Bab 19 Misi Dimulai

Alvin sosok yang suka bercanda berlebihan, tapi jika membuatnya marah karena sebuah pengkhianatan maka orang itu akan menemukan sisi lain dari sosok Alvin. Candaan Alvin kadang membuat lawan bicaranya suka terbawa perasaan jika menjadi sasarannya, tapi begitulah dia. Dia tidak merubah sifatnya walau dia seorang pimpinan. Indri sudah biasa dengan candaan Alvin, dan sepertinya hanya dia yang memahami bagaimana Alvin.

"Ammak, aku lanjut pekerjaan aku, Ammak tetap di sini jangan pergi ya."

"Aku baru datang, masa mau pergi lagi?" balas Indri.

Indri berbaur dengan para pekerja Nadi di perkebunan, dan tidak lupa untuk mengawasi cucunya yang terlihat begitu ceria bermain dengan anak-anak di sana. Para pekerja kembali meneruskan pekerjaan mereka, sedang Indri membantu ibu Nadi membereskan piring dan gelas.

"Itu tadi anaknya Pak Haji Midun?" tunjuk Indri pada salah satu pemuda yang baru saja mengambil sekarung pakan ayam.

"Iya, kamu masih mengenali warga desa lama rupanya." Ibu Nadi berusaha menerima kehadiran wanita di depannya ini. Selama ini dia sangat benci wanita yang menyakiti salah satu tetangganya ini.

"Kok bisa dia kerja sama Nadi? Padahal di desa lama, Bapaknya lumayan berada dan Nadi salah satu pekerja dia." tanya Indri.

"Salah mengelola warisan. Tidak lama setelah pembebasan lahan, Bapaknya meninggal, nah anak-anak yang dapat warisan miliaran itu lupa diri, ada yang bangun rumah besar, beli mobil dan lainnya, tidak memikirkan usaha apa yang akan mereka jalani untuk melanjutkan kehidupan setelahnya. Seakan hidup berhenti begitu saja saat uang tabungan mereka habis."

"Uang milaran membuat mereka kalap, hingga sibuk bergaya, lupa segalanya," komentar Indri.

"Begitulah, mereka memegang uang miliaran merasa uang itu sangat banyak, padahal uang itu lewat begitu saja kalau dibangunkan rumah bertingkat dan mobil." Ibu Nadi teringat semua warga desa seketika membeli mobil dan membangun rumah beton. "Tapi, sebagian ada warga yang rumahnya belum selesai, karena uang yang mereka miliki hampir habis, akhirnya pada kelabakan bingung bagaimana meneruskan hidup."

"Pasti bangun rumah seukuran istana itu, karena merasa uang miliar banyak, tapi lupa menghitung berapa pengeluaran lain selain pembangunan rumah itu," komentar Indri.

"Bisa jadi, mereka berlibur keluar negri, dan jalan-jalan sesuka mereka." Ibu Nadi menggela napasnya, dan kembali melanjutkan ceritanya. "Hanya sedikit warga yang membeli tanah untuk membuka perkebunan baru, sebagian besar tidak berminat berkebun lagi, hanya santai sambil menikmati uang pembebasan lahan yang mereka miliki. Beberapa tahun kemudian mereka datang mengemis pekerjaan karena kehabisan uang."

"Jangankan uang, gunung saja kalau terus menerus dikeruk bisa rata." Indri mulai mengerti mengapa orang-orang yang dulu dia kenal memiliki ekonomi lebih baik dari Nadi, sekarang malah jadi pegawai Nadi, ternyata mereka keliru menikmati harta mereka. Perputaran roda kehidupan yang mengejutkan karena salah mengelola harta.

"Sejak uang pembebasan cair, juragan Taufik langsung mengajak Nadi beli tanah untuk perkebunan yang lebih luas. Alhamdulillah, perjuangan Nadi berbuah manis berkat bimbingan Taufik juga. Tidak sia-sia menahan diri dari membangun rumah mewah dan tidak membeli mobil dari uang pembebasan lahan, karena jika kalap seperti sebagian besar warga, nasib kami tidak akan berubah, tetap saja sebagai pekerja di perkebunan orang."

"Alhamdulillah, ekonomi kalian meroket naik berkat kerja keras, kesabaran, dan kegigihan kalian."

Tempat istirahat itu sudah bersih, piring dan gelas kotor sudah ditangani oleh pekerja yang lain. Indri dan ibu Nadi duduk santai sambil memandangi pekerja yang merawat tanaman.

"Tapi ada janggal, saat Nadi belum sukses, Shamil setia bersamanya, selalu menemani Nadi berkebun, tapi saat Nadi punya segalanya, aku kaget kalau Nadi dan Shamil sudah bercerai." Indri memulai misinya.

"Aku juga tidak tahu rumah tangga anakku, bukan cuma kamu, aku juga terkejut atas perceraian mereka."

"Sampai detik ini, aku masih memikirkan, apa alasan Shamil dan Nadi bercerai. Orang ketiga? Itu tidak mungkin, karena Nadi pria yang sangat baik juga penyayang," ucap Indri.

"Aku sempat menuduh anakku, apakah dia punya wanita lain sehingga Shamil mengajukan cerai? Nadi bersumpah tidak pernah memiliki wanita lain selain istrinya. Mungkin Shamil bosan hidup di desa. Karena setelah bercerai ku dengar dia kembali bekerja di sebuah perusahaan besar. Kalau masih bersama Nadi, mungkin dia malu kalau suaminya hanya seorang pekebun."

"Malu? Bukannya sebelum menikah Shamil sudah tahu apa pekerjaan Nadi?"

"Sebelum menikah, Shamil sudah tidak bekerja di perusahaan. Mungkin dia merasa biasa saja dengan profesi Nadi. Pemikiranku saja, mungkin saat dia akan bekerja, dia akan malu jika teman kerjanya tahu kalau suaminya tidak memiliki jabatan, maaf biasanya orang kota kalau kerjanya tidak di kantor dianggap tidak keren."

"Aduh, ada-ada saja pemikiranmu, nggak semua lagi. Majikan saya Tuan Alvin, bekerja di perusahaan orang posisi dia sangat berpengaruh. Tapi dia malah mengundurkan diri dan mendalami usaha peternakan yang dulu dikelola Ayahnya. Hasilnya sekarang? Peternakan dia besar dari gajih sebagai pegawai, bahkan ada di mana-mana."

"Yah, gengsi seseorang beda-beda. Ada yang gengsi nggak apa-apa gajih kecil yang penting berseragam. Sedang yang lain, nggak apa-apa berjibaku dengan kotoran ayam, yang penting hasilnya nggak cuma cukup untuk buat makan, tapi bisa naikin haji orang sekampung."

Berbicara banyak dengan Indri, membuat ibu Nadi menyadari, Indri tidak seburuk yang dikatakan oleh ibu Taufik.

Hari semakin sore. Banyak hal yang Indri lewati di perkebunan itu. Rasanya dia kembali ke desanya dulu, di mana aktivitasnya sibuk mengurus tanaman dan hewan peliharaan. Begitu juga Tifa, dia sangat bahagia bermain dengan anak-anak ayam yang baru di lepaskan ke kandang.

Sedang di sebuah perusahaan, Akhsan buru-buru membereskan barang-barangnya.

"Kenapa San? Ngebet banget pengen pulang, sudah di ujung ya?" goda Ari.

"Ada mertua aku di rumah, nggak enak kalau pulang telat," alasan Akhsan. Dia segera meninggalkan kantor dan melajukan motornya menuju kontrakan Shamil.

Akhsan sengaja pulang lebih awal dari Shamil, agar bisa mencegat wanita itu di depan pintu sebelum dia masuk rumah. Kalau Shamil sudah di dalam rumah, tentu dia tidak akan membukakan pintu buat Akhsan. Rencana Akhsan berjalan seperti yang dia harapkan. Saat Shamil turun dari mobil, Akhsan menahannya.

"Jangan marah amma, aba nggak kemari bukan karena amma ada tamu. Beneran di rumah ada mama Zella."

"Ya sudah, pulang saja sana ke rumah Zella. Ngapain aba kemari?"

"Aba nggak tenang kalau amma ngambek sama aba. Dengan apa aba buktiin kalau yang aba katakan memang sebenarnya?"

"Amma nggak ngambek!" Shamil membuang muka.

"Kalau nggak ngambek, buka dong blokirannya. Hidup Aba gelap rasanya kalau nggak bisa hubungin Amma. Seharian ini aba nggak fokus bekerja karena mikirin Amma."

"Aba, minggir! Amma capek, amma mau istirahat!" Tanpa Akhsan ucapkan, dia yakin berhasil membuat hari Akhsan kacau karenanya.

"Aba nggak akan minggir sebelum amma maafin aba."

"Amma tuh nggak terima, setiap Amma haid, aba cuma datang untuk makan. Walau kita nggak ngapa-ngapain. Amma juga butuh aba walau sekedar pelukan saja. Amma sudah capek kerja. Amma ingin bersandar di bahu aba yang kokoh ini." Shamil mengeluarkan air mata buayanya.

"Maafin aba, sekarang ayok kita masuk."

"Masuk? Aba nggak langsung pulang aja? Gimana tante Indri?"

"Dunia aba kacau kalau amma marah sama aba, ketenangan aba itu cuma amma."

Shamil bersorak dalam hati, hanya modal air mata dan pura-pura marah. Akhsan meringkuk dalam genggamannya. "Buat makan malam kita beli aja ya, amma lagi nggak mood masak."

Ya nggak bisa masak, aku belum chat bibi minta masakin. Kalau tiba-tiba ada masakan, ketahuan selama ini yang dia makan bukan masakanku, batin Shamil.

"Beli camilan saja, kalau makanan berat buat amma saja. Habis isya, aba harus pulang. Sepertinya mama Indri akan masak banyak. Pas aba ke rumah tadi dia habis belanja di pasar sepertinya. Boleh aba pulang habis isya?"

"Aba temani walau sebentar, amma sudah bahagia."

Akhsan melupakan lelahnya. Setelah masuk rumah, Shamil memandikannya, dan menyeka setiap jengkal tubuhnya.

Rasanya waktu terlalu cepat berputar, tidak terasa adzan isya berkumandang dari segala penjuru. Akhsan bersiap untuk kembali.

Sedang di rumah Zella. Zella mematung mendengar ibunya meminta izin untuk membawa Tifa bersamanya untuk tinggal sementara di desa Nadi, untuk menemani majikannya.

"Kamu tenang saja Zella, walau anakmu di sana, aku jamin sekolahnya lancar. Aku akan tugaskan supir untuk antar jemput dia." Alvin meyakinkan.

"Aku senang di desa itu ma, banyak teman. Terus aku bisa lakuin banyak hal," Tifa menambahi.

"Aku nggak pernah pisah sama Tifa ma, apa aku bisa?" Zella masih keberatan.

"Kamu bisa ketemu Tifa di depan gerbang sekolah saat pagi, atau menemaninya saat menunggu jemputan di jam pulang sekolah. Ayolah sayang, ini semua demi--" Indri mengisyarat akan tujuannya.

"Izinin ya ma, aku suka di sana," rengek Tifa.

Zella terpaksa mengangguk, karena anaknya juga ingin ikut Neneknya tinggal sementara di sana.

"Ya sudah, bantu mama kemas seragam sekolah, buku, baju, dan keperluan buat Tifa," pinta Indri.

"Iya ma." Zella menatap kearah Tifa. "Sayang, kamu temani om Alvin ya. Mama mau kemas keperluan kamu buat di sana."

"Iya mama."

Ibu dan anak itu segera masuk ke kamar Tifa.

"Bagaimana ma? Ada kemajuan?" tanya Zella.

"Mama baru datang sehari, mana mungkin mama grasak-grusuk nanya banyak orang tentang Shamil, bertahap sayang. Mencari informasi, mama tidak bisa mendengar hanya di satu pihak. Mama harus cari informasi versi pihak lain."

"Bagaimana aku hadapi Akhsan? Aku takut dia mendekatiku," ucap Zella lirih.

"Kamu pasti bisa hadapin dia, tenang, sabar dan berpikir. Ide akan muncul sendiri saat kita terpojok."

"Mama tadi siang belanja banyak, buat makan malam kamu dan Akhsan, kamu masak sendiri."

"Makasih banyak ma." Zella terharu atas perjuangan ibunya.

"Hanya ini yang bisa mama lakukan."

Terpopuler

Comments

🍭ͪ ͩIr⍺ Mυɳҽҽყ☪️ՇɧeeՐՏ🍻𝐙⃝🦜

🍭ͪ ͩIr⍺ Mυɳҽҽყ☪️ՇɧeeՐՏ🍻𝐙⃝🦜

Apa yang kau dapatkan dengan merampas kebahagiaan wanita lan tidak akan bertahan lama, Syamil.... ingat itu!!

2023-10-17

1

🍭ͪ ͩIr⍺ Mυɳҽҽყ☪️ՇɧeeՐՏ🍻𝐙⃝🦜

🍭ͪ ͩIr⍺ Mυɳҽҽყ☪️ՇɧeeՐՏ🍻𝐙⃝🦜

Yaa begitulah.... uang membuat lupa segalanya.

2023-10-17

0

Riana

Riana

air mata buaya betina

2023-10-14

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1
2 Bab 2
3 Bab 3
4 Bab 4
5 Bab 5
6 Bab 6
7 Bab 7
8 Bab 8 Teman Masa Kecil
9 Bab 9
10 Bab 10
11 Bab 11 Ikhlaskan Masa Lalu
12 Bab 12
13 Bab 13 Titip Salam
14 Bab 14 Warisan
15 Bab 15 Firasat Seorang Ibu
16 Bab 16 Rencana
17 Bab 17 Drama Shamil
18 Bab 18 Rencana Indri
19 Bab 19 Misi Dimulai
20 Bab 20 Bau
21 Bab 21 Percaya
22 Bab 22 Tragedi
23 Bab 23 Elisa
24 Bab 24 Tulang Rusuk Jadi Tulang Punggung
25 Bab 25 Sumber Rasa Sakit Itu
26 Bab 26 Ibu Sakit
27 Bab 27 Berjasa?
28 Bab 28 Rongsokan
29 Bab 29 Tante itu siapa?
30 Bab 30 Menggila
31 Bab 31 Tawaran
32 Bab 32 Cerai
33 Bab 33 Hadiah dari Ayah
34 Bab 34 Rumah
35 Bab 35 Kesepian
36 Bab 36 Takut Nikah
37 Bab 37 Kemarahan Zella
38 Bab 38 Sadis
39 Bab 39 Kamu Dipecat!
40 Bab 40 Mereka Menipuku
41 Bab 41
42 Bab 42 Makin Bahagia
43 Bab 43 Di Rumahkan
44 Bab 44 Kami Sudah Bercerai
45 Bab 45 Ranti Vs Shamil
46 Bab 46 Lamaran?
47 Bab 47 Ditolak
48 Bab 48 Membangun Kembali Mimpi
49 Bab 49 Ide Gila Ranti
50 Bab 50 Jalani Aja Dulu
51 Bab 51 Gatot (Gagal Total)
52 Bab 52 Penipu Sebenarnya
53 Bab 53 Shamil Penipu
54 Bab 54 Kesempatan
55 Bab 55 Bensin dan Api
56 Bab 56 Pelakor
57 Bab 57 Kemarahan Ibu
58 Bab 58. Didiamkan Sahabat
59 Bab 59 Tak Kenal Sehari
60 Bab 60 Salah Faham
61 Bab 61 Memangnya Kita Siapa?
62 Bab 62 Hutang Jasa
63 Bab 63 Syarat?
64 Bab 64 Sebuah Kepercayaan
65 Bab 65 Meninggalkan Demi Menyelesaikan
66 Bab 65 Sebatas Mimpi
67 Bab 66 Ikhlaskan
68 Bab 67 Mimpi
69 Bab 68 Zella ... Munaroh
70 Bab 69 Jubae vs Elisa
71 Bab 70 Tak Punya Urusan
72 Bab 71 Karena Anak Bu Jubae
73 Bab 72 Itu Sudah Biasa
74 Bab 73 Mama Mengerti
75 Bab 74 Bukan Salah Kamu
76 Bab 75 Tidak Mengerti
77 Bab 76 Tak Semudah Itu
78 Bab 77 Balas Dendam Itu ...
79 Bab 78 Tak Berdaya
80 Bab 79 Pulang lah
81 Bab 80 Sendirian Di Masa Tua
82 Bab 81 Perempuan Paling Cantik
83 Bab 82
84 Bab 83 Dukungan Ayah
85 Bab 84 Bukan Zella
86 Bab 85
87 Bab 86 Dilabrak
88 87 Dia Anakku
Episodes

Updated 88 Episodes

1
Bab 1
2
Bab 2
3
Bab 3
4
Bab 4
5
Bab 5
6
Bab 6
7
Bab 7
8
Bab 8 Teman Masa Kecil
9
Bab 9
10
Bab 10
11
Bab 11 Ikhlaskan Masa Lalu
12
Bab 12
13
Bab 13 Titip Salam
14
Bab 14 Warisan
15
Bab 15 Firasat Seorang Ibu
16
Bab 16 Rencana
17
Bab 17 Drama Shamil
18
Bab 18 Rencana Indri
19
Bab 19 Misi Dimulai
20
Bab 20 Bau
21
Bab 21 Percaya
22
Bab 22 Tragedi
23
Bab 23 Elisa
24
Bab 24 Tulang Rusuk Jadi Tulang Punggung
25
Bab 25 Sumber Rasa Sakit Itu
26
Bab 26 Ibu Sakit
27
Bab 27 Berjasa?
28
Bab 28 Rongsokan
29
Bab 29 Tante itu siapa?
30
Bab 30 Menggila
31
Bab 31 Tawaran
32
Bab 32 Cerai
33
Bab 33 Hadiah dari Ayah
34
Bab 34 Rumah
35
Bab 35 Kesepian
36
Bab 36 Takut Nikah
37
Bab 37 Kemarahan Zella
38
Bab 38 Sadis
39
Bab 39 Kamu Dipecat!
40
Bab 40 Mereka Menipuku
41
Bab 41
42
Bab 42 Makin Bahagia
43
Bab 43 Di Rumahkan
44
Bab 44 Kami Sudah Bercerai
45
Bab 45 Ranti Vs Shamil
46
Bab 46 Lamaran?
47
Bab 47 Ditolak
48
Bab 48 Membangun Kembali Mimpi
49
Bab 49 Ide Gila Ranti
50
Bab 50 Jalani Aja Dulu
51
Bab 51 Gatot (Gagal Total)
52
Bab 52 Penipu Sebenarnya
53
Bab 53 Shamil Penipu
54
Bab 54 Kesempatan
55
Bab 55 Bensin dan Api
56
Bab 56 Pelakor
57
Bab 57 Kemarahan Ibu
58
Bab 58. Didiamkan Sahabat
59
Bab 59 Tak Kenal Sehari
60
Bab 60 Salah Faham
61
Bab 61 Memangnya Kita Siapa?
62
Bab 62 Hutang Jasa
63
Bab 63 Syarat?
64
Bab 64 Sebuah Kepercayaan
65
Bab 65 Meninggalkan Demi Menyelesaikan
66
Bab 65 Sebatas Mimpi
67
Bab 66 Ikhlaskan
68
Bab 67 Mimpi
69
Bab 68 Zella ... Munaroh
70
Bab 69 Jubae vs Elisa
71
Bab 70 Tak Punya Urusan
72
Bab 71 Karena Anak Bu Jubae
73
Bab 72 Itu Sudah Biasa
74
Bab 73 Mama Mengerti
75
Bab 74 Bukan Salah Kamu
76
Bab 75 Tidak Mengerti
77
Bab 76 Tak Semudah Itu
78
Bab 77 Balas Dendam Itu ...
79
Bab 78 Tak Berdaya
80
Bab 79 Pulang lah
81
Bab 80 Sendirian Di Masa Tua
82
Bab 81 Perempuan Paling Cantik
83
Bab 82
84
Bab 83 Dukungan Ayah
85
Bab 84 Bukan Zella
86
Bab 85
87
Bab 86 Dilabrak
88
87 Dia Anakku

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!