Kicau burung dan hembusan angin yang masuk ke dalam kamar melalui ventilasi udara, membangunkan Alan yang terlelap di ranjak sejak semalam. Belum lagi membuka mata, ia sudah merasa pening dibagian kepala. Alan sadar jika semalam ia pulang setelah menenggak beberapa gelas minuman beralkohol.
"Siaal," umpatnya kemudian.
Susah payah ia membuka mata yang terasa berat, dan bergerak perlahan untuk menyandarkan punggung di kepala rajang. Alan memijat bagian kepala, terasa begitu pening dan berkunang. Saat sepasang matanya sudah terbuka lebar, pria itu tersadar jika tidak ada sosok Lara di atas ranjang.
"Kemana dia," lirih Alan kemudian menyapu pandang ke sekeliling ruangan. "O, dia di sana rupanya," sambung Alan setelah menemukan sang istri yang masih terlelap di sofa.
Samar-samar Alan mulai mengingat kejadian semalam. Saat dirinya memeluk Lara dan menyembunyikan wajah diceruk lehernya. Saat itu dirinya bisa menghirup dalam-dalam aroma tubuh Lara yang .. Entahlah, ia tak bisa menyimpulkan.
Dulu, parfum yang dipakai Lara adalah parfum kesukaannya. Akan tetapi setelah Lara memakainya, Alan justru membenci dan tak pernah lagi memakainya.
Setiap hari aroma Lara akan memenuhi kamar dan segala ruangan. Bukannya senang, Alan malah semakin membencinya. Semua yang disukai Alan namun sudah dipakai oleh Lara, makan Alan akan berubah membencinya. Sebegitu bencinya Alan pada Lara sampai pria itu tak sudi untuk menyentuh atau pun mencium aroma sesuatu yang pernah digunakan oleh Lara.
Akan tetapi, semalam kenapa seperti ada yang berbeda?. Pandangan Alan tertuju pada Lara yang masih terlelap damai. Pakaian perempuan itu masih sama, lingerie tipis berwarna merah menyala namun tertutupi oleh selimut sebatas daada.
Mengabaikan rasa pening di kepala, Alan bangkit lalu berjalan mendekati sofa, tempat di mana istrinya sedang beristirahat. Sepasang mata tajamnya menatap dalam sesosok tubuh yang masih berkelana di alam mimpi. Dilara Agnesia, istri yang sudah ia nikahi namun belum ia gaauli dengan sepenuh hati.
Batin Alan seakan berperang ketika dirinya dihadapkan pada sosok Lara. Pria itu tau, jika Lara tidak bersalah namun tanpa sadar setiap waktu terus menjadi sasaran kemarahannya. Andai Lara bisa menolak dinikahkan, mungkin nasibnya tidak akan seperti ini. Selalu menjadi pelampiasan kemarahan dan sasaran caci maki dirinya.
Aku minta maaf.
Dalam peraturan pernikahan disetiap agama pasti akan membenci tindakannya. Meski tercukupi dari segi finansial namun Lara tak ubahnya seperti istri yang terabaikan. Hanya dinikahi, tak dilindungi dan perlakukan selayaknya seorang istri pada umumnya.
Satu tangan Alan terangkat, hendak memyentuh lengan Lara yang terbuka namun dengan segera pria itu urungkan.
Tidak, tanganku terlalu suci untuk menyentuh tubuh kotormu.
Alan memalingkan wajah. Tersadar jika Lara hasil bawaan Kakeknya yang pengagum wanita. Tak mau berfikir lebih dalam, Alan lekas menjauh, menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
💗💗💗💗💗
Alan meninggalkan rumah tanpa lebih dulu membangunkan Lara. Biarlah perempuan itu tidur dan menikmati dunianya. Alan tak ingin perduli. Baginya hidup ia kini hanya untuk bahagianya sendiri. Melakukan apa yang ia suka dan ia mau sesuai keinginan hati.
Selepas melakukan jadwal tindakan oprasi, Alan dengan ajakan seorang teman tampak sedang menikmati makan siang di kantin Rumah Sakit.
Keduanya sedang terlibat pembicaraan penting. Maka dari itu mereka memilih meja yang letaknya paling sudut agar pembicaraan mereka tak dicuri dengar oleh siapa pun.
"Giila, seharusnya semalam kau menolak ajakan Diego." Lawan bicara Alan, bersuara. Pria sesama provesi dengan Alan itu seperti sedang menunjukan protes.
"Kau pikir aku bisa menolak jika dia sudah mengajak," lawan Alan tak mau kalah.
"Setidaknya kau bisa memberi alasan. Di tunggu istrimu lah atau apa pun itu yang penting kau bisa lepas darinya."
Alan berdecak.
"Kau pikir dia akan percaya?. Diego saja tau seperti apa hubungan pernikahanku dan Lara."
Leo, teman dekat Alan hanya menghela nafas dalam. Ia sedang protes sebab semalam melihat Diego yang juga rekan sesama Dokter, mengajak Alan kesesuatu tempat. Tempat untuk bersenang-senang, begitu kode mereka sebelum meninggalkan Leo semalam, dan Leo tau kemana tujuan kedua temannya untuk bersenang-senang. Club Malam.
"Aku sampai mabuk semalam," lirih Alan. Pada akhirnya pria itu berterus terang, dan Leo sudah tentu tau akan hal itu. "Dan untungnya aku masih bisa mengendalikan mobil sampai rumah." Tersirat nada penyesalan dalam ucapan Alan. Pria itu mengusap wajahnya pelan. Saat dalam kondisi mabuk itulah pada akhirnya ia memeluk Lara untuk pertama kali.
"Aku tidak pernah melarangmu untuk minum-minuman atau apa pun itu, hanya saja sebagai teman dekat, aku juga berhak memperingatkanmu. Janganlah merusak diri sendiri karna merasa tak nyaman dengan orang lain. Sayangilah profesi serta nama baik keluargamu. Kau juga sudah punya istri dan finansial yang lebih dari cukup. Hidupmu sudah sempurna, jangan lagi merusaknya." Meski sejatinya seperti apa kondisi pernikahan Lara dan Alan, Leo juga sudah mengetahuinya. Pernikahan paksa yang tak ada harmonis-harmonisnya. Kejadian itu terbongkar saat tanpa sengaja Diego dan Leo melintas di depan ruang kerja Alan. Pada saat itu Lara diketahui sedang berkunjung untuk mengantar makan siang Alan. Seperti hari-hari biasa, Alan akan menolak makanan bawaan Lara dengan tegas. Mendengar adanya perdebatan dari ruangan Alan serta kondisi pintu ruangan yang tak tertutup sempurna, membuat langkah kedua Dokter muda itu terhenti dan mau tak mau memandang ke arah sumber suara. Diego dan Leo terkesiap saat Lara ingin menyuapkan sesendok nasi ke mulut Alan namun lebih dulu ditepis, hingga sesendok nasi itu pun berhamburan di lantai.
Leo dan Diego menelan saliva dan buru-buru meninggalkan tempat kejadian. Pada saat itulah terungkah seperti apa kehidupan pernikahan Alan sebenarnya. Jika Leo memilih diam selepas tau kejadian, berbeda halnya dengan Diego. Pria bertubuh tinggi tegap itu justru menjadikannya sebagai bahan candaan, kerap mengungkit dan tiba-tiba mengejek. Alan tentu terkejut, berfikir keras dari mana Diego bisa tahu apa yang ia lakukan pada Lara.
Alan hanya bisa mengepalkan tangan saat Diego mengaku memergokinya sedang menepis suapan Lara dan memakinya dengan kata-kata pedas.
"Istrimu luar biasa cantik, Bro. Bila kau terus memperlakukannya dengan tidak baik, lebih baik berikan saja kepadaku." Diego tergelak dan melangkah menjauhi Alan. Di tempatnya tentu Alan hanya bisa menahan geram. Andai tak sedang di Rumah Sakit pasti keduanya sudah terlibat baku hantam.
Sejak saat itu, Diego dan Alan lebih mirip saingan. Saat Diego berusaha merendahkan, Alan semakin merasa tertantang. Seperti semalam, saat Diego memancingnya dengan kata-kata, Alan justru memancingnya dan membuat mereka bersaing untuk meminum Alkohol lebih banyak. Berakhirlah Diego yang tumbang lebih dulu. Alan tertawa senang saat dirinya merasa menang dari sang lawan, sampai saat memeluk tubuh Lara pun ia tak merasakan jijik seperti hari-hari sebelumnya.
"Aku tau jika pernikahan kalian tak seperti kehidupan pernikahan orang lain pada umumnya, tetapi alangkah lebih baik jika kau tak mengumbarnya pada khalayak."
"Aku tidak pernah mengumbar," sengit Alan merasa tak terima.
"Tetapi kau kerap memperlakukan Lara dengan buruk di tempat-tempat umum, bukan itu sama saja dengan mengumbar?." Perdebatan terus berlanjut. Keduanya tentu merasa paling benar dengan melempar kata-kata terbaik sesuai versi mereka.
"Kau terlalu berlebihan." Alan menatap dingin sang rekan, sementara Leo yang ditatap pun tak sedikit pun gentar.
"Tentu saja tidak. Ini bukan hanya tentang pernikahan kalian tetapi juga nama Kakekmu yang kau sadang. Ah, sudahlah. Aku memang tak pernah menang bila berdebat dengan dirimu." Selalu mendapat sangkalan membuat Leo pada akhirnya beranjak. Memilih pergi dari pada menghadirkan perdebatan yang tak berkesudahan.
Sementara itu di tempat lain.
Lara mengerjap saat sinar mentari menerobos masuk dari celah ventilasi udara kamar. Ia terkesiap mendapati mentari sudah merangkak naik. Dirinya terlambat bangun. Bergegas bangkit dan membuang selimut yang menutupi tubuh, Lara terperanggah begitu mendapati ranjang tempat suaminya terlelap semalam sudah kosong.
Gadis itu menghela nafas. Lagi-lagi dirinya ditinggalkan. Tak ingin berlarut dalam kesedihan, Lara lekas bangkit. Melakukan apa pjn yang ia suka demi kewarasan jiwa raganya.
Tbc.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
yesi yuniar
lara yg sabar ya...
2023-08-23
0