Penelusuran Alan Part. 2

Rasa lelah yang teramat sangat membawa langkah kaki Alan kembali kekediaman yang ditempati dirinya dengan Dilara. Penulusuran hari ini dirasa cukup namun dirinya seperti belum puas mengingat masih belum bertemu dengan adik-adik Dilara. Alan masih penasaran.

Seperti biasa, begitu pintu rumah utama terbuka Dilara sudah berdiri menyambut. Alan terdiam, menatap dalam pada perempuan yang sedang tersenyum tipis padanya.

"Honey, kau sudah pulang?." Tanya Dilara.

Alan mengangguk samar kemudian menyerahkan tas kerja ketangan sang istri. Alan bersikap seperti biasa, beruntung dirinya masih sempat membawa tas kerja tadi, jika tidak maka Dilara pun bisa curiga.

"Ayo kita makan, aku sudah sangat lapar."

Dilara yang baru saja ingin menyimpan tas kerja Alan ke ruang kerja, berbalik badan. Ditatapnya pria tampan itu sejenak. Kenapa seperti ada yang aneh?.

"Honey, kau tidak ingin mandi atau berganti pakaian dulu," tawar Dilara seperti tidak yakin dengan keinginan Alan.

"Tidak," tolak Alan. "Seperti ini saja, aku audah sangat lapar."

Dilara mengiyakan. Perempuan itu memberikan tas kerja Alan pada pelayan untuk disimpan. Sedangkan dirinya bergerak dengan sigap untuk mempersiapkan seluruh makan malam untuk disantap Alan.

Hubungan Alan dan Dilara kini berangsur membaik, meski tidak sepenuhnya tapi setidaknya sikap Alan tak sedingin dan seacuh dulu. Pria itu mulai perduli meski sembunyi-sembunyi. Dilara dengan telaten mengambilkan makanan kesukaan Alan kesebuah piring. Dalam diam, Alan memperhatikan setiap gerak tubuh Dilara.

Berasal dari keluarga miskin tapi kenapa tubuh Dilara sangat terawat?. Kulitnya putih bersih. Rambutnya panjang, lembut dan juga wangi. Begitu pun dengan bentuk tubuhnya yang proporsional, sedangkan yang ia lihat tadi mayoritas warga yang tinggal sekampung dengan Dilara memiliki kulit tubuh yang kecoklatan serta rambut dan kuku yang tak terawat. Lalu kenapa Dilara berbeda?.

Alan merasa masih banyak rahasia yang Dilara simpan darinya. Sepertinya ia akan mengorek informasi lagi dari supir pribadi sang Kakek. Jika paruh baya itu menolak, maka dengan sedikit ancaman mungkin bisa membuat orang kepercayaan Hary itu berubah pikiran.

💗💗💗💗💗

Benar saja, pagi ini Alan tak mengunjungi rumah sakit tetapi mendatangi sebuah rumah yang ditempati oleh supir pribadi sang Kakek. Beruntung paruh baya itu meminta izin pulang jadi Alan bisa leluasa untuk mengintrogasinya.

Paruh baya itu terkejut dengan kedatangan Tuan mudanya. Firasatnya sudah tak enak, takut jika ia didesak seperti semalam, dan rupanya apa yang ia pikirkan menjadi sebuah kenyataan.

"Ada apa,Tuan Muda. Kenapa sampai repot-repot mendatangi saya?." Tubuh pria itu gemetar. Terlebih saat Alan datang dengan memboyong sebuah motor baru.

"Tidak repot-repot," jawab Alan santai. "Aku dengar tahun ini putra bungsumu masuk perguruan tinggi. Aku membawakan sebuah motor yang mungkin bisa dibawa putramu untuk pulang pergi, ya hitung-hitung mengurangi jatah ongkos taksi."

Duar. Inilah yang pria paruh baya itu khawatirkan. Ia tak bisa menolak pemberian sang Tuan muda sampai pada akhirnya memberikan alamat lengkap rumah yang dotempati oleh adik-adik Dilara beserta dengan akses masuk kedalamnya.

💗💗💗💗💗

Di sinilah Alan berdiri. Di halaman sebuah rumah cukup megah dengan fasilitas lengkap. Berbeda dengan kedatangan Dahlia yang mendapat penolakan, Alan justru sisambut dengan baik berkat ultimatim supir pribadi Hary sebelumnya.

Alan terkesiap, tersadar dari lamunan saat gadis kecil berusia 4 tahun berlari mendekati.

"Anda siapa?." Gadis kecil yang tak lain adalah Sena, adik bungsu Dilara, bertanya. Ia berlari karna semula mengira tamunya adalah Dilara, tapi kenapa yang datang justru seorang pria?. Sena mundur beberapa langkah. Takut dengan wajah dingin Alan.

Alan sendiri berusaha menguasai keadaan. Pria itu tiba-tiba berjalan mendekat kemudian berlutut di hadapan sang gafis kecil.

"Hai gadis kecil, siapa namamu?. Ayo perkenalkan, aku Alan, suami dari Dilara," ucap Alan seraya mengulurkan tangan.

Sena terkesiap. Mulutnya mengangga.

"Su-suami Kak Lala, anda suami Kakakku?." Sena bertanya dengan memasang wajah lucu. Menggemaskan. Alan sampai tak kuasa, hingga medaratkan cubitan kecil di pipi gembul sang gadis kecil.

"Ya, Benar. Aku suami Kakakmu jadi kau adalah Adik iparku."

"Aku, Adik Ipal?." Sena berbicara dengan sesekali menggerakkan kedua tangan. Lucu sekali. Ia menatap Alan. Seperti sedang membandingkan wajah pria itu dengan Kakaknya. Ingin memastikan jika ucapan pria itu adalah benar, sedangkan yang ia tahu setiap datang berkunjung Dilara hanya seorang Diri.

"Benalkah," ulang Sena sekali.

"Tentu saja benar," jawab Alan yang tanpa ragu mencubit hidung mungil Sena sampai bocah itu menjauh karena sakit.

"Tunggu sebentar." Alan bangkit, ia setengah berlari menuju mobil dan kembali dengan membawa sesuatu. "Ini untukmu," ucap Alan seraya mengulurkan sebuah paper bag untuk Sena.

"Telimakasih." Meski ragu pada akhirnya gadis kecil itu menerima pemberian Alan. Dibelakangnya, dua pelayan dan tukang kebun rumah mengeluarkan banyak barang dari bagasi mobil Alan. Barang-barang itu adalah hadiah kecil yang sudah disiapkan Alan untuk adik-adik Dilara.

Dara yang mendengar adanya suara dari halaman rumah, ikut keluar. Terkejut saat adik bungsunya berbicara dengan seorang pria asing. Gadis itu berjalan mendekat. Menatap penuh tanya pada seorang pria yang sepertinya sudah tampak akrab dengan Sena.

"Sena," panggil Dara. Para pelayan yang sedang memasukkan barang ke dalam rumah memberi kode pada tatapan mata jika tamu yang datang bukanlah orang lain.

"Hai," sapa Alan pada Dara.

Dara menganggukkan kepala namun masih menatap Alan dengan pandangan penuh tanya.

"Perkenalkan, Aku Alan. Suami Dari Dilara, Kakakmu." Seperti memahami arti padangan Dara, Alan langsung memperkenalkan Diri. Alan juga tak sengan mengulurkan tangan sampai Dara menyambutnya.

"A-anda.." Dara membungkam mulut saking terkejut. Alan, suami Kakaknya?. Jadi yang ada di hadapannya kini adalah Kakak ipar?.

"Hei, kenapa seterkejut itu?." Alan tersenyum. "Maaf, aku baru bisa datang mengunjungi kalian sekarang. Aku begitu sibuk sampai tak bisa menemani Istriku untuk menemui kalian." Selepas mengurai jabatan, Alan mengusap rambut panjang Dara sampai gadis itu terharu. Rupanya benar. Suami Kakaknya begitu baik. Memperlakukan orang lain saja sebaik ini apalagi memperlakukan istrinya sendiri.

"Tidak, apa Tuan. Begini saja kami sudah senang. Sungguh, beruntungnya Kak Dilara memiliki suami sebaik Kakak Ipar. Seperti yang selalu Kak Lara ucap, dia sangat senang mendapatkan suami sebaik Anda."

Alan mematung. Tubuhnya seperti tersengat aliran listrik begitu mendengar penuturan Dara tentang dirinya.

Lara menyebutnya suami baik?.

Alan memalingkan wajah. Dirinya seperti tertampar. Rupanya di hadapan orang lain Dilara menutupi sikap buruknya. Menyembunyikan luka batin serta perlakuan kasarnya selama ini. Ya Tuhan, apa-apaan ini?.

Masih pantaskah kau disebut suami baik, Alan?.

Tbc.

Terpopuler

Comments

Ariyanti

Ariyanti

semangat ya ka,,jgn lama2 ya ka,,yg selalu aku nanti up nya,,seru bngt

2023-09-07

0

yesi yuniar

yesi yuniar

aku kok jadi membayangkan dilara juga datang mengunjungi adik2nya dan bertemu alan di sana

2023-09-07

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!