Bab 5

Ya Allah apa arti semua ini? Apakah aku sanggup menjalani ujian yang akan Engkau beri di depan nanti?

Sambil memasak untuk bekal dan sarapan, Zella masih larut oleh rasa aneh yang tidak mengenakan itu. Tapi di depan suami dan anaknya, Zella berusaha terlihat bahagia.

"Mah, tadi Ranti telepon Abah, katanya dia mau kesini, sekalian mau antar Tifa juga."

"Asyik ... Tifa ke Sekolah naik mobil!" ujar anak kecil itu kegirangan.

"Alhamdulillah, semoga suatu saat nanti Tifa bisa punya mobil sendiri." Zella mengusap lembut sisi wajah putrinya.

"Abah bahagia banget, selama mbak yang jaga Fiqri libur, Mama selalu bantu Ranti jaga Fiqri atas inisiatif mama sendiri," ucap Akhsan.

"Katanya, mbak yang momong Fiqri mau nikah, izin 10 hari nggak kerja, Tifa sama Fiqri satu sekolah, bantu Ranti jaga Fiqri, juga kebahagiaan buat Tifa, karena Tifa ada teman saat di rumah."

"Mama tuh selalu bantu Adiku, walau dia sering nyakitin mama, makasih mama." Akhsan menatap bangga pada Zella.

Kata-kata yang mashur, tidak ada manusia yang sempurna. Tapi kamu mendekati sempurna, penuh cinta padaku dan keluargaku, pengabdianmu sebagai istri rasanya tidak ada yang kurang, maafkan aku Zella, 11 tahun bersamamu, kamu tidak pernah bisa menggeser posisi Shamil di hatiku. jerit hati Akhsan.

"Abah bilang apaan sih, kalau udah nikah, keluarga Abah ya keluarga aku juga. Kita nggak bisa bantu Ranti secara materi, setidaknya mama bisa bantu dia dengan tenaga mama. Apa yang Ranti ucapkan memang mama merasa sakit, tapi segala ucapan Ranti ya mama anggap wajar, seorang adik yang menyuarakan rasa sayangnya pada Kakaknya." Zella tidak bisa berkata panjang lebar, dia tidak ingin Tifa merekam obrolan mereka.

Saat yang sama terdengar suara klakson mobil.

"Makannya udah selesai kan? Nah itu tante Ranti pastinya." Zella membantu Tifa bersiap.

Selepas kepergian Tifa, di rumah hanya ada Zella dan Akhsan. Akhsan meraih sesuatu dari ransel yang menemaninya bekerja.

"Ma, bulan ini rezeki kita cuma segini."

Zella membeku melihat uang ratusan ribu yang terbagi 4 sekat tipis yang berarti uang itu berjumlah 4 juta.

Inikah jawaban dari perasaan tidak enak selama ini?

Zella larut dalam pemikirannya. Bagaimana dia membagi uang 4 juta itu untuk bayar tagihan air, listrik, kebersihan, memberi mama Akhsan, uang saku Latifa, biaya bulanan sekolah Tifa, les dan banyak hal, belum lagi untuk biaya makan sehari-hari selama satu bulan kedepan.

"Apa Abah punya hutang di kantor sehingga gajih Abah kurang separuh?" ucap Zella. Jemari tangannya perlahan menerima uang yang Akhsan sodorkan padanya.

"Urusan pekerjaan biar jadi urusan Abah. Bulan ini dan bulan-bulan kedepan, Mama harus extra hemat mengatur keuangan kita." Akhsan mendaratan ciuman hangatnya diantara alis Zella. "Abah pergi kerja ya."

Zella bungkam, dia menganggukan kepalanya dan meraih tangan Akhsan untuk dia cium. Setelah Akhsan pergi, Zella terduduk lemas di lantai.

"Ya Allah, aku bukan tidak bersyukur atas segala rezki yang telah engkau tetapkan. Tapi bagaimana mengatur uang ini untuk biaya hidup kami satu bulan kedepan? Beri berkah pada lembaran uang ini Ya Allah, dan berikan kecerdasan pada otakku agar bisa menggunakannya dengan bijak."

Bayar tagihan keamanan, air, dan listrik sudah menghabiskan 1 juta, biaya sekolah Latifa 500 ribu dan 300 ribu untuk les. Ditambah motornya selalu minta jatah cairan biru minimal 25 ribu untuk satu minggu, hampir 2 juta uang yang Zella terima hanya lewat begitu saja tanpa permisi dari dompetnya. Yang harus Zella pangkas banyak adalah biaya dapur. Walau dompetnya jelas meringis, Zella berusaha menghadapi semuanya dengan tenang.

***

Selesai melakukan semua pekerjaan di kantor, Akhsan langsung tancap gas motornya menuju kontrakan Shamil. Sesampai di kontrakan sederhana itu Shamil menyambut Akhsan dengan senyum termanisnya, membuat bangunan sederhana itu terasa seperti sebuah istana.

"Baru pulang kerja?" Akhsan mencium pipi kanan dan kiri Shamil.

Shamil langsung menyalimi Akhsan, dan mencium telapak tangan laki-laki itu bolak-balik. "Iya Ba, pekerjaan Aba gimana?" Aba panggilan sayang dari Shamil untuk Akhsan.

"Alhamdulillah lancar. Aba kangen sama Amma." Dengan nyamannya Akhsan melingkarkan tangannya di pinggang Shamil.

"Amma juga kangen sama Aba. Oh iya tadi Amma beli makanan kesukaan Aba, sate kambing."

"Masya Allah, Amma benar-benar perhatian."

"Harus dong."

Suami istri itu melenggang bersama memasuki rumah sederhana mereka. Bukan hanya lidah Akhsan yang mendapat pelayanan, tapi juga mendapat pelayanan lain membuat Akhsan semakin berat untuk meninggalkan rumah Shamil.

"Aba ... sudah jam 11 malam, sana pulang dulu. Kasian Zella," ucap Shamil dengan nada manjanya.

"Kok rasanya badan Aba kayak dilem ya, nempel aja di kasur Amma."

"Jangan gitu Aba, besok kan Aba kesini lagi."

"Oh iya, ini uang buat Amma." Akhsan memberikan separu gajihnya pada Shamil.

"Nggak usah Aba, uang Aba buat Zella aja, kan dia nggak kerja, kalau aku kerja, aku bisa memenuhi kebutuhan aku dan kebutuhan kita."

"Nggak boleh begitu, ini hak kamu, karena kamu juga istri aku. Maaf cuma segini aku bisa kasih. Ini separu dari gajih aku."

"Bukan nilainya Aba, tapi bisa memiliki Aba sepenuhnya, ini adalah kebahagiaan terbesar aku. Aku hanya ingin bersama Aba, aku tidak menginginkan uang Aba."

Akhsan menarik dalam napasnya. Kata-kata Shamil membuatnya sangat bahagia. "Terima dulu, mau kamu apakan, ya terserah kamu. Bagiku ini bentuk adilku dari segi nafkah. Perlu diingat, ini adil menurutku, aku tidak tahu adil dari kacamata yang lain."

Akhsan menjejalkan uang itu ke tangan Shamil. "Aba pulang, sampai jumpa setelah pulang kerja besok."

"Iya Aba, hati-hati. Jangan lupa kabari Amma kalau sudah sampai."

Akhsan tersenyum dan kembali menghujani wajah Shamil dengan ciuman hangatnya. Dengan berat hati Aksan meningalkan kontrakan Shamil, keadaan di sana yang tidak peduli dengan tetangga sekitar, membuat Akhsan merasa aman.

Sesampai di rumahnya dan Zella, sebelum masuk rumah, Akhsan buru-buru mengabari Shamil kalau dia sudah sampai, Akhsan tersenyum bahagia jika mengingat kebersamaannya dengan Shamil. Dia terus memasuki rumah dengan senyum yang masih menghiasi wajahnya.

"Assalamu'alaikum, bah." sapa Zella.

"Wa'alaikum salam." Seketika kebahagiaan Akhsan tentang Shamil lenyap saat matanya melihat Zella.

"Pulangnya telat dari biasa, macet ya Bah?"

"Banyak yang harus Abah tanyakan, jadi kemalaman. Abah mau langsung tidur saja. Abah capek."

Zella berusaha tersenyum, walau batinnya tergores dengan sikap dingin Akhsan.

Sabar Zella, suamimu pasti sangat lelah dan tertekan, maklumi dia. Bukan hanya dirimu yang pusing mengatur uang belanja, dia juga pusing mencari Nafkah, dan berusaha mencukupkan supaya bisa membahagiakan anak istrinya.

Hari baru kini menyapa, pagi ini terlihat berbeda di meja makan Akhsan dan Latifa memandangi sepiring telur dadar yang diiris-iris dalam 1 piring.

"Sarapan pagi kita cuma ini mah?" Latifa memastikan.

"Iya sayang, Tifa ingat kan, kalau telur itu sehat!" Zella berusaha membuat Latifa semangat.

Akhsan tidak berkomentar, dia mengambil sepotong kecil dan melahapnya dalam diam. Melihat Ayahnya makan dengan tenang, Latifa pun mengikuti Ayahnya.

Setelah pembayaran semua iuran, dan belanja hal kecil namun penting seperti sabun dan saudaranya, uang belanja yang tersisa 1,5 juta, harus cerdik mengaturnya untuk kebutuhan 1 bulan kedepan. Zella sangat bersyukur, banyak mereka yang hanya memiliki uang 500 ribu untuk bertahan satu bulan.

3 bulan berlalu.

Tidak ada perubahan dalam kehidupan Zella.Aksan yang setiap hari pulang malam. Uang pemberian Akhsan tersisa 1,5 juta jika dipotong tagihan wajib seperti Listrik, Air, kebersihan, dan keamanan. Separu dari sisanya harus Zella akali agar cukup untuk kehidupan sebulan kedepan. Bahkan memberi ibu Akhsan terpaksa Zella kurangi.

"Telur dadar lagi?" Ucapan Akhsan lebih menusuk dari dinginnya udara pagi. Akhsan semakin kesal berada di rumah ini, selain Zella yang membuat matanya tak betah memandang, kini keadaan meja makan pun menambah kekesalannya. Jauh berbeda jika di rumah Shamil, Shamil yang selalu cantik, makanan enak tertata rapi di meja, membuatnya semakin meringis merindukan Shamil.

"Ya gimana lagi bah, saat ini keuangan kita hanya cukup untuk ini."

"Aku mau makan ke rumah mama saja." Akhsan menatap pada putrinya. "Tifa mau ikut Abah? Kita sarapan di rumah Nenek, di sana masakan Tante Ranti pasti enak."

Batin Zella meringis, tapi dia hanya bisa diam.

"Enggak Bah, aku mau makan sama mama aja. Nggak apa-apa telur dadar sama kecap. Aku suka. Kan telur itu bergizi bah."

"Bergizi iya, tapi tiap hari telor bisulan adanya!" Akhsan pergi begitu saja meninggalkan Zella dan Tifa.

Zella tersenyum pada putrinya. Sikap dan semangat putrinya lah yang membuat Zella kuat. Bahkan tubuhnya kian berisi karena sering makan double porsi, karena Akhsan yang sering tidak mau makan masakan yang sudah dia sediakan.

"Ayok mama, makan yang cepat. Nanti aku telat loh."

"Iya sayang." Zella perlahan menyuap nasinya, dia terus memandangi putrinya yang sangat menikmati sepiring nasi dengan telur dadar dan kecap manis.

Setiap rumah tangga selalu ada ujian, bagaimana pun ujianku, aku berterima kasih padamu ya Rabb, karena memberiku amanah seindah ini.

Zella sangat bersyukur memiliki Latifa dalam hidupnya.

***

"Om Akhsan mau sarapan ya?" tebak Fiqri.

"Iya, masakan mama Fiqri itu enak, makanya om selalu pengen nyicipin." Tanpa sungkan Akhsan langsung mengisi piring kosongnya dengan menu yang tersedia.

"Zella nggak masak?" tebak Ranti.

"Masak, tapi tiap pagi telor, dadar, rebus, mata sapi, orak-arik pakai sayur. Telor terus walau beda bentuk tapi aku bosan! Telur sarden itu terus!" Dengan lahapnya Akhsan menyantap masakan Ranti.

"Nanti aku bicara sama Zella. Apa-apaan ini. Dia cuma kasih 500 ribu lho sama mama. Tapi suaminya sarapan di rumah ini setiap hari," omel Ranti.

Akhsan seketika kehilangan selera makannya, dia menjauhkan piring yang ada di depannya. "Kamu nggak ikhlas aku ikut makan di sini?"

"Eh sudah, ayok makannya dilanjut saja, Aksan." ibu Akhsan berusaha menengahi.

"Sudah nggak selera ma. Besok-besok aku nggak akan ke sini lagi." Aksan pergi begitu saja, bahkan tidak mengucap salam.

"Kamu ini buat Kakakmu kehilangan nappsu makan saja, Ran."

"Aku malas berdebat sama mama. Aku pamit kerja dulu. Fiqri, cepetan salim sama Nenek. Pulangnya nanti mama jemput di rumah Tifa." Ranti meraih tas kerjanya dan segera pergi bersama putranya.

Terpopuler

Comments

Soraya

Soraya

jgn lama lama thor menutupi kebohongan Akhsan kasihan zellanya

2024-08-07

0

Hanipah Fitri

Hanipah Fitri

dari segi nafkah saja Akhsan sdh tdk adil apalagi dalam hal lain nya

2023-12-08

0

🍭ͪ ͩIr⍺ Mυɳҽҽყ☪️ՇɧeeՐՏ🍻𝐙⃝🦜

🍭ͪ ͩIr⍺ Mυɳҽҽყ☪️ՇɧeeՐՏ🍻𝐙⃝🦜

Yaa Allah.... pengen nangis bacanya😥😥
Semoga saja kelakuan Akhsan segera terbongkar.

2023-08-27

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1
2 Bab 2
3 Bab 3
4 Bab 4
5 Bab 5
6 Bab 6
7 Bab 7
8 Bab 8 Teman Masa Kecil
9 Bab 9
10 Bab 10
11 Bab 11 Ikhlaskan Masa Lalu
12 Bab 12
13 Bab 13 Titip Salam
14 Bab 14 Warisan
15 Bab 15 Firasat Seorang Ibu
16 Bab 16 Rencana
17 Bab 17 Drama Shamil
18 Bab 18 Rencana Indri
19 Bab 19 Misi Dimulai
20 Bab 20 Bau
21 Bab 21 Percaya
22 Bab 22 Tragedi
23 Bab 23 Elisa
24 Bab 24 Tulang Rusuk Jadi Tulang Punggung
25 Bab 25 Sumber Rasa Sakit Itu
26 Bab 26 Ibu Sakit
27 Bab 27 Berjasa?
28 Bab 28 Rongsokan
29 Bab 29 Tante itu siapa?
30 Bab 30 Menggila
31 Bab 31 Tawaran
32 Bab 32 Cerai
33 Bab 33 Hadiah dari Ayah
34 Bab 34 Rumah
35 Bab 35 Kesepian
36 Bab 36 Takut Nikah
37 Bab 37 Kemarahan Zella
38 Bab 38 Sadis
39 Bab 39 Kamu Dipecat!
40 Bab 40 Mereka Menipuku
41 Bab 41
42 Bab 42 Makin Bahagia
43 Bab 43 Di Rumahkan
44 Bab 44 Kami Sudah Bercerai
45 Bab 45 Ranti Vs Shamil
46 Bab 46 Lamaran?
47 Bab 47 Ditolak
48 Bab 48 Membangun Kembali Mimpi
49 Bab 49 Ide Gila Ranti
50 Bab 50 Jalani Aja Dulu
51 Bab 51 Gatot (Gagal Total)
52 Bab 52 Penipu Sebenarnya
53 Bab 53 Shamil Penipu
54 Bab 54 Kesempatan
55 Bab 55 Bensin dan Api
56 Bab 56 Pelakor
57 Bab 57 Kemarahan Ibu
58 Bab 58. Didiamkan Sahabat
59 Bab 59 Tak Kenal Sehari
60 Bab 60 Salah Faham
61 Bab 61 Memangnya Kita Siapa?
62 Bab 62 Hutang Jasa
63 Bab 63 Syarat?
64 Bab 64 Sebuah Kepercayaan
65 Bab 65 Meninggalkan Demi Menyelesaikan
66 Bab 65 Sebatas Mimpi
67 Bab 66 Ikhlaskan
68 Bab 67 Mimpi
69 Bab 68 Zella ... Munaroh
70 Bab 69 Jubae vs Elisa
71 Bab 70 Tak Punya Urusan
72 Bab 71 Karena Anak Bu Jubae
73 Bab 72 Itu Sudah Biasa
74 Bab 73 Mama Mengerti
75 Bab 74 Bukan Salah Kamu
76 Bab 75 Tidak Mengerti
77 Bab 76 Tak Semudah Itu
78 Bab 77 Balas Dendam Itu ...
79 Bab 78 Tak Berdaya
80 Bab 79 Pulang lah
81 Bab 80 Sendirian Di Masa Tua
82 Bab 81 Perempuan Paling Cantik
83 Bab 82
84 Bab 83 Dukungan Ayah
85 Bab 84 Bukan Zella
86 Bab 85
87 Bab 86 Dilabrak
88 87 Dia Anakku
Episodes

Updated 88 Episodes

1
Bab 1
2
Bab 2
3
Bab 3
4
Bab 4
5
Bab 5
6
Bab 6
7
Bab 7
8
Bab 8 Teman Masa Kecil
9
Bab 9
10
Bab 10
11
Bab 11 Ikhlaskan Masa Lalu
12
Bab 12
13
Bab 13 Titip Salam
14
Bab 14 Warisan
15
Bab 15 Firasat Seorang Ibu
16
Bab 16 Rencana
17
Bab 17 Drama Shamil
18
Bab 18 Rencana Indri
19
Bab 19 Misi Dimulai
20
Bab 20 Bau
21
Bab 21 Percaya
22
Bab 22 Tragedi
23
Bab 23 Elisa
24
Bab 24 Tulang Rusuk Jadi Tulang Punggung
25
Bab 25 Sumber Rasa Sakit Itu
26
Bab 26 Ibu Sakit
27
Bab 27 Berjasa?
28
Bab 28 Rongsokan
29
Bab 29 Tante itu siapa?
30
Bab 30 Menggila
31
Bab 31 Tawaran
32
Bab 32 Cerai
33
Bab 33 Hadiah dari Ayah
34
Bab 34 Rumah
35
Bab 35 Kesepian
36
Bab 36 Takut Nikah
37
Bab 37 Kemarahan Zella
38
Bab 38 Sadis
39
Bab 39 Kamu Dipecat!
40
Bab 40 Mereka Menipuku
41
Bab 41
42
Bab 42 Makin Bahagia
43
Bab 43 Di Rumahkan
44
Bab 44 Kami Sudah Bercerai
45
Bab 45 Ranti Vs Shamil
46
Bab 46 Lamaran?
47
Bab 47 Ditolak
48
Bab 48 Membangun Kembali Mimpi
49
Bab 49 Ide Gila Ranti
50
Bab 50 Jalani Aja Dulu
51
Bab 51 Gatot (Gagal Total)
52
Bab 52 Penipu Sebenarnya
53
Bab 53 Shamil Penipu
54
Bab 54 Kesempatan
55
Bab 55 Bensin dan Api
56
Bab 56 Pelakor
57
Bab 57 Kemarahan Ibu
58
Bab 58. Didiamkan Sahabat
59
Bab 59 Tak Kenal Sehari
60
Bab 60 Salah Faham
61
Bab 61 Memangnya Kita Siapa?
62
Bab 62 Hutang Jasa
63
Bab 63 Syarat?
64
Bab 64 Sebuah Kepercayaan
65
Bab 65 Meninggalkan Demi Menyelesaikan
66
Bab 65 Sebatas Mimpi
67
Bab 66 Ikhlaskan
68
Bab 67 Mimpi
69
Bab 68 Zella ... Munaroh
70
Bab 69 Jubae vs Elisa
71
Bab 70 Tak Punya Urusan
72
Bab 71 Karena Anak Bu Jubae
73
Bab 72 Itu Sudah Biasa
74
Bab 73 Mama Mengerti
75
Bab 74 Bukan Salah Kamu
76
Bab 75 Tidak Mengerti
77
Bab 76 Tak Semudah Itu
78
Bab 77 Balas Dendam Itu ...
79
Bab 78 Tak Berdaya
80
Bab 79 Pulang lah
81
Bab 80 Sendirian Di Masa Tua
82
Bab 81 Perempuan Paling Cantik
83
Bab 82
84
Bab 83 Dukungan Ayah
85
Bab 84 Bukan Zella
86
Bab 85
87
Bab 86 Dilabrak
88
87 Dia Anakku

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!