Bab 8 Teman Masa Kecil

Zella terus mengejar mobil itu, dia tidak menyerah memacu motornya membelah jalanan yang cukup ramai demi bertemu teman masa kecilnya. Hingga mereka memasuki jalanan kecil, terlihat kecepatan mobil itu mulai menurun dan memasuki sebuah rumah minimalis. Senyuman kembali menghiasi wajah Zella, karena tebakannya benar. Terlihat Shamil yang keluar dari mobil itu sendiri, namun Shamil masih belum menyadari keberadaan Zella.

Zella ingin memarkirkan motornya di depan rumah Shamil, tapi keadaan tidak memungkinkan untuk membawa masuk motornya ke area rumah Shamil.

"Ntin!" Sebuah mobil melaju pelan dan berhenti di dekat Zella.

"Maaf bu, pagi-pagi gini pengguna jalan lumayan banyak, sebaiknya ibu jangan parkir di sisi jalan ya, maklum, jalanan ini sempit." ucap pengemudi itu.

"Saya cuma mau silaturrahmi sebentar sama teman saya, ini rumahnya." Zella mengisyarat pada rumah Shamil.

"Mending ibu izin parkir di halaman rumah warga lain, izin sama pembantunya aja, biasanya pagi begini pembantunya pada sibuk bersihin teras. Satu aja motor parkir di sisi jalan, bisa bikin macet bu."

"Makasih sarannya mbak, kalau gitu saya cari tempat parkir dulu." Zella segera mengikuti saran pengguna jalan tersebut.

Di kediaman Shamil.

Sesampainya di rumah, Shamil segera menyiapkan makanan buat Akhsan. Sebenarnya dia sangat benci aktivitas ini, tapi demi sebuah tujuan, Shamil berusaha terlihat bahagia.

"Aba jadi kesiangan deh ngantornya, maafin Amma, tadi amma jemput dan antar pangerannya amma dulu ke sekolah dia. Jadwal amma sama dia padahal, tapi kesibukan kerja buat dia kesal sama amma." sesal Shamil.

"Santai saja amma, aba tau dari rekan kerja aba, katanya amma hari ini libur, jadi aba juga meliburkan diri." Akhsan langsung menarik Shamil ke pangkuannya.

Tidak ada kata cukup, tidak ada rasa jenuh untuk berlayar di kasur bersama. Sebanyak apa pun, sesering apapun, tidak pernah melegakan rasa haus Akhsan akan kegiatan panas itu.

Sedang di luar rumah, Zella berusaha mencari tempat untuk parkir. Beruntung ada salah satu tetangga yang mengizinkan Zella memarkirkan motornya tak jauh dari rumah minimalis itu. Perlahan Zella memasuki area rumah Shamil. Zella memandangi mobil yang sebelumnya dikemudikan Shamil. "Kerja kerasmu membuahkan hasil, seperti kata Ayahmu, kamu bisa sukses. Aku ikut bahagia atas segala pencapaianmu."

Sesaat kemudian senyuman Zella lenyap, saat menyadari motor yang sangat dia kenali terparkir di depan mobil Shamil. Dirinya seketika diselimuti bermacam rasa, bahkan kedua lututnya mulai lemas.

"Jangan berpikir yang aneh-aneh, mungkin Kak Akhsan di sini urus pekerjaan. Kan mereka dulu pernah satu kantor kata Ari." Zella berusaha menyemangati dirinya sendiri.

Urusan kerja di rumah orang sepagi ini?

"Barangkali motor Kak Akhsan ada yang minjem, nggak boleh sangka buruk sama suami!"

Zella mengusir segala bisikan goib yang semakin menggoyahkan bangunan hatinya. Zella mengayunkan sepasang kakinya menuju pintu utama. Pintu itu terbuka lebar, hingga Zella bisa melihat seisi rumah itu.

Zella membeku saat sepasang matanya tertuju pada sudut dinding yang dihiasi banyak foto pernikahan. Rasanya tidak ada peribaratan kehancuran yang bisa menggambarkan hancurnya dirinya saat ini. Senyuman Shamil dan laki-laki di foto itu membuat Zella merasa kehilangan kekuatannya. Diluar batas kemampuannya, Zella tersungkur di lantai teras rumah itu, matanya terus tertuju pada foto pernikahan Shamil dan Akhsan yang menghiasi dinding rumah itu. Shamil terlihat begitu cantik dengan kebaya putih, sedang Akhsan terlihat gagah dengan setelan jas pengantin yang senada dengan kebaya Shamil.

Air mata Zella merembes begitu saja menyadari kalau teman masa kecilnya dan suaminya sudah menikah. Zella teringat saat Akhsan ngotot ingin mengunjungi Shamil saat mereka awal menikah dulu. Zella tersenyum menertawakan kebodohannya. Seperti keraguannya saat itu, sepenting itu mantan pacar teman sehingga Akhsan rela menempuh perjalanan jauh hanya demi mantan pacar temannya. Kala itu Zella merasa kalau Akhsan dan Shamil ada hubungan. Terlihat jelas bagaimana mereka saling tatap dan berjabat tangan.

Tawa Zella semakin pecah, menertawakan semua kebodohannya, tawa yang lepas seiring bertambah deras tumpahnya air matanya. Dia terbayang saat berada di pondok Nadi, Akhsan lebih memilih berteduh, bukan berteduh, tapi Akhsan ingin bersama Shamil dan lebih dekat dengan Shamil. Dan dirinya waktu itu sangat bodoh tidak bisa melihat betapa besar cinta diantara mereka.

Di dalam rumah, Shamil menahan kegiatan Akhsan pada lekukan tubuhnya.

"Apa?" Akhsan tidak terima kenikm@tan itu terjeda tanpa alasan.

"Aku dengar suara orang ketawa di luar."

"Ya wajar, kan di sini pagi-pagi sama jam pulang kerja jalanan rame. Nggak ada yang berani macem-macem, kan CCTV di depan sangat jelas, maling juga mikir berkali-kali untuk beraksi. Biarkan mereka dengan urusan mereka." Akhsan kembali meneruskan kegiatannya yang semakin tak terkondisikan.

Di teras rumah, Zella merasa dirinya sudah kehilangan kewarasannya, dia terus menangis, tapi juga tidak bisa berhenti tertawa.

"Aku harus apa? Ngamuk dan labrak mereka? Viralin mereka?" Zella perlahan bangkit.

"Sangat kecil orang yang peduli dengan kesedihan dan kehancuranmu. Ngapain perlihatkan kesedihanmu, buat apa ngamuk? Kamu pulang dan pikirkan langkah apa yang harus kamu tempuh setelah tahu hal ini."

Zella perlahan mengusap air matanya. "Jangan perlihatkan kesedihanmu pada banyak orang, cukup Tuhan yang Tahu."

Zella meninggalkan rumah itu dengan segala rasa sakit yang berkecamuk di hatinya.

"Lho, mbaknya habis nangis?" sapa pemilik tempat di mana Zella memarkirkan motornya.

"Biasa bu, terlalu bahagia ketemu teman masa kecil, jadi dah ketawa sama nangisnya datang sepaket."

"Ikut bahagia dengarnya. Tapi Mbak Shamil itu sibuk orangnya, suaminya aja datang pagi, terus pergi lagi, ntar sore datang lagi, ya biasanya jam 10 sampai jam 11 malam pergi lagi," ujar pemilik lahan.

Zella berusaha tersenyum, walau hatinya mulai mengutuki Akhsan.

Ha! Ha! Ha! Mengaji? Entah kamu manusia jenis apa dan diciptakan dari tanah apa kak Akhsan. Apakah ada manusia lebih busuk darimu yang memakai tameng agama untuk kepuasan hawa naffsumu?

Entah, rasanya begitu jijik membayangkan Akhsan yang memakai alasan mengaji, padahal dia bersenang-senang dengan istri mudanya.

Zella berusaha mengumpulkan kembali kesadarannya. "Makasih ya bu, sudah di izinin parkir. Saya mau pamit, mau lanjut tugas negara bu." pamit Zella.

Zella perlahan melajukan motornya, menyusuri jalan pulang ke rumahnya. Sesampai di rumah, Zella tidak bisa melakukan apa-apa. Dia duduk di sisi tempat tidurnya, mengenang semua kilas indah kehidupannya bersama Akhsan.

"Sesakit ini ya Rabb mencintai laki-laki yang belum selesai dengan masa lalunya?"

Saat ini Zella sangat hancur, namun dia berusaha menahan semua rasa sakit ini sendiri.

"Aku bukan manusia yang baik, tapi aku berusaha menjadi istri berbakti untukmu, kak ...."

Zella membiarkan air matanya meluncur bebas membasahi pipinya.

Terpopuler

Comments

Maria Magdalena Indarti

Maria Magdalena Indarti

akhirnya tahu juga. ayooo bangkit zella

2025-03-09

0

Evy

Evy

Goodbye my love aja la zell...

2024-11-30

0

Jeni Safitri

Jeni Safitri

Zella bodoh jadi wanita sdh jelas kamu bisa cari bukti utk ceraikan laki" biadap itu ini malah sibuk sok kuat

2024-09-06

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1
2 Bab 2
3 Bab 3
4 Bab 4
5 Bab 5
6 Bab 6
7 Bab 7
8 Bab 8 Teman Masa Kecil
9 Bab 9
10 Bab 10
11 Bab 11 Ikhlaskan Masa Lalu
12 Bab 12
13 Bab 13 Titip Salam
14 Bab 14 Warisan
15 Bab 15 Firasat Seorang Ibu
16 Bab 16 Rencana
17 Bab 17 Drama Shamil
18 Bab 18 Rencana Indri
19 Bab 19 Misi Dimulai
20 Bab 20 Bau
21 Bab 21 Percaya
22 Bab 22 Tragedi
23 Bab 23 Elisa
24 Bab 24 Tulang Rusuk Jadi Tulang Punggung
25 Bab 25 Sumber Rasa Sakit Itu
26 Bab 26 Ibu Sakit
27 Bab 27 Berjasa?
28 Bab 28 Rongsokan
29 Bab 29 Tante itu siapa?
30 Bab 30 Menggila
31 Bab 31 Tawaran
32 Bab 32 Cerai
33 Bab 33 Hadiah dari Ayah
34 Bab 34 Rumah
35 Bab 35 Kesepian
36 Bab 36 Takut Nikah
37 Bab 37 Kemarahan Zella
38 Bab 38 Sadis
39 Bab 39 Kamu Dipecat!
40 Bab 40 Mereka Menipuku
41 Bab 41
42 Bab 42 Makin Bahagia
43 Bab 43 Di Rumahkan
44 Bab 44 Kami Sudah Bercerai
45 Bab 45 Ranti Vs Shamil
46 Bab 46 Lamaran?
47 Bab 47 Ditolak
48 Bab 48 Membangun Kembali Mimpi
49 Bab 49 Ide Gila Ranti
50 Bab 50 Jalani Aja Dulu
51 Bab 51 Gatot (Gagal Total)
52 Bab 52 Penipu Sebenarnya
53 Bab 53 Shamil Penipu
54 Bab 54 Kesempatan
55 Bab 55 Bensin dan Api
56 Bab 56 Pelakor
57 Bab 57 Kemarahan Ibu
58 Bab 58. Didiamkan Sahabat
59 Bab 59 Tak Kenal Sehari
60 Bab 60 Salah Faham
61 Bab 61 Memangnya Kita Siapa?
62 Bab 62 Hutang Jasa
63 Bab 63 Syarat?
64 Bab 64 Sebuah Kepercayaan
65 Bab 65 Meninggalkan Demi Menyelesaikan
66 Bab 65 Sebatas Mimpi
67 Bab 66 Ikhlaskan
68 Bab 67 Mimpi
69 Bab 68 Zella ... Munaroh
70 Bab 69 Jubae vs Elisa
71 Bab 70 Tak Punya Urusan
72 Bab 71 Karena Anak Bu Jubae
73 Bab 72 Itu Sudah Biasa
74 Bab 73 Mama Mengerti
75 Bab 74 Bukan Salah Kamu
76 Bab 75 Tidak Mengerti
77 Bab 76 Tak Semudah Itu
78 Bab 77 Balas Dendam Itu ...
79 Bab 78 Tak Berdaya
80 Bab 79 Pulang lah
81 Bab 80 Sendirian Di Masa Tua
82 Bab 81 Perempuan Paling Cantik
83 Bab 82
84 Bab 83 Dukungan Ayah
85 Bab 84 Bukan Zella
86 Bab 85
87 Bab 86 Dilabrak
88 87 Dia Anakku
Episodes

Updated 88 Episodes

1
Bab 1
2
Bab 2
3
Bab 3
4
Bab 4
5
Bab 5
6
Bab 6
7
Bab 7
8
Bab 8 Teman Masa Kecil
9
Bab 9
10
Bab 10
11
Bab 11 Ikhlaskan Masa Lalu
12
Bab 12
13
Bab 13 Titip Salam
14
Bab 14 Warisan
15
Bab 15 Firasat Seorang Ibu
16
Bab 16 Rencana
17
Bab 17 Drama Shamil
18
Bab 18 Rencana Indri
19
Bab 19 Misi Dimulai
20
Bab 20 Bau
21
Bab 21 Percaya
22
Bab 22 Tragedi
23
Bab 23 Elisa
24
Bab 24 Tulang Rusuk Jadi Tulang Punggung
25
Bab 25 Sumber Rasa Sakit Itu
26
Bab 26 Ibu Sakit
27
Bab 27 Berjasa?
28
Bab 28 Rongsokan
29
Bab 29 Tante itu siapa?
30
Bab 30 Menggila
31
Bab 31 Tawaran
32
Bab 32 Cerai
33
Bab 33 Hadiah dari Ayah
34
Bab 34 Rumah
35
Bab 35 Kesepian
36
Bab 36 Takut Nikah
37
Bab 37 Kemarahan Zella
38
Bab 38 Sadis
39
Bab 39 Kamu Dipecat!
40
Bab 40 Mereka Menipuku
41
Bab 41
42
Bab 42 Makin Bahagia
43
Bab 43 Di Rumahkan
44
Bab 44 Kami Sudah Bercerai
45
Bab 45 Ranti Vs Shamil
46
Bab 46 Lamaran?
47
Bab 47 Ditolak
48
Bab 48 Membangun Kembali Mimpi
49
Bab 49 Ide Gila Ranti
50
Bab 50 Jalani Aja Dulu
51
Bab 51 Gatot (Gagal Total)
52
Bab 52 Penipu Sebenarnya
53
Bab 53 Shamil Penipu
54
Bab 54 Kesempatan
55
Bab 55 Bensin dan Api
56
Bab 56 Pelakor
57
Bab 57 Kemarahan Ibu
58
Bab 58. Didiamkan Sahabat
59
Bab 59 Tak Kenal Sehari
60
Bab 60 Salah Faham
61
Bab 61 Memangnya Kita Siapa?
62
Bab 62 Hutang Jasa
63
Bab 63 Syarat?
64
Bab 64 Sebuah Kepercayaan
65
Bab 65 Meninggalkan Demi Menyelesaikan
66
Bab 65 Sebatas Mimpi
67
Bab 66 Ikhlaskan
68
Bab 67 Mimpi
69
Bab 68 Zella ... Munaroh
70
Bab 69 Jubae vs Elisa
71
Bab 70 Tak Punya Urusan
72
Bab 71 Karena Anak Bu Jubae
73
Bab 72 Itu Sudah Biasa
74
Bab 73 Mama Mengerti
75
Bab 74 Bukan Salah Kamu
76
Bab 75 Tidak Mengerti
77
Bab 76 Tak Semudah Itu
78
Bab 77 Balas Dendam Itu ...
79
Bab 78 Tak Berdaya
80
Bab 79 Pulang lah
81
Bab 80 Sendirian Di Masa Tua
82
Bab 81 Perempuan Paling Cantik
83
Bab 82
84
Bab 83 Dukungan Ayah
85
Bab 84 Bukan Zella
86
Bab 85
87
Bab 86 Dilabrak
88
87 Dia Anakku

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!