Akhsan mengetik pesan baru untuk Shamil, namun ada peringatan kalau dia sudah diblokir oleh nomor tersebut.
"Ya salam ... dia ngambek." Akhsan frustasi, tapi tidak bisa menyusul Shamil, karena pekerjaan harus segera diselesaikan. "Setelah pulang kerja, aku akan samperin dia ke kontrakan."
Akhsan berusaha fokus dengan pekerjaan. Semakin dia stres dengan urusannya, pekerjaan pun tidak akan selesai. Tentu menjadi tambahan beban lagi untuknya.
Baru beberapa menit dia berusaha fokus, notifikasi grup keluarga khusus membuat Akhsan terganggu, dia menon-aktifkan handphonenya demi sebuah ketenangan.
Waktu terus berjalan, Indri sudah siap menunggu Nadi menjemputnya. Beberapa menit berdiri di teras rumah, akhirnya ada sebuah mobil jenis mini bus yang berhenti di depan rumah Zella.
"Sudah aku duga tante bawa banyak barang, nggak salah aku bawa mobil ini." Nadi tersenyum dan langsung memasukan barang Indri ke dalam mobil.
"Kamu masih salah Nad, harusnya kamu bawa mobil bak terbuka, biar tante bisa angkut hasil panen kamu gratisss!"
"Saat ini kebun masih baru tanam lagi tante, belum ada yang panen. Adanya itu kotoran ayam menggunung, kalau mau aku angkutin," canda Nadi.
Setelah Indri masuk ke mobil, Nadi perlahan melajukan mobilnya menuju sekolah putranya dan Tifa. Sedang Indri, dia sibuk mengetik pesan memberi tahu rencananya hari ini.
Di sisi lain, Zella baru selesai melayani pembeli. Rezekinya hari ini begitu manis. Mengingat dari tadi handphonenya berdering, Zella segera memeriksanya. Terlihat beberapa pesan dari ibunya.
*Zella, mama pergi bawa Tifa ke desa Nadi. Tadi pagi mama ketemu Nadi, dia antar mama belanja, terus dia nawarin mama ke desa baru dia. Mama ikutin, karena mama juga misi tersembunyi.
*Do'a in mama, semoga mama bisa dapatkan apa yang mama inginkan. Semakin cepat kita tahu, semakin cepat juga kita mengambil solusi untuk masalah ini.
Zella menghela napasnya dalam. Dia berdo'a dalam hati, semoga apa yang ibunya inginkan segera tercapai.
***
Di desa Nadi.
Desa Nadi tidak jauh dari kota yang Zella tinggali. Memang desa itu termasuk wilayah kota sebelah, namun jaraknya lebih dekat ke kota yang Zella tinggali karena desa itu merupakan perbatasan 2 kota.
"Nek, kita kemana?" tanya Tifa.
"Kita mau rekreasi alam ke perkebunan. Ayahnya Iqbal punya perkebunan," sela Nadi.
"Nggak cuma kebun dek, tapi ada peternakan ayam juga. Hari ini ayam-ayam kecil katanya datang, kita bisa main sambil melepas ayam-ayam itu ke kandang," tambah Iqbal. Sejak berkenalan dengan Tifa, Iqbal begitu baik pada Tifa dan terlihat menyukai anak perempuan itu.
"Anakmu sangat mudah menerima orang baru Nad, tante senang lihatnya, sepertinya kalau dikasih adik, dia sangat bisa menyayangi adiknya, lihat saja cara dia menyayangi Tifa" ucap Indri.
"Iqbal dari umur 4 tahun sudah minta adik, tapi Shamil tidak mau hamil lagi." Nadi berusaha fokus pada jalanan menuju kebun.
"Loh, masih muda kok nggak mau nambah anak?"
"Alasan dia, biar pendidikan buat Iqbal lebih fokus. Mau itu perhatian mau pun per-uangan."
"Ada-ada saja kamu Nad." Indri tertawa mendengar perkataan Nadi.
"Kalau sekarang Iqbal sudah besar. Sudah atur kapan buat kasih adik buat Iqbal?" Indri berharap pertanyaannya bisa membuka pintu tujuannya.
"Kalau sekarang ya ... gimana ya. Aku dan Shamil sudah cerai tant."
"Innalillahi." Indri menutup mulutnya disertai raut wajah yang terkejut.
"Cerai itu apa Nek?" sela Tifa.
"Am ...." Indri bingung bagaimana menjelaskan agar Tifa mengerti.
"Cerai itu mama sama papa tidak tinggal serumah lagi," sela Iqbal.
"Owh ...." Tifa merasa puas dengan jawaban Iqbal.
Mereka sampai di perkebunan Nadi. Di tengah perkebunan luas itu ada sebuah bangunan yang berdiri di tengah-tengah. Sedang di sisi yang lain, terlihat bangunan lain.
"Jangan bilang yang berjejer di sana kandang ayam!" tunjuk Indri kearah bangunan yang berjejer.
"Sayangnya itu memang kandang ayam," sahut Nadi.
"Tante rasa nyeri, kok rumah tante bagusan kandang ayam kamu Nad."
"Inysha Allah, suatu saat tante bisa membangun rumah seperti impian tante."
"Aamiin."
"Tifa mau ikut kak Iqbal ke rumah Kakak nggak?" tawar Iqbal.
"Aku mau di sini saja, sepertinya seru bermain di sini." Tifa terlihat puas menikmati keindahan alam di sana. Perkebunan yang luas dan bersih.
"Kalau gitu Kakak tinggal dulu, Kakak mau ganti baju." Iqbal memanggil salah satu pekerja Ayahnya, dan meminta untuk diantar ke rumah mereka.
"Lho, jadi itu bukan rumah kamu Nad?" Indri keheranan.
"Itu multifungsi tante, dibilang tempat peristirahatan iya, dibilang gudang bisa, dibilang penginapan juga bisa, karena jika ada tamu jauh, aku menawarkan tempat itu untuk mereka bermalam. Saat ini bos peternakan kami yang akan menginap di sana selama dia menyelidiki masalah yang terjadi di peternakan."
Nadi mengajak Indri menuju sebuah bangunan yang tidak memiliki dinding, tempat itu biasa digunakan para pegawai untuk istirahat dan menunaikan salat, kadang juga menjadi tempat makan bersama. Nadi meletakan barang bawaan Indri di sana. Sedang Tifa, dia tertarik dengan aliran air jernih yang mengalir tidak jauh dari tempat istirahat itu.
"Tifa! Ganti seragam sekolahnya dulu baru boleh main air!" tegur Indri.
Anak yang pintar itu segera mematuhi nasihat Neneknya. Dia segera mengambil baju ganti yang Neneknya berikan.
"Ganti baju di mana?" tanya Tifa.
"Di sana." Nadi menunjuk ruangan bersekat di dekat tempat wudhu.
"Tifa ini nggak bisa lihat air, kalau ketemu air dia bakal duduk di sana dan main di sana!" keluh Indri.
"Namanya juga anak-anak tant. Tapi tante nggak usah khawatir, air di sini bersih dan tempatnya juga aman."
Tifa mengayunkan sepasang kakinya menuju tempat itu, dia hanya fokus pada tujuannya. Semakin cepat dia mengganti bajunya, semakin cepat pula dia bisa bermain air.
Taufik merasa familiar dengan wajah anak kecil tersebut. Dia berusaha mengingat di mana pernah bertemu anak kecil itu.
"Nggak ku sangka, katanya pulang ingin menyelesaikan masalah. Tapi apa yang terjadi di depan mataku? Tenyata ammak selingkuh!"
Sontak perhatian semua orang tertuju pada lelaki yang berkata barusan.
"Astaghfirullah, aku sudah pergi sejauh ini, kenapa kita masih dipertemukan?" keluh Indri. "Ternyata dunia ini memang sangat sempit untuk kita."
Orang-orang yang berjalan bersama bos besar mereka merasa heran. Ada hubungan apa Alvin dengan wanita paruh baya yang tengah bersama Nadi.
"Siapa yang bersama ammak? Jangan bilang dia juga anak ammak!"
"Alvin, sudah bercandanya, mereka tidak mengenal bagaimana kita, yang ada candaan kita membuat desas-desus goib yang merugikan nama kita."
"Maaf ammak, kalau ketemu ammak, serasa kurang kalau tidak bercanda." Alvin segera mendekati wanita yang dia anggap seperti ibunya itu.
Menyadari di sana ada Taufik, membuat Indri mengingat kalau Ayah Alvin dan Ayah Taufik teman bisnis. Indri bekerja sebagai pembantu, dan Ayah Taufik sering datang berkunjung membuat mereka sering bertemu dan seiring berjalannya waktu mereka saling jatuh cinta.
Andai benar seperti pengakuannya kalau Ayah Taufik duda, mungkin sampai saat ini mereka masih bersama. Namun saat pertemuan dua keluarga, untuk membahas penikahan Zella dan Taufik, kedua ibu calon mempelai itu baru menyadari kalau suami mereka orang yang sama. Hingga bukan hanya hubungan ibu Zella saja yang kandas. Karena rasa sakit dari ibu Taufik, Taufik dipaksa meng-akhiri hubungannya dengan Zella.
Kejadian masa lalu seakan kembali berputar di benak Indri. Dia tidak menyalahkan siapa-siapa karena jarak yang jauh semakin mempermudah Ayah Taufik menutupi kebohongannya. Bukan salah Ayah Alvin jika dia juga percaya kalau ibu Taufik meninggal. Yang tertipu bukan hanya dirinya, tapi yang sangat dirugikan adalah dirinya. Ditipu tapi juga permanen dicap sebagai pelakor.
Aku pikir Taufik dan Alvin tidak meneruskan bisnis yang dulu dijalin Ayah mereka. Ternyata mereka terlihat sangat dekat. Batin Indri.
"Assalamu'alaikum, apa kabar tante Indri?" Taufik segera menyalimi mantan ibu tirinya dan juga mantan calon mertuanya itu.
"Alhamdulillah, baik. Kamu sendiri?"
"Alhamdulillah tant, baik juga. Oh iya, tante masih kerja di keluarga Alvin?"
"Sebenarnya ammak Indri sudah berhenti saat aku selesai kuliah, tapi nggak ada yang bisa ganti posisi dia di hati aku, aku terus paksa buat kembali sama aku, dan tidak akan ku lepaskan!" ucap Alvin.
"Nenek! Nenek! Ada ikan-ikan kecil berenang Nek!" seru Tifa, dia begitu bahagia melihat banyak ikan berenang di pancuran itu.
Hal itu membuat Taufik mengingat, kalau anak kecil tadi adalah anak Zella.
Nggak cuma saat ketemu ibunya aku nggak karuan rasa, melihat anaknya saja jantungku serasa tidak sehat. Batin Taufik.
"Nenek? Kamu jaga dia?" sela Alvin.
"Dia cucuku yang sebenarnya, jangan mikir itu cucu hasil mungut!" protes Indri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Jeni Safitri
😅😅😅 Masyaallah baiknya hubungan art sama anak majikannya
2024-09-06
0
🍭ͪ ͩIr⍺ Mυɳҽҽყ☪️ՇɧeeՐՏ🍻𝐙⃝🦜
Cinta untuk Zella masih bersemayam di hati Taufik...
2023-10-17
0
Riana
sama siapa ini zella nanti🤔
2023-10-14
0