Apa yang Indri inginkan, dengan sigap Nadi mengantar Indri ke lapak pedagang yang Indri mau. Dari daging, ayam, hingga sayuran, yang Indri inginkan, semua sudah masuk kantong belanja.
"Bagaimana tante, semua yang tante mau sudah dibeli?" Nadi memastikan.
"Alhamdulillah, Nad. Sepertinya sudah semua. Makasih banyak Nad."
"Aku juga senang bisa bantu tante."
"Setelah kamu antar tante pulang, kamu harus coba kopi buatan tante."
"Sepertinya nggak bisa tante, aku sebatas antar tante pulang ke rumah Zella aja ya."
"Ayolah Nad, izinkan orang tua ini berterima kasih dengan menjamu kamu."
"Bagaimana kalau tante ku ajak ke desa baru kami? kita nostalgia di sana, kita masak-masak bareng." Ide Nadi.
"Bukan tante nggak mau, tapi tante harus jemput Tifa dan jaga dia selama Zella jualan."
"Jam 1 Tifa kan pulang, aku jemput Tifa dan tante sekalian jemput anak aku."
"Naik motor ini muat?" Indri membayangkan motor ini dinaiki empat orang.
"Kalau tante bersedia, aku jemput pakai transportasi lain."
"Baiklah, ayo antar tante ke rumah Zella, nanti ketemu lagi saat jam pulang Sekolah."
Setelah mengantar Indri ke rumah Zella, Nadi berusaha mengingat jalan menuju rumah Zella.
"Yakin nggak mau mampir Nad?"
"Lain kali tante, aku izin permisi dulu. Soalnya hari ini ada kunjungan bos besar kami."
"Masya Allah ... sekarang udah punya bos ya."
"Kita lanjutkan lagi obrolannya tant, aku permisi. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam, Nad."
Indri bergegas menyimpan barang belanjaan yang baru dia beli di pasar. Dia baru saja membuka pintu rumah, saat yang sama Akhsan juga baru sanpai.
"Mama? kapan datang?" Akhsan meletakan motornya, dan segera salim pada mertuanya.
"Tadi malam, mama izin menginap lama di sini ya, mama ingin menikmati masa cuti mama bersama anak dan cucu."
"Tentu boleh ma, aku senang mama berkenan tinggal sama kami."
"Lho, kamu nggak kerja San?"
"Kerja ma, tadi aku pergi kerja dari rumah ibu. Tapi ada yang ketinggalan di rumah, mau di pakai pula buat laporan."
"Ya sudah, ambil sana barangmu, segera balik ke kantor."
"Iya ma."
Meminta Akhsan segera berangkat bukan suatu perhatian, jujur ... hatinya sangat nyeri melihat wajah yang telah menorehkan luka di hidup putrinya. Namun Indri masih berpegang ini bukan kesalahan Akhsan sepenuhnya.
Aku baik sama kamu, karena aku masih mengingat nasihat mama mertuaku, kalau kamu adalah laki-laki terbaik, karena kamu baik, wajar saja banyak wanita yang ingin memiliki kamu. Biar waktu yang menjawab semua ini. Jika kamu menyakiti putriku memang keinginanmu, maafkan aku mama, aku mendukung keputusan Zella untuk berpisah dari Akhsan.
"Lho, kok mama masih di luar?"
Indri tersentak, dia berusaha mengumpulkan kesadarannya. "Nggak apa-apa, sana berangkat. Mama mau simpan belanjaan buat di masak nanti sore."
"Zella mana ma?"
"Kamu lupa kalau Zella jualan?"
"Terus mama ke pasar pakai apa?"
"Ini zaman canggih, bukan zaman batu, tinggal klik transportasi yang kita inginkan akan tiba."
Semua orang kini sibuk dengan aktivitas masing-masing. Indri memasukan belanjaannya sebagia ke freezer dan sebagian di chiller. Sedang beberapa sayur dia biarkan di suhu ruang. Sedang Zella dan Alea mulai menyiapkan tempat jualan mereka.
"Sambal udah dibungkus Al?" Zella memastikan.
"Sudah Zell."
"Kalau semua sudah siap, kamu pulang aja nggak apa-apa. Kan kamu ada bisnis lain juga yang perlu kamu awasi."
"Kamu jualan sendiri bisa?"
"Insyha Allah aku bisa Al, aku nggak ngusir, tapi beneran aku siap jualan sendiri."
Alea terpaksa meninggalkan Zella, karena ada beberapa usaha lagi yang dia pegang dan harus dia awasi. Sedang Zella, saat ini merasa lebih lega, karena putrinya ada yang mengawasi.
Tiba-tiba ada motor yang berhenti di depan lapak Zella.
"Maaf Kakak, jualannya siap 30 menit lagi. Ini masih menyiapkan yang lain," sambut Zella lembut.
"Beneran Zella istri Akhsan ternyata, aku kira salah lihat."
"Kak Neha?" Zella segera menghampiri saudara sepupu Akhsan.
"Ya ampun Zell, kenapa kamu jualan begini? Aku beneran nggak nyangka yang bersihin gerobak kontainer ini tadi kamu!"
"Ya emangnya ada yang salah Kak?"
"Ya salah lah, kamu harusnya cari usaha yang lebih keren, ini malah jualan di tepi jalan! Bikin malu suami dan keluarga aja!"
"Aku usaha loh Kak, bukan mencuri. Mengapa aku harus malu?"
"Begini nih yang aku bingung sama tante Mayang. Perempuan begini dia cinta mati banget!" Wanita itu segera pergi meninggalkan lapak Zella.
Zella tidak ambil pusing, dia fokus dengan usahanya. "Semoga hari ini Allah mendatangkan pelanggan yang lain, dan Kak Taufik nggak mampir."
***
Setelah mengantar Indri, Nadi memacu cepat motornya menuju perkebunan. Sesampai di sana, beberapa peternak yang bekerjasama dengan perusahaan yang sama, sudah berkumpul di tempat yang biasa dipakai untuk rapat.
"Kemana aja kamu Nad? Kok lama?" tanya Taufik.
"Aku tadi ketemu tante Indri, terus aku antar beliau belanja. Kasian, dia tidak tahu pasar di kota itu."
Mendengar nama Indri, Taufik menatap tajam pada Ayahnya. "Ku harap Bapak nggak ada niat mengganggu tante Indri lagi. Kalau Bapak nekad mendekati tante Indri, pastinya banyak kehidupan yang terganggu karena kemarahan ibu."
"Ibumu saja yang terlalu cemburu. Bapak tidak pernah mendekati mamanya Zella setelah dia meminta cerai, dia benci sama Bapak karena merasa Bapak tipu. Tapi saat Bapak nggak sengaja ketemu sama Indri, ibumu ngamuk kayak orang kesurupan."
"Ya itu salah Bapak dulunya, karena mengkhianati ibu."
"Bapak rasa kamu tahu bagaimana posisi Bapak dulu. Ibumu, wanita yang menjadi istri Bapak karena perjodohan, sedang mama Zella, wanita yang Bapak nikahi karena Bapak cinta. Apakah enak jalani kehidupan pernikahan tanpa cinta?"
Taufik terdiam, sangat jelas Ayahnya menyentil kehidupan yang dia jalani saat ini.
"Bapak rasa kamu sudah tahu jawabannya. Lalu bagaimana perasaanmu ketika kamu bertemu lagi wanita yang menundukkan hatimu?"
"Mohon maaf, karena kedatangan saya mengganggu pekerjaan kalian. Saya rasa kalian sudah tahu maksud kedatangan saya kali ini."
Perhatian semua orang tertuju pada laki-laki yang berdiri di depan. Taufik dan Bapaknya pun harus menyudahi pembicaraan mereka.
Nadi menyentil bahu Taufik. "Celaka Juragan. Aku udah terlanjur undang tante Indri ke perkebunan aku." bisik Nadi.
"Kebun kamu sama kebun Bapak jauh, semoga aja tante Indri, Bapak, dan ibuku tidak bertemu."
***
Kegiatan pagi tenang seperti ini yang Shamil suka. Tidak perlu repot menyiapkan sarapan. Tidak perlu takut ketahuan kalau selama ini yang memasak adalah tetangga belakang rumahnya. Setiap Shamil menyiapkan makanan, rasanya dia berada di arena yang membuat jantung terpacu. Karena takut ketahuan Akhsan kalau itu bukan masakannya.
Shamil begitu ceria pagi ini, melakukan pekerjaan pun terasa menyenangkan. Kegiatannya seketika terhenti karena mendengar handphonenya menerima pesan. Shamil segera membaca pesan itu.
*Amma, sore ini aba nggak mampir ya. Nggak enak kalau nggak pulang, karena ada mertua aba di rumah.
Shamil semakin bahagia. Dia tersenyum sumringah sambil mengetik pesan balasan untuk Akhsan.
\=Rasanya Amma ingin menggembok jalur tamu ini, setiap ada tamu, Amma merasa sendirian. Selalu saja ada alasan aba buat ninggalin amma.
Pada ketikan pesannya, Shamil terkesan sedih, namun pada kenyataannya, dia bahagia. Setiap ada tamu bulanan, Akhsan pasti pulang lebih cepat ke rumahnya. Tapi tidak masalah bagi Shamil, selama mudah meraih tujuan utamanya.
*Jangan begitu Amma, aba nggak datang bukan karena nggak bisa finish sama Amma, beneran aba nggak enak kalau pulang malam karena ada mertua aba.
Shamil tersenyum puas membaca pesan Akhsan. Dia yakin berhasil membuat Akhsan merasa serba salah. Shamil segera memblokir nomor Akhsan. Agar Akhsan semakin merasa tidak tenang memikirkannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Tri Oktifatun
ternyata oh ternyata Shamil pinter bgt melukai hati orang 😏
2023-10-10
0
Riana
astagaaa pinterr bangett ya shamil membolak balik hati lelaki😅😅bisa berguru ini sama shamil🤣🤣🤣
2023-10-10
0
Muzaata Alenmiyu
gimana ini thor kelanjutannya 🙄 rumit juga permasalahan masa lalu kedua ortu zella dan taufik sama spt zella dan taufik sendiri 🤦🏼♀️😔
2023-10-10
1