Zella terus mengejar mobil itu, dia tidak menyerah memacu motornya membelah jalanan yang cukup ramai demi bertemu teman masa kecilnya. Hingga mereka memasuki jalanan kecil, terlihat kecepatan mobil itu mulai menurun dan memasuki sebuah rumah minimalis. Senyuman kembali menghiasi wajah Zella, karena tebakannya benar. Terlihat Shamil yang keluar dari mobil itu sendiri, namun Shamil masih belum menyadari keberadaan Zella.
Zella ingin memarkirkan motornya di depan rumah Shamil, tapi keadaan tidak memungkinkan untuk membawa masuk motornya ke area rumah Shamil.
"Ntin!" Sebuah mobil melaju pelan dan berhenti di dekat Zella.
"Maaf bu, pagi-pagi gini pengguna jalan lumayan banyak, sebaiknya ibu jangan parkir di sisi jalan ya, maklum, jalanan ini sempit." ucap pengemudi itu.
"Saya cuma mau silaturrahmi sebentar sama teman saya, ini rumahnya." Zella mengisyarat pada rumah Shamil.
"Mending ibu izin parkir di halaman rumah warga lain, izin sama pembantunya aja, biasanya pagi begini pembantunya pada sibuk bersihin teras. Satu aja motor parkir di sisi jalan, bisa bikin macet bu."
"Makasih sarannya mbak, kalau gitu saya cari tempat parkir dulu." Zella segera mengikuti saran pengguna jalan tersebut.
Di kediaman Shamil.
Sesampainya di rumah, Shamil segera menyiapkan makanan buat Akhsan. Sebenarnya dia sangat benci aktivitas ini, tapi demi sebuah tujuan, Shamil berusaha terlihat bahagia.
"Aba jadi kesiangan deh ngantornya, maafin Amma, tadi amma jemput dan antar pangerannya amma dulu ke sekolah dia. Jadwal amma sama dia padahal, tapi kesibukan kerja buat dia kesal sama amma." sesal Shamil.
"Santai saja amma, aba tau dari rekan kerja aba, katanya amma hari ini libur, jadi aba juga meliburkan diri." Akhsan langsung menarik Shamil ke pangkuannya.
Tidak ada kata cukup, tidak ada rasa jenuh untuk berlayar di kasur bersama. Sebanyak apa pun, sesering apapun, tidak pernah melegakan rasa haus Akhsan akan kegiatan panas itu.
Sedang di luar rumah, Zella berusaha mencari tempat untuk parkir. Beruntung ada salah satu tetangga yang mengizinkan Zella memarkirkan motornya tak jauh dari rumah minimalis itu. Perlahan Zella memasuki area rumah Shamil. Zella memandangi mobil yang sebelumnya dikemudikan Shamil. "Kerja kerasmu membuahkan hasil, seperti kata Ayahmu, kamu bisa sukses. Aku ikut bahagia atas segala pencapaianmu."
Sesaat kemudian senyuman Zella lenyap, saat menyadari motor yang sangat dia kenali terparkir di depan mobil Shamil. Dirinya seketika diselimuti bermacam rasa, bahkan kedua lututnya mulai lemas.
"Jangan berpikir yang aneh-aneh, mungkin Kak Akhsan di sini urus pekerjaan. Kan mereka dulu pernah satu kantor kata Ari." Zella berusaha menyemangati dirinya sendiri.
Urusan kerja di rumah orang sepagi ini?
"Barangkali motor Kak Akhsan ada yang minjem, nggak boleh sangka buruk sama suami!"
Zella mengusir segala bisikan goib yang semakin menggoyahkan bangunan hatinya. Zella mengayunkan sepasang kakinya menuju pintu utama. Pintu itu terbuka lebar, hingga Zella bisa melihat seisi rumah itu.
Zella membeku saat sepasang matanya tertuju pada sudut dinding yang dihiasi banyak foto pernikahan. Rasanya tidak ada peribaratan kehancuran yang bisa menggambarkan hancurnya dirinya saat ini. Senyuman Shamil dan laki-laki di foto itu membuat Zella merasa kehilangan kekuatannya. Diluar batas kemampuannya, Zella tersungkur di lantai teras rumah itu, matanya terus tertuju pada foto pernikahan Shamil dan Akhsan yang menghiasi dinding rumah itu. Shamil terlihat begitu cantik dengan kebaya putih, sedang Akhsan terlihat gagah dengan setelan jas pengantin yang senada dengan kebaya Shamil.
Air mata Zella merembes begitu saja menyadari kalau teman masa kecilnya dan suaminya sudah menikah. Zella teringat saat Akhsan ngotot ingin mengunjungi Shamil saat mereka awal menikah dulu. Zella tersenyum menertawakan kebodohannya. Seperti keraguannya saat itu, sepenting itu mantan pacar teman sehingga Akhsan rela menempuh perjalanan jauh hanya demi mantan pacar temannya. Kala itu Zella merasa kalau Akhsan dan Shamil ada hubungan. Terlihat jelas bagaimana mereka saling tatap dan berjabat tangan.
Tawa Zella semakin pecah, menertawakan semua kebodohannya, tawa yang lepas seiring bertambah deras tumpahnya air matanya. Dia terbayang saat berada di pondok Nadi, Akhsan lebih memilih berteduh, bukan berteduh, tapi Akhsan ingin bersama Shamil dan lebih dekat dengan Shamil. Dan dirinya waktu itu sangat bodoh tidak bisa melihat betapa besar cinta diantara mereka.
Di dalam rumah, Shamil menahan kegiatan Akhsan pada lekukan tubuhnya.
"Apa?" Akhsan tidak terima kenikm@tan itu terjeda tanpa alasan.
"Aku dengar suara orang ketawa di luar."
"Ya wajar, kan di sini pagi-pagi sama jam pulang kerja jalanan rame. Nggak ada yang berani macem-macem, kan CCTV di depan sangat jelas, maling juga mikir berkali-kali untuk beraksi. Biarkan mereka dengan urusan mereka." Akhsan kembali meneruskan kegiatannya yang semakin tak terkondisikan.
Di teras rumah, Zella merasa dirinya sudah kehilangan kewarasannya, dia terus menangis, tapi juga tidak bisa berhenti tertawa.
"Aku harus apa? Ngamuk dan labrak mereka? Viralin mereka?" Zella perlahan bangkit.
"Sangat kecil orang yang peduli dengan kesedihan dan kehancuranmu. Ngapain perlihatkan kesedihanmu, buat apa ngamuk? Kamu pulang dan pikirkan langkah apa yang harus kamu tempuh setelah tahu hal ini."
Zella perlahan mengusap air matanya. "Jangan perlihatkan kesedihanmu pada banyak orang, cukup Tuhan yang Tahu."
Zella meninggalkan rumah itu dengan segala rasa sakit yang berkecamuk di hatinya.
"Lho, mbaknya habis nangis?" sapa pemilik tempat di mana Zella memarkirkan motornya.
"Biasa bu, terlalu bahagia ketemu teman masa kecil, jadi dah ketawa sama nangisnya datang sepaket."
"Ikut bahagia dengarnya. Tapi Mbak Shamil itu sibuk orangnya, suaminya aja datang pagi, terus pergi lagi, ntar sore datang lagi, ya biasanya jam 10 sampai jam 11 malam pergi lagi," ujar pemilik lahan.
Zella berusaha tersenyum, walau hatinya mulai mengutuki Akhsan.
Ha! Ha! Ha! Mengaji? Entah kamu manusia jenis apa dan diciptakan dari tanah apa kak Akhsan. Apakah ada manusia lebih busuk darimu yang memakai tameng agama untuk kepuasan hawa naffsumu?
Entah, rasanya begitu jijik membayangkan Akhsan yang memakai alasan mengaji, padahal dia bersenang-senang dengan istri mudanya.
Zella berusaha mengumpulkan kembali kesadarannya. "Makasih ya bu, sudah di izinin parkir. Saya mau pamit, mau lanjut tugas negara bu." pamit Zella.
Zella perlahan melajukan motornya, menyusuri jalan pulang ke rumahnya. Sesampai di rumah, Zella tidak bisa melakukan apa-apa. Dia duduk di sisi tempat tidurnya, mengenang semua kilas indah kehidupannya bersama Akhsan.
"Sesakit ini ya Rabb mencintai laki-laki yang belum selesai dengan masa lalunya?"
Saat ini Zella sangat hancur, namun dia berusaha menahan semua rasa sakit ini sendiri.
"Aku bukan manusia yang baik, tapi aku berusaha menjadi istri berbakti untukmu, kak ...."
Zella membiarkan air matanya meluncur bebas membasahi pipinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Maria Magdalena Indarti
akhirnya tahu juga. ayooo bangkit zella
2025-03-09
0
Evy
Goodbye my love aja la zell...
2024-11-30
0
Jeni Safitri
Zella bodoh jadi wanita sdh jelas kamu bisa cari bukti utk ceraikan laki" biadap itu ini malah sibuk sok kuat
2024-09-06
0