya tidak menangis atau meringis. Ia mendongak ketika rambutnya di tarik, menoleh kuat saat pipinya ditampar lagi, dan mundur ke belakang saat Madam Riya mendorong tubuhnya.
Setelah puas, Madam Riya memberikan hukuman kalau Naya tidak boleh kembali ke rumahnya lagi dalam sebulan, dan tidak mendapat libur selama itu.
Naya hanya mengangguk paham lalu keluar dari ruangan itu ketika Madam Riya sudah puas menyiksanya.
“Naya, kamu nggak apa-apa?” Clara menghampiri Naya saat ia membuka pintu.
“Aku nggak papa.” Suara Naya sangat dingin, bahkan ketika Clara ingin menyentuh pipinya yang membengkak, Naya menghempaskan tangan Clara pelan.
“Jangan khawatir, Ra.” Bibir Naya berusaha tertarik untuk tersenyum tapi terlalu sulit.
Clara hanya diam. Entah kenapa ia sangat takut melihat Naya malam ini. Ia lalu membantu Naya mengompres pipinya dengan air dan beberapa lembar tisu. Lalu ia juga membantu Naya untuk menata rambut dan riasannya. Clara tidak bersuara, begitu juga Naya.
“Naya, kamu serius pakai baju itu?” Clara terkejut melihat pilihan Naya.
Naya tersenyum kecil. “Apa salahnya? Kita kan memang kerja dengan tubuh kita.”
Clara lebih tercengang dengan jawaban tidak biasa Naya. Clara sebenarnya ingin tau apa yang sudah terjadi dengan waktu 5 jam Naya di luar.
Naya menutup pintu itu, lalu berjalan ke arah lantai 2. Tempat Noah biasa menunggunya.
“Selamat malam, Tuan Noah.” Naya memperlihatkan senyum cantiknya.
Sementara Noah sedikit terkejut melihat baju yang Naya pakai. Sudah lama ia menjadi pelanggan tetapnya, baru kali ini Naya memakai baju seperti itu.
Naya tanpa canggung lagi langsung mengambil tempat di samping Noah. Ia juga mengambil botol alkohol lalu menuangkan ke dalam dua gelas. Noah hanya diam memperhatikan Naya melakukan semua itu. Apalagi Naya melakukannya dengan sengaja membuat belahan dadanya semakin mencuat keluar.
“Apakah saya boleh menemani Tuan untuk minum malam ini?” tanya Naya dengan senyum manis.
Noah hanya berdeham mengiyakan seraya matanya menatap lurus ke arah mata Naya yang menghindari tatapannya. Noah lalu mengangkat tangannya dan mengelus pipi Naya yang ia sadari membengkak.
Naya refleks menjauhkan tangan Noah dari pipinya yang masih terasa sangat perih.
“Maaf, Tuan, riasan saya nanti mengotori tangan anda.”
“Sakit?” Noah tidak tau, kenapa malah ucapan itu yang keluar dari mulutnya.
Naya menghentikan gerakannya, Naya tidak tau apa yang Noah maksud sakit. Karena Naya sudah tidak merasakan apa pun.
“Saya sehat, Tuan. Sangat sehat.”
Noah tidak percaya, ia lalu kini menarik tangan Naya, hingga tubuhnya menabrak dada bidang Noah.
“Tatap aku, Naya. Aku sudah pernah bilangkan.” Suara rendah Noah memerintah.
Mau tidak mau, Naya menatap manik hazel itu. Mata itu memperhatikannya begitu dalam dan lekat. Tiba-tiba air mata Naya mengenang, ia tidak ingin terlihat lemah seperti itu. Karena itu, ia langsung menyambar bibir Noah. Bermain di sana. Menyembunyikan air matanya yang jatuh.
Sementara Noah tersentak. Naya menciumnya lebih dulu. Perasaan Noah kenapa tiba-tiba meringis sakit. Apalagi saat ia bisa merasakan air mata Naya yang jatuh membasahi bibir mereka. Naya bahkan tidak melepaskannya. Naya menciumnya sangat dalam dan kasar. Seperti ingin melampiaskan sesuatu.
“Tuan, bawa aku ke kamar. Aku akan membayar semua kebaikan anda selama ini,” sela Naya dalam ciuman itu.
Noah mengerti, ia kembali menciumi Naya lalu mengangkat tubuhnya dengan menempatkan kedua kaki Naya di masing-masing sisi pinggangnya, sementara Naya mengalungkan tangannya di leher Noah.
Setelah membaringkan Naya, Naya melepas sendiri pakaiannya dan dengan gerakan sensual juga melepas pakaian Noah, sementara Noah mengambil pengaman dari dalam laci nakas, tapi Naya merebutnya dan melemparkan pengaman itu jauh.
“Anda tidak perlu itu, Tuan. Jangan khawatir, saya tidak bisa hamil.”
Naya kembali menarik tubuh Noah. Tapi kini, Noah yang membanting tubuh Naya hingga Naya kembali terbaring dengan kuat membuat tempat tidur itu bergoyang.
“Kau kenapa? Apa yang terjadi?” tanya Noah yang merasa Naya sangat aneh.
Naya malah tertawa. “Tuan Muda Noah. Saya adalah seorang pelacur. Anda tidak perlu menanyakan hal itu. Saya berjanji melayani anda dengan sangat baik.”
Naya berusaha menjangkau bibir Noah lagi, kini ia tidak menghindar. Dan malam itu, Naya benar-benar kehilangan dirinya sendiri.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
AR Althafunisa
laki kagak tau diri, dasarr !!! emang Lo doang yg sedih, gemana yg ngalamin sendiri. udah kehilangan janin diangkat pulak rahimnya dan ga bisa hamil lagi. Situ sendiri enak bisa punya anak lagi lewat perempuan lain. Sekarang menyalahkan takdir ke bini 😡😡😡😡
2023-10-24
0
AR Althafunisa
😭😭😭😭😭😭
2023-10-24
0
Lylia07
sakit banget pasti jadi Naya 😭.
2023-10-08
1