SANG PENGHIBUR
“APA KAU PIKIR AKU MAU HIDUP SEPERTI INI?” Suara teriakan dari seorang pria yang sudah setengah sadar terdengar menggema di ruangan itu. Badannya terhuyung seperti akan jatuh, tapi ia mencoba menyeimbangkan tubuhnya. Bau alkohol menyeruak keluar dari napasnya. Entah sudah berapa banyak botol minuman keras yang ia habiskan.
“Aku mohon, tenanglah. Aku akan ada selalu di sampingmu, “ jawab wanita itu dengan suara yang sudah sangat lirih. Sementara pria di depannya terus saja memakinya dengan umpatan kasar.
“Naya, seandainya saja kau bisa melahirkan seorang anak … kita mungkin bisa bahagia.”
“BRIAN!” Naya sudah tidak tahan. Ia akhirnya berani menampar pria yang sudah menjadi suaminya itu. Kalimat Brian sukses membuat air mata Naya semakin mengalir deras. Hatinya hancur. Dari semua kata makian yang keluar dari mulut pria itu, kalimat itulah yang paling menyakiti hatinya.
“Kurang ajar! BANGSAT!” pekik Brian. Emosinya tersulut. Berani-beraninya seorang wanita yang sudah cacat menamparnya.
Tentu saja Brian melayangkan tamparan keras untuk Naya. Tapi, bukan … itu bukan tamparan, tapi pukulan telak di wajah sang istri. Brian masih belum puas, ia angkat kakinya lalu ia layangkan keras untuk menjangkau tubuh Naya.
Naya terdorong kuat ke belakang lalu menabrak permukaan tembok dengan sangat keras. Ia terbatuk-batuk seraya meringis memegang perutnya yang seakan ingin memuntahkan organ-organnya.
“KAU … ADALAH PENYEBAB SEMUANYA, NAY!” teriak Brian lagi.
Naya sudah tidak sanggup mendengarnya lagi. Dengan tergopoh-gopoh, ia berlari ke kamarnya, mengunci pintu dan menangis dengan histeris. Perut dan wajahnya terluka, tapi Naya malah mencengkram dadanya kuat. Hatinya lebih terluka daripada tubuhnya.
Sementara suara pecahan dari barang di luar kamar itu terus terdengar dari kamar Naya, Naya duduk di depan pintu sambil terus menangis. Seolah Tuhan kasihan padanya, ia kirimkan hujan deras di luar sana, untuk meredam semua suara makian suaminya. Kamarnya yang temaram hanya berhiaskan cahaya dari lampu pijar yang terletak di atas nakas samping tempat tidurnya. Naya menangis dengan sangat pilu.
Naya yang sedang duduk di depan pintu dengan memeluk kedua lututnya sendiri tersadar dengan suara di luar kamar yang sudah mulai tenang. Tinggal suara hujan yang masih rintik-rintik terjatuh. Naya mengedarkan pandangannya di dalam kamar itu, lalu manik matanya berhenti pada figura yang masih tergantung rapi di atas headboard ranjangnya.
Di foto itu, Naya tertawa bahagia dengan balutan gaun putih yang panjang menjuntai, ia sangat cantik di sana. Sedangkan Brian, memakai tuksedo berwarna senada dengan gaun Naya. Rambut rapi Brian yang tertata rapi dan senyuman hangat Brian yang sudah lama Naya tidak lihat lagi. Tiba-tiba semua kenangan indah itu kembali berputar-putar dalam benak Naya. Kenangan bagaimana Brian dulu melamarnya. Kenangan itu, kenangan yang akan selalu menjadi momen terindah di hidupnya.
......................
4 tahun lalu, Andarwasa High School.
“NAYA ALZETA, MAUKAH KAMU MENIKAH DENGANKU?” suara dari loudspeaker yang menyala, menggema di seluruh penjuru sekolah saat Brian mengambil alih ruang broadcasting untuk melamar Naya, kekasihnya.
Naya yang sedang mencoret-coret baju seragam bersama teman-temannya terkejut mendengar suara yang menggema itu. Suara sorakan dan tepuk tangan dari teman-temannya sukses membuat Naya menutup wajahnya dengan kedua tangan. Wajahnya sudah hampir semerah spidol yang ia pegang.
“Nay, jawab Nay.” Yuki, sahabat sekaligus roommate-nya sejak di panti asuhan sudah menggoda Naya.
“Brian, astaga.” Naya sudah ingin berlari menghampiri Brian. Tapi dari arah lapangan, Brian sudah duluan menghampiri Naya.
Naya tidak bisa menyembunyikan perasaannya yang kacau. Ia sangat malu, tapi juga sangat bahagia. Kekasihnya, Brian menepati janjinya untuk melamar Naya saat pengumuman kelulusan.
Brian yang sudah berhenti tepat di depan Naya, menekuk salah satu kakinya, lalu mengeluarkan sebuah cincin dari dalam saku celananya. Napas Naya tercekat. Air matanya sudah ingin jatuh. Ia sangat bahagia.
“Nay, mau ya, nikah sama aku,” ucap Brian dengan sungguh-sungguh.
Naya menarik napasnya dalam, membiarkan wajahnya di basahi oleh butiran-butiran air mata kebahagian dan mengangguk mengiyakan lamaran Brian.
Suara sorakan yang riuh dari semua teman-teman hingga guru yang menyaksikan kejadian itu terdengar di telinga Brian dan Naya. Tapi, mereka tidak memperdulikan itu, Brian sudah menarik Naya kepelukannya.
“Terima kasih Brian, sudah mau menerimaku yang dari panti asuhan,” lirih Naya dalam pelukan Brian.
“Tidak, Naya. Aku yang berterima kasih karena sudah mau menerima lamaranku.”
......................
Naya tersenyum getir mengingat kenangan itu. Benar kata Brian, seandainya saja … seandainya ia bisa menjaga kehamilannya saat itu, seandainya ia tidak terjatuh dari tangga saat tergesa-gesa menyambut Brian yang pulang kerja. Mungkin sekarang mereka sudah mempunyai seorang putri yang cantik. Tapi, seakan Tuhan tidak cukup mengambil putri yang ia kandung, Naya harus merelakan rahimnya ikut diangkat. Kegagalannya menjadi istri yang sempurna menghancurkan semua kebahagian Naya.
Naya berdiri dari duduknya, membuka pintu kamarnya dengan perlahan. Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh ruang tengah itu, di sana ia menemukan Brian sudah tertidur di atas sofa dengan botol alkohol yang masih ia pegang. Naya perlahan melangkah di antara serpihan pecahan barang-barang yang Brian lemparkan untuk melampiaskan amarahnya.
Naya mendekati Brian dengan sangat hati-hati setelah mengambil selimut dari dalam lemari kayu di samping meja riasnya. Naya menyibakkan selimut itu menutupi tubuh Brian, lalu ia menunduk menatap wajah pria yang masih sangat dicintainya itu. Naya berjanji tidak akan meninggalkan Brian. Sama seperti Brian yang tidak memutuskan hubungannya dengan Naya ketika mengetahui Naya berasal dan masih tinggal di panti asuhan. Brian lah yang membawa Naya ke sebuah rumah. Rumah tempat Ayah dan Ibu Brian dulu tinggal. Rumah tempat ia menemukan arti sebuah keluarga.
Naya mendekatkan tubuhnya, mencium kening Brian lalu mengucapkan sebuah kalimat yang sangat ingin ia dengar dari Brian, “Selamat ulang tahun pernikahan yang keempat, sayang. Aku akan selalu mencintaimu.”
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Winarno Suzhi
setelah baca Dia bukan manusia aku langsung cari cerita laen nya dan sampailah aku d sini thor...
2024-03-29
0
Skypea
kak, jujurly aku selalu terhipnotis dg ceritamu. kata2nya tuh ngena bgt😭 jgn bilang kalo kakak pgn menyampaikan perasaan kk lewat cerita ini🥲
2023-09-19
1
Miss Yune
semangat kakak.
2023-09-13
1