"Apa kamu tidak membaca pesanku?" Zella mengulangi pertanyaannya.
"Baca kok, cek aja pesanmu centang duanya udah warna biru." Akhsan kembali menyuap makanannya.
"Terus ... kenapa kamu kaget?" cecar Zella.
"Aku beneran lupa, abis baca pesanmu, aku lanjut kerja lagi."
Sial ... aku benar-benar nggak baca pesan Zella, aku cuma buka biar tandanya aku baca. Batin Akhsan.
Mereka kembali melanjutkan makan malam mereka dalam keheningan. Setelah makan malam selesai, Akhsan memilih berdiam diri di kamar. Dengan menyendiri dia bisa mengisi waktunya untuk berkirim pesan bersama Shamil. Sedang Zella masih berbincang dengan Alea dan Tifa.
Ceklak!
Suara pintu kamar terbuka membuat Akhsan terperanjat. Akhsan segera menyimpan handphone nya. Melihat Zella membuka pintu lemari dan berusaha mengeluarkan selimut, Akhsan langsung memeluk Zella dari belakang. Sebelumnya, hal ini adalah hal yang begitu indah bagi Zella. Dia akan bermanja, dan menyandarkan kepalanya di pundak Akhsan. Berbagi cerita banyak hal, hingga berakhir di kasur.
Tapi kali ini, rasanya pinggang Zella ditusuk ribuan duri. Hal terindah baginya saat ini jauh dari Akhsan dan tidak berdekatan dengannya. Akhsan merasakan napas berat yang Zella hembuskan.
"Kamu marah sama aku?" Akhsan masih tidak melepaskan pelukannya.
"Aku mohon, lepasin tangan kamu," pinta Zella.
"Kenapa? Kamu marah?" Akhsan melepas pelukannya, dan memalingkan tubuh Zella agar menghadap padanya.
Melihat bagaimana raut wajah Zella, Akhsan bisa melihat kobaran api kemarahan di sana. "Harusnya aku yang marah loh, kamu jualan cuma kasih tau aku, aku belum jawab beri izin atau enggak."
"Biasanya kan begitu, katamu cukup chat minta izin nggak perlu nunggu jawaban kamu, selama kegiatan aku baik, lakukan tanpa jawaban darimu," sahut Zella. Semakin lama bersama Akhsan, kekesalan Zella semakin meningkat.
"Aku benar-benar nggak mengenal wanita di depan aku sekarang. Zella aku, setiap aku pulang, dia selalu ceria, berusaha manja padaku, apa-apa meminta izin padaku. Tapi wanita ini? Aku merasa asing dengannya." Akhsan memasang mimik kesal, biasanya Zella berusaha membujuknya jika dirinya menunjukan kekecewaan.
"Aku yang berubah ... apa kamu yang amnesia?" Zella menarik napasnya begitu dalam, dan membuang dalam satu hembusan.
"Ingat sebelumnya kamu bilang apa?" Zella maju selangkah, membuat Akhsan seketika mundur selangkah.
"Nggak usah ganggu aku dengan pesanmu yang cuma minta izin keluar! Mau keluar ya keluar aja! Nggak usah nunggu jawaban aku boleh apa enggak setiap seseorang minta tolong! Mau itu ibumu, ibuku, atau apalah, kalau kamu mau tolong mereka, tolong aja! Nggak usah izin-izin sama aku! Kamu itu sudah dewasa! Bisa-bisa kamu memikirkan apakah itu harus dilakukan atau tidak! Aku pusing mikir tiba-tiba keganggu sama pesan-pesan yang kamu kirim hampir tiap menit!"
Zella berusaha menenangkan dirinya yang semakin panas. "Itu kata-kata kamu dulu, kali aja kamu lupa, jadi aku ingetin."
"Tapi dengan kamu mencari nafkah sendiri, kamu injak harga diri aku loh, seolah aku nggak mampu beri kamu nafkah!"
Zella terkekeh dengan jawaban Akhsan. Sedang Akhsan merinding mendengar Zella tertawa seperti itu.
Apakah Zella terganggu jiwanya? Batin Akhsan.
"Emang selama ini kamu udah mampu menafkahi kami? Kamu lupa beberapa bulan terakhir bagaimana pusingnya aku bertahan hidup dari sisa uang 4 juta yang kamu berikan?" Zella kembali maju, Akhsan pun memundurkan langkahnya.
"Bayar tagihan keamanan, kebersihan, air, dan listrik sudah menghabiskan 1 juta, biaya sekolah Latifa 500 ribu dan 300 ribu untuk les. Lalu motorku nggak bisa diisi air. Untuk bahan bakar motorku, aku habiskan 25 ribu per minggu, 4 minggu 100 ribu. Jajan Tifa, terus sabun mandi, sabun cuci, odol, shampo, gas buat masak, semua itu pengeluaran yang tak kasat mata tapi perlu. Hampir 2 juta uang yang aku terima hanya lewat begitu saja tanpa permisi dari dompetku. Yang harus aku pangkas agar itu uang cukup bertahan 1 bulan adalah biaya dapur. Makan seadanya, aku dan anakmu bahagia, tapi kamu? Kamu malah makan di rumah ibu dan menghina apa yang kami syukuri untuk makan, kamu puji masakan Ranti karena di sana enak di sini ikan asin, sarden, telor! Kamu bicara malu? Di sini yang bikin malu pasangannya siapa? Kamu merasa mampu? Yakin kamu sudah menjamin kebutuhan anak istrimu tanpa menyiksa mereka?"
"Aaa--"
"Tadi makannya enak nggak? Itu hasil keringat aku loh, bukan uang kamu, uang yang aku dapat dari berdiri di dekat kompor yang terus menyala berjam-jam, rasanya keringatku mengalir deras dari kepala hingga lubang pant4tku." Zella pergi begitu saja meninggalkan Akhsan yang masih kebingungan.
Saat ingin membuka pintu kamar, Zella menahan langkahnya. "Andai aku nggak ikut Alea kerja, malam ini cuma ada nasi sama garam, karena uang dari kamu nggak cukup buat beli sebiji telor!" Zella kembali meneruskan langkahnya.
Akhsan memandangi pintu kamar yang sudah tertutup. Dia benar-benar tidak mengerti mengapa Zella berubah sedrastis ini. Akhsan mengambil jaket dan kunci motornya. Saat dia keluar kamar, dia melihat Zella, Tifa, dan Alea berbaring di ruang tamu.
"Abah mau kemana?" tanya Tifa.
Akhsan melihat kearah Zella, namun wanita itu asyik dengan handphonenya. Akhsan menghela napasnya yang seketika berat ditarik mau pun dihembuskan. "Abah mau ke rumah Nenek, abah lama nggak nengok Nenek. Mumpung abah lagi nggak banyak urusan, abah mau ketemu nenek."
"Oke, titip salam buat Fiqri dan nenek," ucap Tifa.
Akhsan mengangguk." Mama nggak mau titip salam buat ibu?" tanya Akhsan, mencoba menarik perhatian Zella.
"Aku sering ketemu ibu. Aku bisa kasih salam aku live!" sahut Zella, tatapan matanya masih tertuju pada handphonenya.
Akhsan segera pergi. Dia tidak pernah menyangka bisa-bisanya Zella mengabaikannya seperti ini. Akhsan melajukan motornya menuju rumah ibunya. Sesampai di sana keadaan terasa sepi.
"Ranti ... Ibu .... Fiqri ...." Akhsan berusaha memanggil penghuni rumah itu. Cukup lama dia mengulangi panggilannya. Namun tidak ada yang menjawab. Hingga akhirnya dia mengambil benda pipih persegi panjang dan memanggil kontak atas nama Ranti.
"Apa Kak? Mau ngutang?" suara di ujung telepon.
"Semiskin itu dek Kakakmu ini?" balas Akhsan.
"Terus ada apa?"
"Kakak di depan, bukain pintu."
"Kakak mau numpang makan? Terlambat, kami sudah makan, tadi beli online! Sudah nggak ada makanan di rumah!"
"Ran ... aku mau ketemu ibu."
"Kakak nggak tau kalau ibu lagi pergi ziarah antar Provinsi?"
Sial! Kenapa Zella nggak kasih tau aku kalau ibu lagi keluar kota! Sungut hati Akhsan.
"Ya udah, bukain pintu napa, Kakak terlanjur kesini dan malas balik lagi."
"Ya iya! Tunggu!"
Dalam hitungan menit, pintu utama terbuka. Ranti dan Fiqri menyambut Akhsan.
"Assalamu'alaikum." salam Akhsan.
"Wa'alaikum salam," jawab Fiqri.
"Kamu belum tidur Fiqri?" tanya Akhsan.
"Lagi belajar ditemani mama."
"Oh iya, Tifa titip salam buat kamu."
"Alaina wa alaiki salam," sahut Fiqri.
"Ha? Kok jawabnya begitu? Bukan wa alaikum salam?" Akhsan bingung dengan jawaban Fiqri.
"Yah ... Wa'alaikum salam buat jawab salam langsung, bukan jawab orang titip salam. Kalau orang titip salam jawabannya itu tadi, kalau nggak salah maksudnya, kesejahteraan buat yang memberi salam, buat yang menyampaikan salam, dan buat yang mendapat salam. Tapi jelasnya aku lupa."
"Owh ... keponakan om pinter banget ternyata."
"Puji sesuatu sertakan masya Allah atau subhnanallah, om. Biar dijauhkan dari penyakit A'in."
Akhsan semakin merasa kecil berbicara dengan anak kecil yang pengetahuannya lebih luas darinya.
"Masa om nggak tahu jawaban kita jika seseorang menitip salam buat kita."
Aksan berusaha tersenyum menutupi kebodohannya.
"Tante Zella yang ajarin. Kata tante jika ada yang menitip salam buat kita, jika yang menitipkan salam itu perempuan, jawabnya: Alaina wa Alaiki salam. Kalau yang menitipkan salam laki-laki, misal om titip salam buat mama lewat aku atau oma, ya mama jawabnya: Alaina wa Alaika Salam. Jika banyak orang yang menitipkan salamnya pada satu orang, misal tante Zella titip salam sama om buat aku, terus tukang sayur, em apalagi ya? Banyak pokoknya, maka jawabnya: Alaina wa Alaihim salam."
"Udah ceramahnya, Fiqri langsung tidur aja, kan belajarnya sudah selesai," sela Ranti.
"Ya mama." Fiqri menoleh pada Akhsan. "Fiqri pamit om, sampai jumpa besok."
Ranti memandangi punggung putranya yang semakin jauh. "Itu tuh hasil didikan istrimu!"
"Ya baguslah, ada ustadzah yang gratis ajarin anakmu, kalau kamu datangin khusus ustadzah buat Fiqri, ada bayaran per jam mereka loh." sahut Akhsan.
"Ish!" Ranti kesal, dia segera menutup pintu.
Akhsan menghempaskan tubuhnya di sofa empuk yang ada di ruang tamu itu. "Aku ribut sama Zella."
"Masalah apa?" Ranti duduk di dekat Kakaknya.
"Nggak tau, dia berubah banget. Kayak orang asing rasanya." Akhsan mulai cerita hal yang dia alami sebelumnya bersama Zella.
"Mentang-mentang disayang ibu dan almarhum Bapak, sekarang dia mulai bertingkah!" ucap Ranti emosi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Maria Magdalena Indarti
akhsan ingat perbuatanmu
2025-03-09
0
Hanipah Fitri
Akhsan gak mikir apa ... istri marah itu adalah dari perbuatan mu sendiri
2023-12-08
1
🍭ͪ ͩIr⍺ Mυɳҽҽყ☪️ՇɧeeՐՏ🍻𝐙⃝🦜
Akhsan masih belum kena batunya... masih fine² aja dengan kehidupan poligaminya. Tp semua itu nggak akan bertahan lama lho, istri pertama mu sudah muak dengan tingkah lakumu.
2023-10-07
0