Bab 7

Zella terkejut melihat Aksan pulang lebih cepat dari biasanya, seingatnya suaminya selalu ikut pengajian setelah pulang kerja, dan saat pulang hampir tengah malam. Tanpa dia tau, kalau Akhsan selama ini hanya memakai alasan itu untuk kesenangannya bersama Shamil.

"Bagaimana pekerjaan Abah?" Zella berusaha menyambut suaminya dengan senyuman termanisnya.

Akhsan tidak peduli, kekesalannya tidak bisa menghabiskan waktu bersama Shamil membuatnya pikirannya kacau dan perasannya sangat buruk. Dia melengos begitu saja.

Zella tidak menyerah, dia mengerti penatnya mencari nafkah berimbas pada mood yang susah ditebak. "Abah tumben pulang awal, nggak ngaji?"

"Capek, jadi nggak bisa hadir." Akhsan terus berlalu begitu saja sambil melepas satu per satu kancing kemeja kerjanya.

"Mau mama pijit nggak bah?" tawar Zella.

"Aku capek, aku mau sendiri, aku mau istirahat! Apa semua jawaban yang ku berikan kurang jelas?!"

Zella terperanjat mendengar nada bicara Akhsan, entah mengapa dia merasa komunikasinya dengan Akhsan terasa dingin, rasanya ada sesuatu yang menahannya hingga dia tidak bisa berbasa-basi dengan suaminya.

"Abah!" Tifa kegirangan melihat ayahnya pulang saat matanya masih terbuka, akhir-akhir ini Ayahnya selalu pulang saat dia sudah tidur. Tifa berlari kearah Akhsan dan melompat ke gendongan laki-laki itu.

"Tifa, turun ya sayang Abah capek banget! Abah mau istirahat." Perlahan Akhsan menurunkan putrinya dari gendongannya.

Hal ini seketika memudarkan senyum bahagia yang menghiasi wajah Tifa. Dari raut wajahnya sangat jelas anak itu terluka dengan sikap Ayahnya. Dia hanya ingin perhatian dan sedikit waktu sang Ayah untuknya, bukan sebuah benda mewah yang sulit untuk dikabulkan. Namun Ayahnya sangat jelas tidak peduli padanya. Tifa mematung mendapat perlakuan seperti itu dari sang Ayah.

"Tifa, Abah baru pulang kerja, abah capek. Tifa main sama mama aja ya ...." Zella sangat memahami kekecewaan dan kehancuran putrinya. Dirinya dan putrinya menginginkan hal yang sama, yaitu kebersamaan dengan sosok yang sama pula, lagi-lagi hal yang sama juga dirasa, yaitu kekecewaan.

Akhsan tidak peduli dengan buliran bening yang terlepas dari pelupuk mata putrinya, dia terus berlalu menuju kamar, dan menghilang di balik pintu kamar. Cinta pertama Akhsan yang begitu membara di hatinya, membuatnya mengabaikan gadis kecil itu.

"Aku kangen main sama abah," ringis Tifa. Sepasang mata yang penuh air mata itu terus memandangi pintu di mana Ayahnya menghilang.

"Iya, mama ngerti, tapi saat ini abah kelelahan bekerja. Beri Abah waktu untuk istirahat ya ...." Zella mengusap air mata putrinya.

"Kapan? Abah tidak pernah ada buat kita."

Ya Rabb, kata-kata apa lagi yang harus aku katakan untuk menguatkan putriku? Benar katanya, Akhsan tidak pernah ada waktu untuk kami. Zella hanya bisa menjerit dalam hati.

"Berapa sih waktu abah sehari? Apa mama bisa bayar ke kantor abah agar mereka berikan abah libur sehari aja untuk kita?"

Zella semakin membisu, protes anak-anak yang ingin membeli waktu ayah mereka juga diucapkan Tifa. Zella sangat faham setiap detik waktu bersama anak itu sangat penting.

"Sabtu dan minggu saja Abah nggak ada di rumah. Kapan Abah ada buat aku ...." Tangis Tifa kian pecah.

Hati Zella meringis melihat putrinya seperti ini, apa yang dia bisa? Dia ikut menangis sambil memeluk putrinya.

"Kita harus bantu abah dengan memahami pekerjaan dan kesibukan abah, semoga nanti abah bisa libur dan seharian penuh sama kita." Zella terus berusaha menghibur putrinya.

***

Akhsan keluar dari kamar saat Zella mengajaknya makan malam, Akhsan makan malam bersama anak istrinya, perhatiannya selalu tertuju pada benda pipih persegi panjang yang selalu dia usap. Kebersamaan ini momen langka bagi Zella, sangat jarang Akhsan ada di rumah saat makan malam, tapi keadaan yang terjadi di depan matanya, Zella merasa Akhsan tidak bersamanya, hanya raganya yang ada di rumah ini.

"Kerjaannya penting banget ya bah?" ucap Zella lembut.

"Ini nih bikin aku malas di rumah! Kamu tu bawel! Penting atau tidak kerjaan aku nggak ada urusan sama kamu!" Akhsan berhenti makan dan meninggalkan meja makan.

Hati Zella hancur berkeping-keping melihat Akhsan seperti ini, entah mengapa dia merasa kehilangan sosok suami yang selalu dia banggakan.

"Mama ...."

Panggilan lembut itu menyadarkan Zella. "Iya sayang ...." Zella menoleh kearah putrinya dan memberi senyuman termanisnya.

"Abah kenapa? Kok Abah marah sama mama?"

"Abah cuma capek sayang, yuk kita lanjut makan, habis makan lanjut belajar lagi ya." Zella mengusap sisi kepala putrinya.

"Istirahat dari sore sampai malam masih capek juga?" Tifa merasa jawaban sang ibu mulai tidak masuk akal.

"Kan Abah capek, kerja setiap hari sampai malam, baru kali ini Abah bisa istirahat di rumah."

Tifa membuang napasnya dan kembali melanjutkan makan malamnya.

Sedang di kamar, Akhsan sengaja mengunci pintu dari dalam, agar Zella tidak masuk begitu saja. Dia segera menghubungi Shamil via video call.

"Selamat malam Amma," sapa Akhsan, senyuman terukir di wajahnya kala melihat wajah cantik Shamil ada di layar handphonenya.

"Malam juga aba, aba sudah makan?"

"Nggak bisa makan, lidah aba terbiasa masakan Amma, saat tangan yang beda menyuguhkan makanan, aba tidak selera."

"Maafin amma, karena kerjaan amma yang padat, kita nggak bisa sama-sama," sesal Shamil.

"Aba mengerti, makasih atas segala hal yang amma beri buat aba selama ini."

"Aku yang harusnya makasih, aba berbesar hati menjadikanku bidadari kedua di kehidupan aba."

"Shut ...." Akhsan menaruh jari telunjuknya di depan bibir. "Amma kedua hanya pada status, tapi dalam segala hal amma pertama dan satu-satunya."

"Aba ...." ucap Shamil manja

"Aba kangen banget sama amma."

"Amma juga kangen sama aba, tapi saat ini amma pulang ke rumah orang tua amma, mau ke kontrakan kejauhan, amma capek. Jadi nginep di sini."

"Iya amma, jaga kesehatan di sana ya."

Bisa melihat wajah Shamil walau hanya dari layar handphonenya sudah membuat Akhsan bahagia. Sehingga kehidupan lain selain Shamil terasa hambar dan tidak menarik baginya.

"Amma, aba benar-benar tidak kuat menjalani kehidupan aba tanpa amma. Aba ingin selalu dekat amma, bolehkan aba jujur dan melepaskan hubungan lama aba?"

Shamil terdiam, bukan ini yang dia inginkan. Rasanya ini juga bukan keputusan yang tepat jika membuka hubungan mereka secepat ini?

"Amma ...."

Panggilan dari Akhsan menyadarkan Shamil.

"Amma juga tersiksa tanpa aba, tapi pernikahan bukan hanya ikatan 2 orang, amma takut aba akan meninggalkan amma jika keluarga aba tidak menerima amma."

"Walau mereka menolak amma, aba akan tetap memilih amma."

"Kita jalani dulu ba ikatan rahasia ini, kalau memang tidak bisa ditutupi lagi, baru kita buka. Selama masih bisa kita tutupi, sebaiknya kita jalani seperti ini, yang penting aba selalu ada buat amma."

"Aba kangen banget sama amma," sepasang mata Akhsan terlihat sangat putus asa.

"Amma juga kangen." Shamil meletakan handphonenya di suatu tempat, lalu dia membua kedua pahanya agar terlihat jelas di layar. "Apalagi celah ini, sangat kengen sama sentuhan aba."

"Amma, aba makin nggak waras ini," keluh Akhsan.

"Kita obati rasa rindu kita bah secara halu ba, seperti dulu." Shamil membimbing Akhsan berfantasi seolah mereka bersama. Hingga dengan fantasi mereka keduanya sampai pada rasa yang mereka tuju.

Setelah panggilan video berakhir, Akhsan merasa puas, dia membersihkan cairan itu, dan berjalan menuju kamar mandi. Sepanjang waktu mandinya dia selalu tersenyum membayangkan Shamil. Dalam setiap detak jantung Akhsan, hanya Shamil, selain Shamil tak ada yang membuatnya bersemangat.

***

Hari demi hari berlalu begitu saja. Zella berusaha tegar walau pertahanan batinnya mulai rapuh. Ada atau tidaknya Akhsan di depan matanya hal itu sama saja. Akhsan ada di rumah, tapi dia merasa Akhsan begitu jauh. Kemana ia mengadu rasa sakit yang mendera hatinya saat ini? Zaman sekarang salah sedikit menyandarkan cerita, malah jadi bomerang bagi diri sendiri.

Hanya mengadu pada sang penguasa alam pada setiap do'a dan munajatnya. Berharap kebahagiaan kembali bisa dia rasa. Zella terus berusaha menguatkan fisik dan mentalnya. Ada bidadari titipan Tuhan yang harus dia bahagiakan.

"Mama, jangan melamun bawa motornya, bahaya buat kita," tegur Tifa yang tengah dibonceng Zella.

"Mama nggak melamun, mama cuma sedang berpikir, nanti malam masak apa, biar Tifa semangat!" kilah Zella.

"Mama masak apa saja Tifa suka, bagi Tifa yang penting mama ada di samping Tifa."

Zella sampai pada tujuannya mengantar putrinya ke Sekolah, dia memberi semangat pada putrinya. Senyumannya masih menghiasi wajahnya yang terus melepas putrinya. Seketika perhatian Zella tersita pada sebuah mobil yang terparkir tidak jauh darinya. Terlihat seorang anak laki-laki yang familiar turun dari mobil itu sambil membanting pintu mobil begitu keras.

"Bukannya itu putranya Nadi, jika itu anaknya Nadi, tentu pengemudi mobil itu ...." Zella tersenyum, dia menebak dalam mobil itu adalah Shamil, teman masa kecilnya di desa neneknya.

Zella ingin mendekati mobil itu, namun mobil itu perlahan meninggalkan area sekolah. Zella tidak ingin kehilangan kesempatan untuk menemui teman masa kecilnya. Dia segera menuju motornya dan mengikuti mobil itu.

Terpopuler

Comments

Maria Magdalena Indarti

Maria Magdalena Indarti

kasian Zella

2025-03-09

0

Rusiani Ijaq

Rusiani Ijaq

wahhhhhhh ternyata 2 manusia tak berakhlak itu sdh berzina cukup lama dan semoga ketika azab itu datang mereka sdh siap menerima

2024-11-01

1

Hanipah Fitri

Hanipah Fitri

Akhsan nanti kamu nyesal deh, anak istrimu dicuekin, yg dipikirkan hanya istri mudamu

2023-12-08

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1
2 Bab 2
3 Bab 3
4 Bab 4
5 Bab 5
6 Bab 6
7 Bab 7
8 Bab 8 Teman Masa Kecil
9 Bab 9
10 Bab 10
11 Bab 11 Ikhlaskan Masa Lalu
12 Bab 12
13 Bab 13 Titip Salam
14 Bab 14 Warisan
15 Bab 15 Firasat Seorang Ibu
16 Bab 16 Rencana
17 Bab 17 Drama Shamil
18 Bab 18 Rencana Indri
19 Bab 19 Misi Dimulai
20 Bab 20 Bau
21 Bab 21 Percaya
22 Bab 22 Tragedi
23 Bab 23 Elisa
24 Bab 24 Tulang Rusuk Jadi Tulang Punggung
25 Bab 25 Sumber Rasa Sakit Itu
26 Bab 26 Ibu Sakit
27 Bab 27 Berjasa?
28 Bab 28 Rongsokan
29 Bab 29 Tante itu siapa?
30 Bab 30 Menggila
31 Bab 31 Tawaran
32 Bab 32 Cerai
33 Bab 33 Hadiah dari Ayah
34 Bab 34 Rumah
35 Bab 35 Kesepian
36 Bab 36 Takut Nikah
37 Bab 37 Kemarahan Zella
38 Bab 38 Sadis
39 Bab 39 Kamu Dipecat!
40 Bab 40 Mereka Menipuku
41 Bab 41
42 Bab 42 Makin Bahagia
43 Bab 43 Di Rumahkan
44 Bab 44 Kami Sudah Bercerai
45 Bab 45 Ranti Vs Shamil
46 Bab 46 Lamaran?
47 Bab 47 Ditolak
48 Bab 48 Membangun Kembali Mimpi
49 Bab 49 Ide Gila Ranti
50 Bab 50 Jalani Aja Dulu
51 Bab 51 Gatot (Gagal Total)
52 Bab 52 Penipu Sebenarnya
53 Bab 53 Shamil Penipu
54 Bab 54 Kesempatan
55 Bab 55 Bensin dan Api
56 Bab 56 Pelakor
57 Bab 57 Kemarahan Ibu
58 Bab 58. Didiamkan Sahabat
59 Bab 59 Tak Kenal Sehari
60 Bab 60 Salah Faham
61 Bab 61 Memangnya Kita Siapa?
62 Bab 62 Hutang Jasa
63 Bab 63 Syarat?
64 Bab 64 Sebuah Kepercayaan
65 Bab 65 Meninggalkan Demi Menyelesaikan
66 Bab 65 Sebatas Mimpi
67 Bab 66 Ikhlaskan
68 Bab 67 Mimpi
69 Bab 68 Zella ... Munaroh
70 Bab 69 Jubae vs Elisa
71 Bab 70 Tak Punya Urusan
72 Bab 71 Karena Anak Bu Jubae
73 Bab 72 Itu Sudah Biasa
74 Bab 73 Mama Mengerti
75 Bab 74 Bukan Salah Kamu
76 Bab 75 Tidak Mengerti
77 Bab 76 Tak Semudah Itu
78 Bab 77 Balas Dendam Itu ...
79 Bab 78 Tak Berdaya
80 Bab 79 Pulang lah
81 Bab 80 Sendirian Di Masa Tua
82 Bab 81 Perempuan Paling Cantik
83 Bab 82
84 Bab 83 Dukungan Ayah
85 Bab 84 Bukan Zella
86 Bab 85
87 Bab 86 Dilabrak
88 87 Dia Anakku
Episodes

Updated 88 Episodes

1
Bab 1
2
Bab 2
3
Bab 3
4
Bab 4
5
Bab 5
6
Bab 6
7
Bab 7
8
Bab 8 Teman Masa Kecil
9
Bab 9
10
Bab 10
11
Bab 11 Ikhlaskan Masa Lalu
12
Bab 12
13
Bab 13 Titip Salam
14
Bab 14 Warisan
15
Bab 15 Firasat Seorang Ibu
16
Bab 16 Rencana
17
Bab 17 Drama Shamil
18
Bab 18 Rencana Indri
19
Bab 19 Misi Dimulai
20
Bab 20 Bau
21
Bab 21 Percaya
22
Bab 22 Tragedi
23
Bab 23 Elisa
24
Bab 24 Tulang Rusuk Jadi Tulang Punggung
25
Bab 25 Sumber Rasa Sakit Itu
26
Bab 26 Ibu Sakit
27
Bab 27 Berjasa?
28
Bab 28 Rongsokan
29
Bab 29 Tante itu siapa?
30
Bab 30 Menggila
31
Bab 31 Tawaran
32
Bab 32 Cerai
33
Bab 33 Hadiah dari Ayah
34
Bab 34 Rumah
35
Bab 35 Kesepian
36
Bab 36 Takut Nikah
37
Bab 37 Kemarahan Zella
38
Bab 38 Sadis
39
Bab 39 Kamu Dipecat!
40
Bab 40 Mereka Menipuku
41
Bab 41
42
Bab 42 Makin Bahagia
43
Bab 43 Di Rumahkan
44
Bab 44 Kami Sudah Bercerai
45
Bab 45 Ranti Vs Shamil
46
Bab 46 Lamaran?
47
Bab 47 Ditolak
48
Bab 48 Membangun Kembali Mimpi
49
Bab 49 Ide Gila Ranti
50
Bab 50 Jalani Aja Dulu
51
Bab 51 Gatot (Gagal Total)
52
Bab 52 Penipu Sebenarnya
53
Bab 53 Shamil Penipu
54
Bab 54 Kesempatan
55
Bab 55 Bensin dan Api
56
Bab 56 Pelakor
57
Bab 57 Kemarahan Ibu
58
Bab 58. Didiamkan Sahabat
59
Bab 59 Tak Kenal Sehari
60
Bab 60 Salah Faham
61
Bab 61 Memangnya Kita Siapa?
62
Bab 62 Hutang Jasa
63
Bab 63 Syarat?
64
Bab 64 Sebuah Kepercayaan
65
Bab 65 Meninggalkan Demi Menyelesaikan
66
Bab 65 Sebatas Mimpi
67
Bab 66 Ikhlaskan
68
Bab 67 Mimpi
69
Bab 68 Zella ... Munaroh
70
Bab 69 Jubae vs Elisa
71
Bab 70 Tak Punya Urusan
72
Bab 71 Karena Anak Bu Jubae
73
Bab 72 Itu Sudah Biasa
74
Bab 73 Mama Mengerti
75
Bab 74 Bukan Salah Kamu
76
Bab 75 Tidak Mengerti
77
Bab 76 Tak Semudah Itu
78
Bab 77 Balas Dendam Itu ...
79
Bab 78 Tak Berdaya
80
Bab 79 Pulang lah
81
Bab 80 Sendirian Di Masa Tua
82
Bab 81 Perempuan Paling Cantik
83
Bab 82
84
Bab 83 Dukungan Ayah
85
Bab 84 Bukan Zella
86
Bab 85
87
Bab 86 Dilabrak
88
87 Dia Anakku

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!