Setelah mengembalikan ponsel ke ruangan Mira, Naya berjalan dengan lemah ke ruang tunggunya. Saat membuka pintu, Madam Riya sudah ada di sana menunggu Naya. Sementara Clara sudah berdiri dengan wajah yang tertunduk.
“Saya … minta maaf, Madam.” Naya tau dia salah.
Madam Riya tidak menjawab, ia melangkah maju dan langsung menampar keras wajah Naya. “Siapa yang bilang kau bisa terlambat sejam?!”
Naya terjatuh ke atas lantai dingin ruang itu. Matanya sudah lelah menangis, ia hanya memegang pipinya yang terasa sangat perih, dan telinganya yang mendengung.
“Ini adalah peringatan pertamamu, dan aku pastikan kau akan sangat menyesal saat aku memperingatimu dua kali. Kau paham, hah?!”
Naya hanya mengangguk paham, sementara Clara sudah melihat ke arahnya dengan sangat iba.
Bunyi pintu yang dibanting terdengar di belakang Naya, Clara segera menghampiri Naya dan membantunya berdiri.
“Aku sudah bilangkan, jangan sampai terlambat kembali.” Clara ingin mengomeli Naya juga. Tapi, ketika melihat mata Naya yang sembab dan tidak bercahaya. Clara mengerti sesuatu telah terjadi.
“Clara … sekarang aku paham, kenapa kalian memilih tinggal di asrama.”
Ucapan Naya membuat Clara tersenyum sedih. “Memiliki rumah untuk pulang dan keluarga yang menanti dengan khawatir, adalah sebuah kemewahan yang tidak akan pernah seorang pelacur miliki, Nay.”
Mata Clara memancarkan kesedihan di sana. Ia tidak menangis, hanya saja baginya kata keluarga terlalu berat untuk dirinya sendiri.
“Pakailah ini, tidak terlalu seksi, kan?” Clara menyerahkan sebuah dress berwarna hitam berlengan panjang. Dress itu menutupi semua bagian depan dan terbuka di bagian punggung sampai pinggang.
Naya mengangguk, setidaknya dress itu tidak separah yang ia gunakan sebelumnya.
Setelah menghias wajah mereka, seperti biasa, mereka akan menjadi katalog untuk tamu khusus Madam Riya. Lagi-lagi, Clara dan Naya tidak terpilih. Naya berteriak bersyukur di hatinya. Pria tua di depannya itu seperti laki-laki cabul yang memiliki penyimpangan seksual Ekshibisionisme. Bagaimana tidak, laki-laki dengan rambut palsu itu dengan sengaja tidak mengancingkan celananya. Semua wanita yang berdiri di depan, bisa melihat apa yang ada di balik celana hitam pudar yang pria itu gunakan. Naya serasa ingin muntah melihatnya.
Wanita yang terpilih tentu saja sudah lebih berpengalaman dari Naya. Wanita cantik dengan tubuh yang berisi di bagian-bagian yang tepat, menyulam senyum terbaiknya. Apalai saat pria itu langsung melemparkan berlembar-lembar uang pecahan besar ke wajah sang wanita.
Wanita itu langsung sigap memungut uang yang sudah terjatuh ke lantai dan menyelipkannya ke belahan dadanya yang terbuka. Naya sepertinya tidak akan pernah bisa melakukan hal itu. Naya tidak menghakimi apa yang dilakukan wanita itu. Hanya saja, adegan itu sangat tidak biasa untuk Naya.
Saat Madam Riya keluar dari ruang itu, wanita-wanita yang tidak terpilih ikut keluar dari sana.
Clara sedikit berlari meninggalkan Naya dan menyusul langkah Madam Riya. Terlihat Clara berkata sesuatu, lalu Madam Riya menjawab Clara, dan Clara hanya mengangguk mendengarnya. Karena suara musik yang kencang, Naya tidak tau apa yang di katakan Clara dan Madam Riya.
Saat Naya sudah berhasil menyusul langkahnya dengan Clara, Clara sudah tersenyum senang.
“Ayo, kita ke lantai 3.” Clara langsung menarik Naya menuju lift yang berada di ujung selasar.
Naya hanya mengikut langkah Clara. Ia belum pernah sampai ke lantai teratas gedung itu. Biasanya ia hanya selalu berada di lantai 1, dan di lantai 2 adalah kamar-kamar VVIP, tempat di mana ia menemui klien pertamanya, Noah.
Saat pintu lift terbuka, Naya bisa mendengar suara musik yang lebih keras dari biasanya. Naya menutup telinganya yang hampir tidak bisa menampung frekuensi getaran dari lantai itu.
“Selamat datang di club malam terbaik di kota ini!” teriak Clara di telinga Naya yang tertutup sambil mulai menari-nari.
Naya hanya mengangguk-mengangguk saja mendengar suara Clara dan suara musik beradu dalam pendengarannya.
“Kita tidak apa-apa naik ke sini?!” tanya Naya dengan berteriak juga.
“Tenang, tadi aku sudah minta izin sama Madam.”
Tempat itu sangat luas dan terdiri dari dua bagian. Naya dan Clara kini berdiri sambil bersandar di pinggiran pagar yang menjadi batas antara lantai atas dan lantai bawah club itu.
Di bawah sana, Naya bisa melihat banyaknya wanita dan pria menari, berlompat dan meliuk-liukkan tubuh mereka mengikuti suara musik yang semakin bergemuruh. Sebuah lampu gantung kristal mewah menjuntai diatas mereka. Sedangkan lampu lainnya bergantian menyorot ke segala arah dengan berbagai warna. Menambah gairah yang memanas, perasaan yang menggebu, dan energi yang seakan tidak akan habis.
Naya menolehkan pandangannya, kini ia menilik apa yang berada di seberang tempatnya berdiri. Di sana, banyak sofa dan meja yang berjejer yang ditempati mereka yang berpakaian dengan merek mahal. Beberapa wanita dengan pakaian lebih terbuka terlihat menggoda pria-pria yang memesan tempat itu.
Di tempat lain, Naya melihat mereka yang tidak memiliki kekayaan seperti orang-orang di sofa itu, hanya bisa berdiri tanpa kursi dan satu buah meja bundar kecil di tengah mereka. Meskipun begitu, mereka tetap menikmatinya.
Naya kembali mencari tempat ia bisa duduk. Sepatu high heelnya lagi-lagi sangat menyiksa jari jemari kakinya yang sudah menekuk di dalamnya. Naya melihat di bawah sana, ada sebuah bar dengan tiga orang bartender di belakang meja panjang itu yang sedang menyiapkan minuman untuk mereka yang tidak ingin turun ke lantai dansa.
“Bisa kita ke sana?!”
Clara mengikuti arah telunjuk Naya dan mengangguk. Naya yang sudah tidak sabar mengistirahatkan kakinya, langsung menarik Clara lalu menuruni anak tangga untuk mencapai tempat itu. Setelah menemukan kursi kosong, Naya langsung membuka high heels-nya dan bernapas lega. Ia seperti baru saja berjalan sejauh 10 km. Kakinya sangat pegal.
“Nay, aku tinggal, ya? Sudah lama aku tidak ke sini.” Clara memohon ke Naya.
Naya tentu saja mengangguk membolehkan, ia bukan lah seorang anak kecil. Naya sendiri tidak tau, kenapa Clara sangat menjaganya. Tapi, itu bukanlah sebuah keluhan. Naya sangat menyukai Clara. Seperti mendapat teman baru dengan penderitaan yang sama.
Clara sudah maju ke lantai dansa dengan menari-nari. Naya hanya bisa tersenyum melihat Clara yang kesenangan.
“Anda mau meminum apa?” Seorang bartender dengan perawakan yang tinggi dan sebuah tindikan di alisnya bertanya ke Naya.
“Ada jus jeruk?” tanya Naya malu-malu.
Bartender itu tersenyum ramah. “Bagaimana kalau minuman ringan rendah alkohol?” tawarnya.
Naya sedikit ragu. Tapi, kalau alkoholnya rendah seharusnya ia tidak akan apa-apa. “Boleh,” jawab Naya dan langsung di sambut senyum bartender itu.
Setelah beberapa saat, barista itu meletakkan sebuah gelas kecil yang transparan dengan cairan berwarna kuning dan sebuah potongan jeruk nipis di pinggir gelas itu. Naya mengira itu adalah minuman rasa jeruk dengan sedikit asam dari jeruk nipis. Tapi, Naya salah, minuman itu terasa seperti membakar tenggorokannya. Naya mengaduh sambil menatap sinis ke arah bartender itu yang sudah tertawa melihat reaksi Naya.
“Saya minta maaf, tapi bagaimana after taste-nya? Enak, kan?”
Naya yang masih menatap marah bartender itu menelan sisa-sisa minuman di dalam mulutnya. Memang setelah rasa terbakar itu, indera pengecapnya seperti diobati oleh rasa manis dan segar yang datang setelahnya. Naya hanya mengangguk untuk menjawab pertanyaan bartender itu.
“Sekarang, cobalah meminumnya dengan perlahan. Jangan langsung menelannya. Biarkan rasanya berganti manis dulu,” saran bartender itu.
Setelah mengikuti arahannya, Naya kini tersenyum puas. Ia belum pernah merasakan minuman alkohol sebelumnya. Tapi untuk pertama kalinya, ia menyukai rasanya. Setelah melihat Naya menikmati minumannya, bartender itu kini melayani tamu yang lain.
Sambil meminum isi gelasnya, entah kenapa Naya kembali terbawa ke kenangan saat ia menemui suaminya sore tadi. Naya bersedih, karena tidak lagi merasakan cinta dari Brian. Apa benar, Brian tidak mencintai dirinya lagi? Naya langsung menggeleng untuk menjawab pertanyaan di kepalanya sendiri, tidak mungkin suaminya seperti itu. Buktinya, Brian masih memberikannya bunga untuk ulang tahun pernikahan mereka.
Naya yang sudah menghabiskan minuman itu, kembali melihat ke arah bartender yang tadi melayaninya. Tapi sepertinya ia masih sibuk dengan tamu yang lain. Sementara Naya sudah mulai kehausan. Naya tidak tau apa yang membuatnya sangat ingin minum lagi. Apakah karena tubuhnya ketagihan minuman itu, atau karena hatinya memanas.
“Anda mau menambah minuman?” Seorang bartender lain tanpa tindik bertanya ke Naya.
“Iya, aku mau minuman yang seperti ini lagi,” jawab Naya dengan suara yang melemah.
Bartender itu segera mengangguk dan berbalik untuk menyiapkan minuman Naya. Saat tiba, minuman itu berwarna sama dengan sebelumnya, hanya saja warnanya lebih pekat. Naya tidak peduli, selagi itu adalah minuman untuknya, ia akan meminumnya.
Rasanya hampir sama, tapi tidak seringan sebelumnya. Naya meminumnya lalu mengarahkan pandangannya untuk mencari Clara di lantai dansa. Naya menilik satu persatu wanita di depan sana tapi tidak menemukan Clara. Naya mulai panik, ia menajamkan penglihatannya untuk mencari Clara. Saat turun dari kursinya, Naya hampir terjatuh, pandangannya tidak fokus, kepalanya terasa sangat berat.
Sebuah tangan kekar berhasil menahan tubuh Naya. Naya ingin berdiri tegak tapi tubuhnya tidak bisa bekerja sama. Pandangan Naya mengabur, ia hampir tidak bisa melihat siapa laki-laki tinggi yang sudah berani menyentuhnya.
“Apa yang kau lakukan di sini?” Suara pria itu terdengar akrab di telinga Naya.
“Aku … sedang mencari temanku,” jawab Naya dengan terbata-bata.
Saat Naya akan berjalan menuju ke kerumunan di depannya dengan oleng, tiba-tiba ia merasakan sebuah tangan dari belakang, melilitkan jaket kulit untuk menutupi bagian pinggul Naya. Naya yang berbalik untuk protes tiba-tiba merasakan dirinya di angkat dengan posisi wajah dan tubuhnya menghadap ke bawah, sementara perutnya yang menjadi tumpuan sudah bertengger di bahu pria itu.
“Memberontaklah, selagi kau bisa,” tantang suara rendah itu.
Naya tau, itu bukanlah sebuah tantangan, tapi sebuah ancaman. Kepala Naya yang berputar-putar mulai mengenali suara rendah khas satu orang yang pernah ia temui. “Noah,” gumam Naya sebelum ia blackout.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
El
untung babang Noah
eh
gak untung juga sih yaa 🤔
2023-08-27
1