Bab 6

Aksan ingin sekali melajukan motornya menuju kontrakan Shamil dan sarapan di sana, namun mengingat Shamil juga bekerja, Akhsan menahan keinginannya. Dia mampir di sebuah kios membeli roti dan kopi sashet. Akhsan melanjutkan perjalanannya menuju kantor. Kekesalannya belum reda, kini dia harus bertemu teman isengnya.

"Kenapa wajahmu kayak cucian nggak disetrika San?" goda Ari.

"Lagi bete aja, pagi-pagi mood ku sudah kacau." Akhsan memacu cepat langkahnya menuju pantry.

Ari tidak berhenti menggoda Akhsan, kalau tidak bisa membuat temannya lebih baik, maka setidaknya dia akan menambah kekesalan lawan bicaranya. "Jangan bilang kamu tadi malam nggak dikasih jatah ranjang sama istrimu."

"Masalah ranjang mah sepuasnya penghuni sarungku menjelajah, nggak kayak kamu sering nggak dikasih istrimu kalau dia ngambek!" balas Akhsan. Jemarinya mulai menyeduh kopi dan membawanya menuju meja yang tersedia.

Ari cemberut, bukannya mengerjai Akhsan, malah Akhsan yang berbicara fakta tentang dirinya.

"Hari ini perwakilan dari perusahaan besar akan berkunjung, kamu tau siapa utusan dari sana?"

"Aku nggak tahu, tapi nanti akan ketemu dan akhirnya aku tahu juga." Akhsan mulai merobek roti manis untuk pengganjal perutnya pagi ini.

"Nggak seru ih becandain kamu." Ari menghempas napasnya kasar. "Utusan perusahaan besar itu Shamil. Kamu ingat kan?"

"Sha-mil?" Akhsan terbata.

"Yap, mantan pacarmu, semoga aja kau nggak main gila sama Shamil, apalagi ku dengar dia janda, ingat San ada Zella sama Tifa yang harus kamu utamakan."

"Aman mah, aku nggak akan aneh-aneh, cukup main gila dengan patner halalku saja." Akhsan dengan santai melanjutkan menikmati rotinya. Lagian Shamil juga istrinya.

"Bagus lah kalau kamu mengutamakan istrimu."

Akhsan melupakan kekesalannya. Mengetahui akan bertatap mata dengan Shamil, sedikit kebahagiaan menyala dalam dirinya.

**

Waktu terus berjalan, pekerjaan dikerjakan dengan lancar. Saat di ruang rapat, Akhsan dan Shamil terlihat seperti orang asing. Mereka begitu profesional dengan pekerjaan mereka. Setelah pekerjaan selesai, Akhsan mengirim pesan pada Shamil, untuk menyusulnya di suatu tempat. Dalam hitungan menit, Shamil pun menampakan dirinya di tempat pertemuan.

"Aku pikir ini mimpi, bisa lihat kamu di tempat kerjaku." Akhsan langsung memeluk dan melahap habis bibir Shamil.

"Ba, cukup." Shamil berhasil melepaskan pangutan mereka.

"Nggak suka?" Aksan menatap Shamil dengan tatapan penuh damba.

"Bagaimana kalau ada yang lihat?"

"Ya kasih tahu kalau kita itu suami istri, apa susahnya?"

Shamil berdecak kesal. "Enak sekali aba bilang begitu, nggak semudah itu ba."

"Aman amma, di sini tempat Aba menyendiri, makanya aba berani panggil amma kemari."

"Bagus kalau begitu." Shamil menyambar paper bag yang sedari tadi dia tenteng.

"Ini amma masak khusus buat aba. Saat amma tau ada tugas ke kantor aba, amma masak kesukaan aba. Ayam goreng pakai sambel geprek, terus osengan campur." Shamil memberikan kotak makan yang dia bawa.

"Masya Allah, amma benar-benar bidadari yang Allah antarkan untuk aba." Akhsan mencium dahi Shamil.

"Tapi aku nomor dua aba." Shamil menunduk sambil membuka kotak makan miliknya.

"Walau kamu bidadari keduaku, tapi kamu nomor satu dalam segala tempat. Nomor satu di hatiku, detak jantungku, dan pikiranku." Aksan perlahan mendekatkan wajahnya pada Shamil, hingga menghilangkan jarak diantara mereka. Suasana siang semakin memanas dengan pangutan lembut mereka.

"Sudah aba, ayok kita makan sama-sama."

Mereka berdua menikmati makanan yang ada. Akhsan tidak henti-hentinya mandangi wajah Shamil yang begitu mulus.

Andai aku punya mesin waktu, aku ingin hanya memiliki kamu satu-satunya dalam hidupku. Hingga kebahagiaan kita tidak menyakiti siapa-siapa. Batin Akhsan.

"Enak ba?"

"Subhanallah, enak banget amma."

"Aku senang aba suka masakan aku."

"Um ... aba boleh datang tiap pagi ke rumah amma, aba mau sarapan bareng amma."

"Boleh banget, amma malah senang kalau aba mau mampir tiap pagi dan sore buat amma."

"Mulai besok, aba akan datang sarapan ke rumah amma."

"Amma tunggu kedatangan aba." Shamil berusaha tersenyum, walau hatinya mengutuki keinginan Akhsan.

Sial!!! Kenapa harus datang tiap pagi sih! Selain bikin repot, bikin tabunganku bocor! Aku harus protes sama Ayah ini! jerit hati Shamil.

***

Perjanjian awal Zella dan Ranti, dia hanya menjemput dan mengurus Fiqri selama 10 hari, namun sampai sekarang, Zella masih mengurus Fiqri. Beruntung Tifa dan Fiqri sudah mendapat makan siang di sekolah, hal ini meringankan pikiran Zella karena terbatasnya kertas bergambar pahlawan yang menghuni dompetnya. Setelah sampai rumah kedua anak kecil itu asyik bermain. Hingga sore menyapa mereka harus menyudahi keseruan mereka, karena saat matahari tergelincir kearah barat, Ranti datang untuk menjemput Fiqri.

"Sebentar ya mah, aku beresin tas aku," ujar Fiqri saat melihat sosok ibunya memasuki rumah Zella.

"Kamu main dulu aja sama Tifa, mama mau bicara sama tante Zella."

"Oke mama." Fiqri melanjutkan keseruannya bersama Tifa.

Sedang Zella menatap heran pada Ranti, entah angin apa yang membuat adik suaminya ini ingin berbicara 4 mata dengannya.

"Tiap pagi Kak Aksan sarapan di rumah, kak Zella nggak masak?" todong Ranti.

"Masak--"

"Tapi telor, ikan asin, sarden, itu terus kan tiap pagi?" potong Ranti.

"Ya mbak menyesuaikan ke-uangan Ran, bukan nggak mau masakin yang enak, tapi uang yang Kakakmu berikan nggak cukup kalau masakan yang dia mau."

"Makanya kerja dong mbak, jangan ngandelin Kakak ku aja untuk biaya hidup! Dari awal kalian nikah aku selalu saranin mbak buat kerja! Jangan jadiin Kakakku sapi perah!"

"Sapi perah? Kamu lupa kewajiban sebagai seorang suami itu apa saja? Jika kamu lupa, mbak ingatkan. Salah satunya memberi nafkah lahir dan batin. Kalau nggak mau nafkahin anak orang ya jangan Nikah!"

"Pikirin baik-baik! Sebaiknya Kak Zella kerja juga dong! Jangan ngarep sama Kakakku aja!"

"Bukan nggak mau Ranti, tapi Kakakmu itu seperti raja yang harus dilayani dalam segala hal. Aku siap bantu Kakakmu buat cari uang, tapi apa Kakakmu mau bantu aku urus pekerjaan rumah dan jaga anak? Ingat Ran, rumah tangga ini kewajiban bersama, oke sama-sama cari nafkah, apa hal lain kakakmu mau kerjain bersama juga?"

Ranti sangat faham bagaimana Kakaknya yang hanya ingin dilayani Ranti tidak punya jawaban atas pembelaan Zella. "Malas aku debat sama mbak, apa mbak nggak malu nadah uang terus sama suami? Zaman sekarang ini minta sama suami? Memalukan tau!"

"Sejak kapan menerima hak nafkah sebagai seorang istri dipandang sebagai hal memalukan? Hukum dari mana itu?" todong Zella.

Ranti geram, jika membahas hukum, dirinya tentu kalah. Dia tidak tahu apa-apa tentang agama. Walau Zella bukan orang berilmu, tapi dia rajin menuntut ilmu, tentu pengetahuannya lebih luas.

"Kalau kakakmu tidak mampu menafkahi istri dan anaknya, saran mbak dari awal nggak usah nikah!"

"Susah ya bicara sama orang yang sukanya jadi beban!" Ranti segera pergi meninggalkan Zella. "Fiqri cepat! Mama tunggu di mobil!"

Zella faham, kalau bekerja sendiri dan memiliki uang sendiri, akan lebih mudah mendapatkan hal yang diinginkan, tapi dia punya keterbatasan yang membuatnya pasrah menjadi beban suaminya.

Zella siap bekerja, tapi Akhsan siapkah membantunya mengurus anak dan mengurus rumah? Banyak keluarga suami bahkan suami sendiri menuntut istri untuk membantunya mencari uang. Tapi sangat sedikit suami yang mau membantu pekerjaan di rumah. 1 sisi ingin dibantu, namun pada sisi yang lain tidak mau membantu bahkan tidak mau tau.

Di sisi lain.

Selesai bekerja, Shamil mengirim pesan pada Akhsan kalau dia lembur, namun dia hanya ingin pergi ke rumah orang tuanya untuk protes. Akhsan terpaksa pulang lebih awal, karena bidadari keduanya tidak ada di istana mereka.

"Shamil?" ibu Shamil terkejut dengan kedatangan tiba-tiba putrinya.

"Mana Ayah? Aku mau protes sama Ayah!" ucap Shamil kesal.

"Ada apa? Kamu nggak sabar banget Sham." sahut laki-laki paruh baya yang tengah menuruni anak tangga.

"Ayah tanggung jawab! Sekarang Akhsan mau sarapan tiap pagi di rumah aku! Kasih uang cuma 3 juta pula!"

"Sabar Shamil, nggak apa-apa kamu berjuang keras dulu untuk dekat dengan Aksan, pada waktunya kamu akan memanen buah kesabaran kamu," ucap Ayah Shamil.

"Ayahmu benar Sham, kamu pikir kamu bisa duduk di posisimu sekarang karena hal instan? Semua ini strategi Ayahmu dulu sebab itu kamu mudah dapat pekerjaan di perusahaan besar."

Shamil berusaha tenang, apa yang diucapkan kedua orang tuanya benar adanya. Dirinya bisa di posisi saat ini berkat strategi dan kerjasamanya dengan sang Ayah.

"Untuk memanjakan perut atas Akhsan, Ayah akan bantu. Tugas kamu buat Akhsan bertekuk lutut padamu."

"Dulu, orang kampung Nadi nggak ada yang mau melepas lahan mereka untuk tambang, berkat ide Ayahmu yang menikahkanmu dengan Nadi, semua lebih mudah bukan?" ucap ibu Shamil.

"Sebenarnya Ayah ingin menikahkan Shamil dengan juragan Taufik, tapi ... sulit sekali mendekati laki-laki itu, yang mudah malah menundukan hati anak buahnya."

"Tapi dengan menikahi Nadi, warga desa malah lebih tergoda Yah, andai sama juragan muda itu, mereka akan sulit dihasut untuk menjual tanah mereka."

"Ingat kesuksesan itu Shamil, jika kamu bisa bersabar menghadapi Akhsan seperti kamu menghadapi Nadi, maka kamu akan mendapat apa yang kamu mau, seperti Ayah, Ayah hanya ingin posisi untukmu di salah satu perusahaan besar mereka, bukankah sudah terwujud?"

"Iya Ayah." Shamil berusaha menenangkan dirinya. "Malam ini aku nginep ya, aku malas pulang, jujur aku ga suka sama Akhsan. Dengan berjarak gini bagus juga kan? Sesekali menyiksa Akhsan dengan rasa rindu."

Terpopuler

Comments

Titik Martiyah

Titik Martiyah

oohhh....ternyata ada udang dibalik bakwan..


.

2024-12-09

0

Saadah Rangkuti

Saadah Rangkuti

kurang paham alurnya thor...

2025-03-29

0

Soraya

Soraya

miris bahasanya kental dgn islamic tpi menyakiti hati yang lain

2024-08-07

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1
2 Bab 2
3 Bab 3
4 Bab 4
5 Bab 5
6 Bab 6
7 Bab 7
8 Bab 8 Teman Masa Kecil
9 Bab 9
10 Bab 10
11 Bab 11 Ikhlaskan Masa Lalu
12 Bab 12
13 Bab 13 Titip Salam
14 Bab 14 Warisan
15 Bab 15 Firasat Seorang Ibu
16 Bab 16 Rencana
17 Bab 17 Drama Shamil
18 Bab 18 Rencana Indri
19 Bab 19 Misi Dimulai
20 Bab 20 Bau
21 Bab 21 Percaya
22 Bab 22 Tragedi
23 Bab 23 Elisa
24 Bab 24 Tulang Rusuk Jadi Tulang Punggung
25 Bab 25 Sumber Rasa Sakit Itu
26 Bab 26 Ibu Sakit
27 Bab 27 Berjasa?
28 Bab 28 Rongsokan
29 Bab 29 Tante itu siapa?
30 Bab 30 Menggila
31 Bab 31 Tawaran
32 Bab 32 Cerai
33 Bab 33 Hadiah dari Ayah
34 Bab 34 Rumah
35 Bab 35 Kesepian
36 Bab 36 Takut Nikah
37 Bab 37 Kemarahan Zella
38 Bab 38 Sadis
39 Bab 39 Kamu Dipecat!
40 Bab 40 Mereka Menipuku
41 Bab 41
42 Bab 42 Makin Bahagia
43 Bab 43 Di Rumahkan
44 Bab 44 Kami Sudah Bercerai
45 Bab 45 Ranti Vs Shamil
46 Bab 46 Lamaran?
47 Bab 47 Ditolak
48 Bab 48 Membangun Kembali Mimpi
49 Bab 49 Ide Gila Ranti
50 Bab 50 Jalani Aja Dulu
51 Bab 51 Gatot (Gagal Total)
52 Bab 52 Penipu Sebenarnya
53 Bab 53 Shamil Penipu
54 Bab 54 Kesempatan
55 Bab 55 Bensin dan Api
56 Bab 56 Pelakor
57 Bab 57 Kemarahan Ibu
58 Bab 58. Didiamkan Sahabat
59 Bab 59 Tak Kenal Sehari
60 Bab 60 Salah Faham
61 Bab 61 Memangnya Kita Siapa?
62 Bab 62 Hutang Jasa
63 Bab 63 Syarat?
64 Bab 64 Sebuah Kepercayaan
65 Bab 65 Meninggalkan Demi Menyelesaikan
66 Bab 65 Sebatas Mimpi
67 Bab 66 Ikhlaskan
68 Bab 67 Mimpi
69 Bab 68 Zella ... Munaroh
70 Bab 69 Jubae vs Elisa
71 Bab 70 Tak Punya Urusan
72 Bab 71 Karena Anak Bu Jubae
73 Bab 72 Itu Sudah Biasa
74 Bab 73 Mama Mengerti
75 Bab 74 Bukan Salah Kamu
76 Bab 75 Tidak Mengerti
77 Bab 76 Tak Semudah Itu
78 Bab 77 Balas Dendam Itu ...
79 Bab 78 Tak Berdaya
80 Bab 79 Pulang lah
81 Bab 80 Sendirian Di Masa Tua
82 Bab 81 Perempuan Paling Cantik
83 Bab 82
84 Bab 83 Dukungan Ayah
85 Bab 84 Bukan Zella
86 Bab 85
87 Bab 86 Dilabrak
88 87 Dia Anakku
Episodes

Updated 88 Episodes

1
Bab 1
2
Bab 2
3
Bab 3
4
Bab 4
5
Bab 5
6
Bab 6
7
Bab 7
8
Bab 8 Teman Masa Kecil
9
Bab 9
10
Bab 10
11
Bab 11 Ikhlaskan Masa Lalu
12
Bab 12
13
Bab 13 Titip Salam
14
Bab 14 Warisan
15
Bab 15 Firasat Seorang Ibu
16
Bab 16 Rencana
17
Bab 17 Drama Shamil
18
Bab 18 Rencana Indri
19
Bab 19 Misi Dimulai
20
Bab 20 Bau
21
Bab 21 Percaya
22
Bab 22 Tragedi
23
Bab 23 Elisa
24
Bab 24 Tulang Rusuk Jadi Tulang Punggung
25
Bab 25 Sumber Rasa Sakit Itu
26
Bab 26 Ibu Sakit
27
Bab 27 Berjasa?
28
Bab 28 Rongsokan
29
Bab 29 Tante itu siapa?
30
Bab 30 Menggila
31
Bab 31 Tawaran
32
Bab 32 Cerai
33
Bab 33 Hadiah dari Ayah
34
Bab 34 Rumah
35
Bab 35 Kesepian
36
Bab 36 Takut Nikah
37
Bab 37 Kemarahan Zella
38
Bab 38 Sadis
39
Bab 39 Kamu Dipecat!
40
Bab 40 Mereka Menipuku
41
Bab 41
42
Bab 42 Makin Bahagia
43
Bab 43 Di Rumahkan
44
Bab 44 Kami Sudah Bercerai
45
Bab 45 Ranti Vs Shamil
46
Bab 46 Lamaran?
47
Bab 47 Ditolak
48
Bab 48 Membangun Kembali Mimpi
49
Bab 49 Ide Gila Ranti
50
Bab 50 Jalani Aja Dulu
51
Bab 51 Gatot (Gagal Total)
52
Bab 52 Penipu Sebenarnya
53
Bab 53 Shamil Penipu
54
Bab 54 Kesempatan
55
Bab 55 Bensin dan Api
56
Bab 56 Pelakor
57
Bab 57 Kemarahan Ibu
58
Bab 58. Didiamkan Sahabat
59
Bab 59 Tak Kenal Sehari
60
Bab 60 Salah Faham
61
Bab 61 Memangnya Kita Siapa?
62
Bab 62 Hutang Jasa
63
Bab 63 Syarat?
64
Bab 64 Sebuah Kepercayaan
65
Bab 65 Meninggalkan Demi Menyelesaikan
66
Bab 65 Sebatas Mimpi
67
Bab 66 Ikhlaskan
68
Bab 67 Mimpi
69
Bab 68 Zella ... Munaroh
70
Bab 69 Jubae vs Elisa
71
Bab 70 Tak Punya Urusan
72
Bab 71 Karena Anak Bu Jubae
73
Bab 72 Itu Sudah Biasa
74
Bab 73 Mama Mengerti
75
Bab 74 Bukan Salah Kamu
76
Bab 75 Tidak Mengerti
77
Bab 76 Tak Semudah Itu
78
Bab 77 Balas Dendam Itu ...
79
Bab 78 Tak Berdaya
80
Bab 79 Pulang lah
81
Bab 80 Sendirian Di Masa Tua
82
Bab 81 Perempuan Paling Cantik
83
Bab 82
84
Bab 83 Dukungan Ayah
85
Bab 84 Bukan Zella
86
Bab 85
87
Bab 86 Dilabrak
88
87 Dia Anakku

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!