Bab 10

Alea dan Zella melepaskan pelukan mereka. Alea menatap wajah Zella dengan tatapan yang mendalam, jujur dia masih merasa bersalah karena meminta pertolongan pada orang yang punya masalah lebih besar dari masalahnya.

"Ayo selesaikan persiapan kita, waktu terus berjalan, setidaknya sebelum aku jemput Tifa, semua jualan kita sudah siap. Oh iya, ini aku tambah satu menu sambal, sambal matah!" Zella mengukir senyuman di wajahnya.

"Kamu kenal sama istri muda Akhsan?"

"Dia teman masa kecil aku, setau aku dia pernah satu kantor sama kak Akhsan, kemungkinan dia cinta pertama kak Akhsan. Sebenarnya kami nggak dekat, tapi pernah kenal. Percuma juga aku kasih tau siapa dia, kamu nggak akan tau, karena sebelumnya dia tidak tinggal di kota ini, terus ... persahabatan kita juga bermula saat aku sudah menikah dan mulai ikut pengajian ustadz Fazar."

"Kita adalah orang asing yang tiba-tiba didekatkan oleh rasa." Alea terbayang awal pertemanannya dengan Zella. Zella yang tidak kepo dengan kehidupannya, begitu juga dirinya, dia tidak ingin tahu banyak bagaimana kehidupan Zella, dia hanya tahu Zella seorang istri dari salah satu anggota pengajian yang bernama Akhsan, dan juga ibu dari seorang anak cantik yang bernama Latifa.

Keduanya menjalin pertemanan dengan kebahagiaan dan kenyamanan mereka berdua. Memberi batasan pada beberapa bagian kehidupan, namun siap saling menguatkan jika mengalami masalah. Bagi Zella dan Alea, berteman tidak hanya dengan kebaikan mereka, tapi menerima segala kekurangan. Ide dari teman tidak semuanya harus dipakai, namun memberikan ide membuat pemikiran teman terbuka oleh ide lainnya yang tiba-tiba muncul karena pendapat teman.

Seperti ide jualan saat ini, dulu Alea hanya cerita ingin punya usaha kaki lima, tapi bingung dengan menu apa yang akan dijual, lalu Zella memberikan ide dan resep menu yang mereka jual saat ini.

Alea menarik napasnya dalam, berat baginya menanyakan hal ini, namun lebih berat jika menahannya. "Jadi ... apa langkah kamu setelah ini?"

"Aku ingin mendaftarkan perceraian kami." Zella menatap kosong kearah lain. Bagaimana dia mengurus perceraian sedang dirinya tidak memiliki uang. Memang uang bukan segalanya, tapi segalanya selalu pakai uang. Zella merasa bola lampu halu di kepalanya menyala.

"Kalau kamu nggak keberatan, aku siap jalanin usaha ini, hasilnya buat aku buka sidang cerai, seterusnya buat aku sama Tifa nyambung hidup." Zella begitu semangat.

"Tapi pembagian hasilnya kecil Zell, kamu tahu sendiri buka sidang cerai gimana, memang nominalnya kecil tapi bayar beberapa tahap. Terus ... apa hasilnya cukup buat biaya hidup kalian?"

"Memang ini keinginanku yang terburu-buru. Jika Tuhan mengubah hatiku, setidaknya ada waktu, kan kumpulin uang perlu waktu, dan aku sudah punya rencana bagaimana menjalani kehidupan selanjutnya tanpa Akhsan."

"Kamu yakin mau cerai Zell?"

"Kalau kamu di posisi aku, kamu sanggup bertahan? Sedang yang terjadi di depan matamu sangat jelas kalau suamimu tidak bahagia bersamamu?"

"Setidaknya kamu cerita dulu sama mamamu, biar beliau ikut memberi masukan," usul Alea.

"Entahlah Al, aku takut cerita ini ke mama, selama jadi anaknya, aku hanya bisa membuatnya menangis dengan segala masalahku, entah kapan aku bisa membuatnya tersenyum dan bahagia. Kamu tahu? Bagi mama Akhsan laki-laki yang nyaris sempurna, entah bagaimana hancurnya mama jika tahu hal ini, aku butuh waktu untuk berbagi hal ini ke mama. Jika aku menemukan waktu yang tepat, aku akan cerita."

Persiapan mereka selesai, tidak terasa alarm di handphone Zella sudah berteriak, mengingatkan sang pemilik untuk segera menjemput Tifa. Saat Zella masih di lapak, belum ada pengunjung yang datang. Namun saat Zella pergi, sebuah mobil dengan bak terbuka menepi di dekat lapak Alea.

"Wah, sekarang yang jaga neng cantik, abang ganteng yang biasa mana?" sapa pengunjung itu ramah.

"Yang biasa berhenti, mas. Mungkin dia ada usaha yang lebih menjanjikan dari usaha ini. Tapi ... walau beda tangan yang sajikan, insyha Allah rasanya sama, tapi bisa juga lebih enak dari biasanya, karena yang buat hari ini yang kasih resep jualan ini ke saya," ujar Alea begitu yakin.

"Ya sudah, saya pesen pisang gepreknya 10, pisang gapitnya 1 yang klasik, 2 yang coklat-keju. Semuanya dibungkus."

"Pak Rahman ya?" tebak Alea.

"Kok tau?" ujar laki-laki itu.

"Owh cerita pegawai sebelumnya, kata dia ada pelanggan yang selalu beli banyak namanya Pak Rahman."

"Sudah dianggap langganan ya? Berarti dapat bonus dong?" ucap laki-laki itu tertawa lepas.

"Bonus mah kapan-kapan ya Pak, tapi hari ini ada penawaran buat Bapak, selama ini kan cuma ada sambal geprek buat pelengkap pisang gepreknya, sebenarnya udah lama di saranin buat tambah varian sambal, tapi selalu nggak keburu. Nah ... hari ini yang kasih saran yang buatin tambahan sambal." Alea mulai menyalakan panggangan untuk memasak pisang gapit.

"Sambal barunya apa?"

"Sambal matah Pak, enak! Pedes! Seger! Deh."

Laki-laki itu membuang pandangan ke arah lain. Rasanya melihat kembali kenangan indah masa lalu. "Kalau di desa saya dulu, sebutnya pisang janda-janda. Terus dimakannya pakai sambal terasi, tapi seseorang sering membuatnya untuk saya dengan pelengkap sambal matah."

"Wah ... ternyata ada cerita manis di balik pedesnya sambal," komentar Alea.

"Bisa siapin pisang janda-jandanya 1 buat saya nikmati di sini dengan sambal matah?" Laki-laki itu merasa ada yang salah dengan perkataannya. "Maksud saya pisang geprek."

"Bisa Pak!" Tangan Alea segera menyalakan api penggorengan untuk menggoreng sesi 2 pisang geprek.

"Mau sebutnya geprek atau janda-janda mah santai aja Pak, teman saya juga sebutnya pisang janda-janda, tapi karena setelah penggorengan pertama tu pisang di geprek sampai pipih, makanya saya ganti namanya jadi pisang geprek."

"Saya harus culik teman kamu ini, buat jadi koki khusus makanan kesukaan saya."

"Jangan lah Pak ... kalau Bapak ada yang masakin, nanti Bapak nggak beli lagi sama saya."

"Oh iya sampai lupa, pesen Es jeruk satu, haus saya terlalu banyak ngoceh."

"Siap Pak ...." Alea meninggalkan gorengan dan panggangannya untuk membuat minuman yang di pesan pelanggan pertamanya. Setelah mengantar minuman, Alea kembali pada tugas semula. Sesekali dia menatap laki-laki itu sesaat.

Gila! Pak Rahman ku kira tuir! Ternyata dia mateng! Aduh ... orangnya asyik pula jadi teman ngobrol.

Alea memaksa dirinya untuk kembali pada kenyataan, sebelum pisang yang dipanggang diatas teflon berubah menjadi arang. Tidak berselang lama, pisang yang berenang dalam wajan penggorengan juga sudah saatnya diangkat. Alea menyajikan pisang itu lebih dulu untuk dinikmati pelanggannya. Lalu kembali menyiapkan pesanan yang dibungkus. Sedang laki-laki itu terlihat sangat menikmati pisang geprek di depannya.

"Kalau pisang gapit yang klasik buat siapa Pak?" Alea kembali membuka perbincangan.

"Buat ibu saya, sebelum negara api menyerang, wanita yang special bagi suka dia suka masakin ini buat saya." Laki-laki itu mengisyarat pada pisang yang dia makan. "Dia juga suka bikinin ibu saya pisang gapit, dan ibu sangat suka. Tapi yang orisinil, kalau yang dikasih kental manis, coklat atau keju, ibu saya nggak suka. Dia suka yang disiram dengan gula merah aja, katanya mirip kolak, tapi ada rasa aroma gosong enak gitu."

"Sebenarnya saya ingin tahu lebih banyak, tapi terlalu banyak tahu kasian tempe ntar nggak laku."

Laki-laki itu tersenyum mendengar perkataan Alea. Dia kembali menyocol pisang itu ke sambal matah sebagai pelengkap. Jujur, setiap menggigit satu pisang, rasanya dia kembali ke masa lalu yang tidak pernah bisa dia lupakan.

"Assalamu'alaikum, Aunty Lele ...."

Teriakan seorang anak kecil menyita perhatian Rahman dan Alea. Rahman tertegun melihat sosok yang datang bersama anak kecil, begitu juga sosok itu, dia membeku ditempatnya saat sepasang matanya beradu tatap dengan laki-laki itu.

"Wa'alaikum salam. Tifa .... panggilannya nggak cocok buat aunty, kan aunty nggak ada kumis, masa dipanggil aunty lele." protes Alea.

"Eh ada kemah! Aku mau ke sana!" Tifa berlari menuju kemah kecil yang memang dipersiapkan untuknya.

Rahman dan Zella keduanya masih tenggelam oleh tatapan mereka, rasanya banyak hal yang berputar-putar di sekitar mereka.

"Untung kamu datang Zel, aku mulai nyerah berdiri di sini."

Zella masih larut dalam kenanganya, hal ini tentu membuat Alea menatap keduanya dengan tatapan curiga.

Terpopuler

Comments

Maria Magdalena Indarti

Maria Magdalena Indarti

wah..... masa lalu zella

2025-03-09

0

Hanipah Fitri

Hanipah Fitri

wau ... zella bertemu dgn org masa lalu nya

2023-12-08

0

Besse Jemma

Besse Jemma

semoga rahman jodoh zella

2023-10-04

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1
2 Bab 2
3 Bab 3
4 Bab 4
5 Bab 5
6 Bab 6
7 Bab 7
8 Bab 8 Teman Masa Kecil
9 Bab 9
10 Bab 10
11 Bab 11 Ikhlaskan Masa Lalu
12 Bab 12
13 Bab 13 Titip Salam
14 Bab 14 Warisan
15 Bab 15 Firasat Seorang Ibu
16 Bab 16 Rencana
17 Bab 17 Drama Shamil
18 Bab 18 Rencana Indri
19 Bab 19 Misi Dimulai
20 Bab 20 Bau
21 Bab 21 Percaya
22 Bab 22 Tragedi
23 Bab 23 Elisa
24 Bab 24 Tulang Rusuk Jadi Tulang Punggung
25 Bab 25 Sumber Rasa Sakit Itu
26 Bab 26 Ibu Sakit
27 Bab 27 Berjasa?
28 Bab 28 Rongsokan
29 Bab 29 Tante itu siapa?
30 Bab 30 Menggila
31 Bab 31 Tawaran
32 Bab 32 Cerai
33 Bab 33 Hadiah dari Ayah
34 Bab 34 Rumah
35 Bab 35 Kesepian
36 Bab 36 Takut Nikah
37 Bab 37 Kemarahan Zella
38 Bab 38 Sadis
39 Bab 39 Kamu Dipecat!
40 Bab 40 Mereka Menipuku
41 Bab 41
42 Bab 42 Makin Bahagia
43 Bab 43 Di Rumahkan
44 Bab 44 Kami Sudah Bercerai
45 Bab 45 Ranti Vs Shamil
46 Bab 46 Lamaran?
47 Bab 47 Ditolak
48 Bab 48 Membangun Kembali Mimpi
49 Bab 49 Ide Gila Ranti
50 Bab 50 Jalani Aja Dulu
51 Bab 51 Gatot (Gagal Total)
52 Bab 52 Penipu Sebenarnya
53 Bab 53 Shamil Penipu
54 Bab 54 Kesempatan
55 Bab 55 Bensin dan Api
56 Bab 56 Pelakor
57 Bab 57 Kemarahan Ibu
58 Bab 58. Didiamkan Sahabat
59 Bab 59 Tak Kenal Sehari
60 Bab 60 Salah Faham
61 Bab 61 Memangnya Kita Siapa?
62 Bab 62 Hutang Jasa
63 Bab 63 Syarat?
64 Bab 64 Sebuah Kepercayaan
65 Bab 65 Meninggalkan Demi Menyelesaikan
66 Bab 65 Sebatas Mimpi
67 Bab 66 Ikhlaskan
68 Bab 67 Mimpi
69 Bab 68 Zella ... Munaroh
70 Bab 69 Jubae vs Elisa
71 Bab 70 Tak Punya Urusan
72 Bab 71 Karena Anak Bu Jubae
73 Bab 72 Itu Sudah Biasa
74 Bab 73 Mama Mengerti
75 Bab 74 Bukan Salah Kamu
76 Bab 75 Tidak Mengerti
77 Bab 76 Tak Semudah Itu
78 Bab 77 Balas Dendam Itu ...
79 Bab 78 Tak Berdaya
80 Bab 79 Pulang lah
81 Bab 80 Sendirian Di Masa Tua
82 Bab 81 Perempuan Paling Cantik
83 Bab 82
84 Bab 83 Dukungan Ayah
85 Bab 84 Bukan Zella
86 Bab 85
87 Bab 86 Dilabrak
88 87 Dia Anakku
Episodes

Updated 88 Episodes

1
Bab 1
2
Bab 2
3
Bab 3
4
Bab 4
5
Bab 5
6
Bab 6
7
Bab 7
8
Bab 8 Teman Masa Kecil
9
Bab 9
10
Bab 10
11
Bab 11 Ikhlaskan Masa Lalu
12
Bab 12
13
Bab 13 Titip Salam
14
Bab 14 Warisan
15
Bab 15 Firasat Seorang Ibu
16
Bab 16 Rencana
17
Bab 17 Drama Shamil
18
Bab 18 Rencana Indri
19
Bab 19 Misi Dimulai
20
Bab 20 Bau
21
Bab 21 Percaya
22
Bab 22 Tragedi
23
Bab 23 Elisa
24
Bab 24 Tulang Rusuk Jadi Tulang Punggung
25
Bab 25 Sumber Rasa Sakit Itu
26
Bab 26 Ibu Sakit
27
Bab 27 Berjasa?
28
Bab 28 Rongsokan
29
Bab 29 Tante itu siapa?
30
Bab 30 Menggila
31
Bab 31 Tawaran
32
Bab 32 Cerai
33
Bab 33 Hadiah dari Ayah
34
Bab 34 Rumah
35
Bab 35 Kesepian
36
Bab 36 Takut Nikah
37
Bab 37 Kemarahan Zella
38
Bab 38 Sadis
39
Bab 39 Kamu Dipecat!
40
Bab 40 Mereka Menipuku
41
Bab 41
42
Bab 42 Makin Bahagia
43
Bab 43 Di Rumahkan
44
Bab 44 Kami Sudah Bercerai
45
Bab 45 Ranti Vs Shamil
46
Bab 46 Lamaran?
47
Bab 47 Ditolak
48
Bab 48 Membangun Kembali Mimpi
49
Bab 49 Ide Gila Ranti
50
Bab 50 Jalani Aja Dulu
51
Bab 51 Gatot (Gagal Total)
52
Bab 52 Penipu Sebenarnya
53
Bab 53 Shamil Penipu
54
Bab 54 Kesempatan
55
Bab 55 Bensin dan Api
56
Bab 56 Pelakor
57
Bab 57 Kemarahan Ibu
58
Bab 58. Didiamkan Sahabat
59
Bab 59 Tak Kenal Sehari
60
Bab 60 Salah Faham
61
Bab 61 Memangnya Kita Siapa?
62
Bab 62 Hutang Jasa
63
Bab 63 Syarat?
64
Bab 64 Sebuah Kepercayaan
65
Bab 65 Meninggalkan Demi Menyelesaikan
66
Bab 65 Sebatas Mimpi
67
Bab 66 Ikhlaskan
68
Bab 67 Mimpi
69
Bab 68 Zella ... Munaroh
70
Bab 69 Jubae vs Elisa
71
Bab 70 Tak Punya Urusan
72
Bab 71 Karena Anak Bu Jubae
73
Bab 72 Itu Sudah Biasa
74
Bab 73 Mama Mengerti
75
Bab 74 Bukan Salah Kamu
76
Bab 75 Tidak Mengerti
77
Bab 76 Tak Semudah Itu
78
Bab 77 Balas Dendam Itu ...
79
Bab 78 Tak Berdaya
80
Bab 79 Pulang lah
81
Bab 80 Sendirian Di Masa Tua
82
Bab 81 Perempuan Paling Cantik
83
Bab 82
84
Bab 83 Dukungan Ayah
85
Bab 84 Bukan Zella
86
Bab 85
87
Bab 86 Dilabrak
88
87 Dia Anakku

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!