Ya Allah apa arti semua ini? Apakah aku sanggup menjalani ujian yang akan Engkau beri di depan nanti?
Sambil memasak untuk bekal dan sarapan, Zella masih larut oleh rasa aneh yang tidak mengenakan itu. Tapi di depan suami dan anaknya, Zella berusaha terlihat bahagia.
"Mah, tadi Ranti telepon Abah, katanya dia mau kesini, sekalian mau antar Tifa juga."
"Asyik ... Tifa ke Sekolah naik mobil!" ujar anak kecil itu kegirangan.
"Alhamdulillah, semoga suatu saat nanti Tifa bisa punya mobil sendiri." Zella mengusap lembut sisi wajah putrinya.
"Abah bahagia banget, selama mbak yang jaga Fiqri libur, Mama selalu bantu Ranti jaga Fiqri atas inisiatif mama sendiri," ucap Akhsan.
"Katanya, mbak yang momong Fiqri mau nikah, izin 10 hari nggak kerja, Tifa sama Fiqri satu sekolah, bantu Ranti jaga Fiqri, juga kebahagiaan buat Tifa, karena Tifa ada teman saat di rumah."
"Mama tuh selalu bantu Adiku, walau dia sering nyakitin mama, makasih mama." Akhsan menatap bangga pada Zella.
Kata-kata yang mashur, tidak ada manusia yang sempurna. Tapi kamu mendekati sempurna, penuh cinta padaku dan keluargaku, pengabdianmu sebagai istri rasanya tidak ada yang kurang, maafkan aku Zella, 11 tahun bersamamu, kamu tidak pernah bisa menggeser posisi Shamil di hatiku. jerit hati Akhsan.
"Abah bilang apaan sih, kalau udah nikah, keluarga Abah ya keluarga aku juga. Kita nggak bisa bantu Ranti secara materi, setidaknya mama bisa bantu dia dengan tenaga mama. Apa yang Ranti ucapkan memang mama merasa sakit, tapi segala ucapan Ranti ya mama anggap wajar, seorang adik yang menyuarakan rasa sayangnya pada Kakaknya." Zella tidak bisa berkata panjang lebar, dia tidak ingin Tifa merekam obrolan mereka.
Saat yang sama terdengar suara klakson mobil.
"Makannya udah selesai kan? Nah itu tante Ranti pastinya." Zella membantu Tifa bersiap.
Selepas kepergian Tifa, di rumah hanya ada Zella dan Akhsan. Akhsan meraih sesuatu dari ransel yang menemaninya bekerja.
"Ma, bulan ini rezeki kita cuma segini."
Zella membeku melihat uang ratusan ribu yang terbagi 4 sekat tipis yang berarti uang itu berjumlah 4 juta.
Inikah jawaban dari perasaan tidak enak selama ini?
Zella larut dalam pemikirannya. Bagaimana dia membagi uang 4 juta itu untuk bayar tagihan air, listrik, kebersihan, memberi mama Akhsan, uang saku Latifa, biaya bulanan sekolah Tifa, les dan banyak hal, belum lagi untuk biaya makan sehari-hari selama satu bulan kedepan.
"Apa Abah punya hutang di kantor sehingga gajih Abah kurang separuh?" ucap Zella. Jemari tangannya perlahan menerima uang yang Akhsan sodorkan padanya.
"Urusan pekerjaan biar jadi urusan Abah. Bulan ini dan bulan-bulan kedepan, Mama harus extra hemat mengatur keuangan kita." Akhsan mendaratan ciuman hangatnya diantara alis Zella. "Abah pergi kerja ya."
Zella bungkam, dia menganggukan kepalanya dan meraih tangan Akhsan untuk dia cium. Setelah Akhsan pergi, Zella terduduk lemas di lantai.
"Ya Allah, aku bukan tidak bersyukur atas segala rezki yang telah engkau tetapkan. Tapi bagaimana mengatur uang ini untuk biaya hidup kami satu bulan kedepan? Beri berkah pada lembaran uang ini Ya Allah, dan berikan kecerdasan pada otakku agar bisa menggunakannya dengan bijak."
Bayar tagihan keamanan, air, dan listrik sudah menghabiskan 1 juta, biaya sekolah Latifa 500 ribu dan 300 ribu untuk les. Ditambah motornya selalu minta jatah cairan biru minimal 25 ribu untuk satu minggu, hampir 2 juta uang yang Zella terima hanya lewat begitu saja tanpa permisi dari dompetnya. Yang harus Zella pangkas banyak adalah biaya dapur. Walau dompetnya jelas meringis, Zella berusaha menghadapi semuanya dengan tenang.
***
Selesai melakukan semua pekerjaan di kantor, Akhsan langsung tancap gas motornya menuju kontrakan Shamil. Sesampai di kontrakan sederhana itu Shamil menyambut Akhsan dengan senyum termanisnya, membuat bangunan sederhana itu terasa seperti sebuah istana.
"Baru pulang kerja?" Akhsan mencium pipi kanan dan kiri Shamil.
Shamil langsung menyalimi Akhsan, dan mencium telapak tangan laki-laki itu bolak-balik. "Iya Ba, pekerjaan Aba gimana?" Aba panggilan sayang dari Shamil untuk Akhsan.
"Alhamdulillah lancar. Aba kangen sama Amma." Dengan nyamannya Akhsan melingkarkan tangannya di pinggang Shamil.
"Amma juga kangen sama Aba. Oh iya tadi Amma beli makanan kesukaan Aba, sate kambing."
"Masya Allah, Amma benar-benar perhatian."
"Harus dong."
Suami istri itu melenggang bersama memasuki rumah sederhana mereka. Bukan hanya lidah Akhsan yang mendapat pelayanan, tapi juga mendapat pelayanan lain membuat Akhsan semakin berat untuk meninggalkan rumah Shamil.
"Aba ... sudah jam 11 malam, sana pulang dulu. Kasian Zella," ucap Shamil dengan nada manjanya.
"Kok rasanya badan Aba kayak dilem ya, nempel aja di kasur Amma."
"Jangan gitu Aba, besok kan Aba kesini lagi."
"Oh iya, ini uang buat Amma." Akhsan memberikan separu gajihnya pada Shamil.
"Nggak usah Aba, uang Aba buat Zella aja, kan dia nggak kerja, kalau aku kerja, aku bisa memenuhi kebutuhan aku dan kebutuhan kita."
"Nggak boleh begitu, ini hak kamu, karena kamu juga istri aku. Maaf cuma segini aku bisa kasih. Ini separu dari gajih aku."
"Bukan nilainya Aba, tapi bisa memiliki Aba sepenuhnya, ini adalah kebahagiaan terbesar aku. Aku hanya ingin bersama Aba, aku tidak menginginkan uang Aba."
Akhsan menarik dalam napasnya. Kata-kata Shamil membuatnya sangat bahagia. "Terima dulu, mau kamu apakan, ya terserah kamu. Bagiku ini bentuk adilku dari segi nafkah. Perlu diingat, ini adil menurutku, aku tidak tahu adil dari kacamata yang lain."
Akhsan menjejalkan uang itu ke tangan Shamil. "Aba pulang, sampai jumpa setelah pulang kerja besok."
"Iya Aba, hati-hati. Jangan lupa kabari Amma kalau sudah sampai."
Akhsan tersenyum dan kembali menghujani wajah Shamil dengan ciuman hangatnya. Dengan berat hati Aksan meningalkan kontrakan Shamil, keadaan di sana yang tidak peduli dengan tetangga sekitar, membuat Akhsan merasa aman.
Sesampai di rumahnya dan Zella, sebelum masuk rumah, Akhsan buru-buru mengabari Shamil kalau dia sudah sampai, Akhsan tersenyum bahagia jika mengingat kebersamaannya dengan Shamil. Dia terus memasuki rumah dengan senyum yang masih menghiasi wajahnya.
"Assalamu'alaikum, bah." sapa Zella.
"Wa'alaikum salam." Seketika kebahagiaan Akhsan tentang Shamil lenyap saat matanya melihat Zella.
"Pulangnya telat dari biasa, macet ya Bah?"
"Banyak yang harus Abah tanyakan, jadi kemalaman. Abah mau langsung tidur saja. Abah capek."
Zella berusaha tersenyum, walau batinnya tergores dengan sikap dingin Akhsan.
Sabar Zella, suamimu pasti sangat lelah dan tertekan, maklumi dia. Bukan hanya dirimu yang pusing mengatur uang belanja, dia juga pusing mencari Nafkah, dan berusaha mencukupkan supaya bisa membahagiakan anak istrinya.
Hari baru kini menyapa, pagi ini terlihat berbeda di meja makan Akhsan dan Latifa memandangi sepiring telur dadar yang diiris-iris dalam 1 piring.
"Sarapan pagi kita cuma ini mah?" Latifa memastikan.
"Iya sayang, Tifa ingat kan, kalau telur itu sehat!" Zella berusaha membuat Latifa semangat.
Akhsan tidak berkomentar, dia mengambil sepotong kecil dan melahapnya dalam diam. Melihat Ayahnya makan dengan tenang, Latifa pun mengikuti Ayahnya.
Setelah pembayaran semua iuran, dan belanja hal kecil namun penting seperti sabun dan saudaranya, uang belanja yang tersisa 1,5 juta, harus cerdik mengaturnya untuk kebutuhan 1 bulan kedepan. Zella sangat bersyukur, banyak mereka yang hanya memiliki uang 500 ribu untuk bertahan satu bulan.
3 bulan berlalu.
Tidak ada perubahan dalam kehidupan Zella.Aksan yang setiap hari pulang malam. Uang pemberian Akhsan tersisa 1,5 juta jika dipotong tagihan wajib seperti Listrik, Air, kebersihan, dan keamanan. Separu dari sisanya harus Zella akali agar cukup untuk kehidupan sebulan kedepan. Bahkan memberi ibu Akhsan terpaksa Zella kurangi.
"Telur dadar lagi?" Ucapan Akhsan lebih menusuk dari dinginnya udara pagi. Akhsan semakin kesal berada di rumah ini, selain Zella yang membuat matanya tak betah memandang, kini keadaan meja makan pun menambah kekesalannya. Jauh berbeda jika di rumah Shamil, Shamil yang selalu cantik, makanan enak tertata rapi di meja, membuatnya semakin meringis merindukan Shamil.
"Ya gimana lagi bah, saat ini keuangan kita hanya cukup untuk ini."
"Aku mau makan ke rumah mama saja." Akhsan menatap pada putrinya. "Tifa mau ikut Abah? Kita sarapan di rumah Nenek, di sana masakan Tante Ranti pasti enak."
Batin Zella meringis, tapi dia hanya bisa diam.
"Enggak Bah, aku mau makan sama mama aja. Nggak apa-apa telur dadar sama kecap. Aku suka. Kan telur itu bergizi bah."
"Bergizi iya, tapi tiap hari telor bisulan adanya!" Akhsan pergi begitu saja meninggalkan Zella dan Tifa.
Zella tersenyum pada putrinya. Sikap dan semangat putrinya lah yang membuat Zella kuat. Bahkan tubuhnya kian berisi karena sering makan double porsi, karena Akhsan yang sering tidak mau makan masakan yang sudah dia sediakan.
"Ayok mama, makan yang cepat. Nanti aku telat loh."
"Iya sayang." Zella perlahan menyuap nasinya, dia terus memandangi putrinya yang sangat menikmati sepiring nasi dengan telur dadar dan kecap manis.
Setiap rumah tangga selalu ada ujian, bagaimana pun ujianku, aku berterima kasih padamu ya Rabb, karena memberiku amanah seindah ini.
Zella sangat bersyukur memiliki Latifa dalam hidupnya.
***
"Om Akhsan mau sarapan ya?" tebak Fiqri.
"Iya, masakan mama Fiqri itu enak, makanya om selalu pengen nyicipin." Tanpa sungkan Akhsan langsung mengisi piring kosongnya dengan menu yang tersedia.
"Zella nggak masak?" tebak Ranti.
"Masak, tapi tiap pagi telor, dadar, rebus, mata sapi, orak-arik pakai sayur. Telor terus walau beda bentuk tapi aku bosan! Telur sarden itu terus!" Dengan lahapnya Akhsan menyantap masakan Ranti.
"Nanti aku bicara sama Zella. Apa-apaan ini. Dia cuma kasih 500 ribu lho sama mama. Tapi suaminya sarapan di rumah ini setiap hari," omel Ranti.
Akhsan seketika kehilangan selera makannya, dia menjauhkan piring yang ada di depannya. "Kamu nggak ikhlas aku ikut makan di sini?"
"Eh sudah, ayok makannya dilanjut saja, Aksan." ibu Akhsan berusaha menengahi.
"Sudah nggak selera ma. Besok-besok aku nggak akan ke sini lagi." Aksan pergi begitu saja, bahkan tidak mengucap salam.
"Kamu ini buat Kakakmu kehilangan nappsu makan saja, Ran."
"Aku malas berdebat sama mama. Aku pamit kerja dulu. Fiqri, cepetan salim sama Nenek. Pulangnya nanti mama jemput di rumah Tifa." Ranti meraih tas kerjanya dan segera pergi bersama putranya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Soraya
jgn lama lama thor menutupi kebohongan Akhsan kasihan zellanya
2024-08-07
0
Hanipah Fitri
dari segi nafkah saja Akhsan sdh tdk adil apalagi dalam hal lain nya
2023-12-08
0
🍭ͪ ͩIr⍺ Mυɳҽҽყ☪️ՇɧeeՐՏ🍻𝐙⃝🦜
Yaa Allah.... pengen nangis bacanya😥😥
Semoga saja kelakuan Akhsan segera terbongkar.
2023-08-27
0