Kakak-beradik itu terdiam mengingat betapa ibu mereka sangat menyayangi Zella, begitu juga Bapak mereka. Rasanya anak kandung kedua orang tuanya adalah Zella, bukan mereka. Zella lebih istimewa bagi kedua orang tua mereka, daripada mereka sendiri. Bahkan sampai warisan pun Zella dapat lebih awal. Mereka juga tidak bisa menggugat, karena semua surat-surat itu kekuatan hukumnya lengkap, semua harta hibah kedua orang tuanya untuk Zella didaftarkan pada Notaris.
"Entah apa pelet istrimu itu, sehingga ibu bersikeras menjodohkan kamu sama dia, bahkan almarhum Bapak begitu sayang padanya, aku tidak habis pikir, tanah perkebunan yang begitu luas di Batu Alam, Bapak berikan begitu saja pada Zella. Padahal anak Bapak itu kita, bukan Zella!"
"Masalah kebun itu sangat jelas, Bapak sakit hati sama kita berdua. Kamu lupa saat Bapak sakit parah dan masuk Rumah Sakit? Saat itu kita berdua bukan hanya tidak pulang saat Bapak manggil, tapi jarang menemani Bapak. Hanya Zella yang ada buat Bapak, padahal saat itu dia hamil Tifa," sela Akhsan.
"Wajarlah Zella yang stand by buat jaga Bapak atau ibu, kan dia nggak kerja, cuma selonjoran di rumah!" Ranti tidak terima disalahkan karena tidak mendapat warisan yang dia inginkan, dia merasa lebih berhak dari Zella, karena dia anak kandung, dan Zella hanya menantu.
"Kamu lupa Ran? Saat itu Bapak harus segera di operasi, kamu nggak bisa kasih dana, aku juga nggak bisa, karena kita berdua mementingkan keinginan kita. Kamu lupa siapa yang jadi pahlawan saat itu? Mamanya Zella, dia rela menjual kebun karetnya yang sangat produktif demi menyelamatkan Bapak. Saat itu ibu pengen jual kebun itu, tapi nggak ada yang beli. Lalu Bapak berikan kebun itu pada Zella adalah hal yang wajar, mungkin Bapak memberikan itu sebagai ganti tanah mama Zella yang dilepas karena menyelamatkannya."
"Kakak tuh sama aja kayak yang lain! Selalu nyalahin aku!"
"Bukan nyalahin kamu, tapi dalam permasalahan waktu itu kita berdua yang salah. Andai kita di posisi Bapak, bagaimana kita bisa tidak merasa kecewa? Anak yang dia besarkan selama ini, tidak peduli padanya saat dia terkapar di ranjang Rumah Sakit, dimana kita?"
"Males bahas itu! Intinya Bapaknya harusnya ngerti kesibukan kita!" Ranti tidak mau mengalah.
"Iya, Bapak ngerti jadi diam aja, lalu dia membalas kebaikan seseorang yang menolong dia waktu itu, sebagai anak, aku berusaha memahami keputusan Bapak, sebab itu aku mau tanda tangan saat kita menghadap Notaris."
"Ya iya kamu setuju, yang dapat istrimu! Tentu kamu akan menguasai tanah itu! Beruntung aku pintar, aku baru setuju tanda tangan, saat Bapak bersedia memberikan rumah ini untukku. Jadi ... Kakak harus ingat, rumah ini milikku! Nggak ada hak Kakak di sini!"
"Aku juga tahu ini rumahmu Ran ...."
"Nah, ngerti dong harusnya, kalau mau main kesini tuh izin aku dulu! Karena ini milik aku!"
Akhsan membeku mendengar kalimat yang tidak mengenakan itu. Seketika dia teringat keributan dia dan Zella saat dirinya kekeh memberikan semua yang diwariskan padanya pada Ranti.
Mohon dipikir ulang Bah, aku nggak masalah abah mau berikan semua harta abah untuk Ranti. Tapi bagaimana Tifa? Ada Abah sisihkan buat masa depan dia? Kita orang tuanya, kita yang bantu menyiapkan masa depan Tifa, agar dia memiliki tangga untuk meniti mimpinya.
Ranti itu adikku, apapun yang terjdi pada Tifa atau padaku, dia tidak akan diam saja. Dia pasti bantu!
Memiliki harta sendiri lebih baik bah, daripada menunggu bantuan orang lain. Abah berharap Ranti siap bantu? Mimpi bah! Bapaknya yang berjuang mati-matian untuknya dia abaikan, apalagi Abah yang hanya Kakaknya.
Halah! Kamu iri sama Ranti! Kamu saja yang pengen dapat warisan banyak dari Bapakku kan!? Aku tidak meminta persetujuanmu, semua warisan yang diberikan atas namaku, semua aku berikan pada Ranti!
Mengingat perdebatannya dengan Zella waktu dulu, membuat Akhsan semakin tersiksa. Apa yang Zella katakan benar-benar terjadi.
"Kamu kenapa begini Ran? Kamu lupa apa yang aku berikan sama kamu, nilainya melebihi rumah ini, tapi aku menginjakan kaki di sini saja kamu perhitungan begini."
"Aku mau tidur, males banget kalau mood aku hancur gara-gara ribut sama Kakak."
Setelah Ranti pergi, Akhsan segera menuju kamar yang dulu dia tempati sebelum menikah. Dia tidak habis pikir mengapa Adiknya begitu rakus akan warisan. Padahal dia sudah banyak mengalah, dan memberikan apa yang seharusnya untuknya pada Ranti. Tetap saja Ranti merasa tidak mendapat keadilan, dan berusaha mengusik tanah yang sudah diberikan pada Zella jauh sebelum Ayahnya meninggal.
Sedang di kediaman Zella.
Entah berapa lama waktu berlalu yang mereka habiskan untuk berbicara tanpa arah. Akhirnya 3 orang itu perlahan larut ke alam bawah sadar mereka. Zella masih menyelam dalam mimpi, namun suara panggilan pada handphonenya membuatnya kembali pada kenyataan.
Zella berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk menyapa indra penglihatannya. "Mama?" Zella terkejut melihat banyak panggilan tidak terjawab dari ibunya. Dia langsung menerima panggilan yang sama kembali masuk.
"Assalamu'alaikum, mama."
"Wa'alaikum salam. Zell ... kamu, Tifa, sama Akhsan baik-baik aja?"
Zella memejamkan kedua matanya.
Ya Rabb, maafkan aku, karena harus berbohong pada mama.
"Alhamdulillah ma, Zella baik. Mama gimana?"
"Mama juga baik, tapi mama nggak tau, akhir-akhir ini perasaan mama nggak enak, terus aja tiba-tiba kepikiran kamu."
"Mama ... jangan banyak pikiran. Aku baik ma ...."
"Mama juga nggak tahu kenapa bisa terus kepikiran kamu. Sekarang buka pintu, mama sudah di depan rumah kamu."
"Apa?" Zella masih tenggelam dalam keterkejutannya, tapi sedetik kemudian pintu rumahnya diketuk.
"Ini mama Zell ...."
"Perasaan seorang ibu Zell, bagaimana aja kamu bilang kamu baik, seorang ibu bisa merasakan sesuatu yang tidak beres." Alea samar mendengar obrolan Zella dan ibunya.
"Gimana ini Al? Aku nggak siap mama tahu tentang ini."
"Bukain pintu dulu, ajak masuk. Semoga saja mamamu tidak menguasai ilmu Nujum."
Zella bergegas menuju pintu dan membukanya. "Mama ...." Zella membuang napasnya lega saat sepasang matanya melihat sosok yang berjasa besar dalam hidupnya.
"Mama bikin jantung aku hampir lepas, aku pikir bercanda ...."
"Nanti bicaranya di dalam. Ajak mama masuk napa."
"Maaf ma, aku masih mikirnya ini mimpi, aku kangen sama mama, eh mama beneran ada di depan mata aku." Zella langsung menarik tas ibunya, dan mengajaknya masuk kedalam.
"Di dalam ada Alea juga, dia nemenin aku karena kak Akhsan lagi nginep di rumah ibu. Jadi mama tidur di kamar Tifa aja."
"Akhsan ke rumahnya? Kalian berantem?"
"Kenapa sih ma, setiap ada salah satu pasangan yang bermalam di rumah orang tuanya dianggap berantem?"
"Kali aja, mama cuma takut."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Hanipah Fitri
perasaan org tua itu peka , bila anak nya sedang ada masalah
2023-12-08
0
Riana
ho ho hoooo kamu dapat apa san🤣🤣🤣
tak dapat apa apa akhirnya
2023-10-08
0
Muzaata Alenmiyu
lanjut thor 💪
2023-10-08
0