Rintik hujan membasahi bumi. Menyiram debu-debu pinggir jalan di tengah cuaca kemarau. Senja ini, Alan pulang lebih cepat. Pria itu khawatir, sepanjang bekerja di rumah sakit tetapi pikirnya tertuju pada rumah. Tertuju pada Lara yang diam-diam dirinya khawatirkan.
Selepas keluar dari kuda besi yang terparkir di garasi, Alan berlari kecil, memasuki rumah dengan membawa serta tas kerja dan juga kotak bekal miliknya. Siang tadi, bekal yang dibuatkan Lara untuknya terasa begitu nikmat. Entah karna rasa bersalah atau karna masakan Lara yang memang enak, membuat Alan sama sekali tak membuang makanan tersebut seperti biasa dan justru menghabiskannya.
Alan berjalan cepat. Menyusuri setiap ruangan dikediamannya, berharap dapat bertemu dengan Lara dan mengetahui seperti apa kondisinya sekarang.
"Honey, kau sudah pulang?."
Suara itu...
Langkah Alan terhenti. Suara itu, Alan mendengar suara itu tetapi belum melihat wajah sang pemilik suara itu. Seperti ada yang bertalun di dalam dadaa. Pria itu sampai menyentuh bagian daada yang sepertinya berdetak tak seperti biasa.
"Honey." Suara lembut nan mendayu Lara, serasa menggetarkan jiwa Alan. Pria itu masih mematung, teramat bingung dengan apa yang dirinya rasa. Kenapa suara Lara yang dulu membuatnya muak, kini justru dirinya rindukan.
Alan berbalik badan, menatap pada seraut wajah perempuan yang semula berdiri di balik punggungnya.
"L-lara," lirih Alan.
Alan seperti ingin memaki diri sendiri. Kenapa dirinya yang semula acuh dan tak perduli justru mencari dan mengkhawatirkan keadaan sang istri. Benarkah karna percintaan semalam, mulai meruntuhkan benteng pertahanan Alan yang semula teramat kokoh dan tak mampu digapai oleh Lara?.
"Ya, Honey. Aku disini." Lara menatap penuh tanya pada sang suami. Tidak sepertinya Alan pulang secepat ini juga terlihat sehangat ini.
"Em, Lara ini tas kerja dan kotak bekalku," ucap Alan seraya menyerahkan Tas serta kotak bekal pada Lara. Pada hal sebelum-sebelumnya tak pernah begitu. Lara lah yang merayu agar Alan menyerahkan tas kerja pada dirinya.
"Oo, i-iya," jawab Lara seperti orang linglung.
Sejenak keduanya sama-sama diam. Lara yang semula tampak agresif, seperti kehilangan bisanya. Sedangkan Alan yang dulunya pasif, kini tampak curi-curi pandang, melihat kondisi Lara yang sepertinya biasa saja. Pada akhirnya Alan bisa bernafas lega.
"Tunggu sebentar, aku akan menyiapkan makan malam," pamit Lara. Padahal itu hanya alasan untuk menjauhi Alan. Meski terbiasa mendekati dengan posisi yang lebih intim dari ini, akan tetapi kenapa situasi saat ini terasa lebih mendebarkan dari biasa. Mereka berdiri, saling berhadapan dan berjarak hanya beberapa jengkal. Pandangan Alan pun tertuju padanya, dan Lara hanya bisa menunduk, tak mengangkat dagu serta membusungkan daada seperti biasa. Apa apaan ini, kenapa segala situasinya seakan terbalik?.
"Tunggu," cegah Alan. Sementara satu tangannya sigap menangkap pergelangan tangan Lara.
Perempuan itu terkejut. Karna tiba-tiba, membuat Lara seperti mengingat kejadian di malam saat Alan tengah menjamahnya secara paksa.
Tangan Lara spontan mengibaskan tangan Alan yang semula memegang pergelangan tangannya. Bukan hanya Alan, dirinya pun terkejut akan ulahnya sendiri. Setelahnya Lara berlari ke arah dapur, di sana perempuan itu bersembunyi dan menangis sejadi-jadinya. Mungkinkah Lara trauma?. Mungkinkah kejadian malam itu mengoreskan luka teramat sangat untuk dirinya namun sebisa mungkin disembunyikan sebagai bentuk profesionalisme kerja?.
Lara duduk meringkuk. Menelungkupkan wajah dikedua lutut untuk menyimpan tangis dan air mata yang sudah membasahi pipi. Ia berusaha tegar meski hati terus meronta. Sebagai wanita yang meski dinikahi tanpa cinta, ia pun ingin dijamah layaknya istri pada umumnya. Lara tau, di sini memang posisi dirinya salah. Dirinya yang menginginkan untuk disentuh dan memiliki keturunan. Akan tetapi, bagaimana dengan Alan. Jika kelak dirinya hamil apakah pria itu mau mengakui atau justru menendangnya kembali ke jalanan?.
💗💗💗💗💗
Alan bisa melihat ketakutan di wajah Lara saat mereka bertemu pandang. Padahal sebelumnya saat dirinya menatap tajam pada Lara, perempuan itu justru menatang. Mengangkat dagu, membusungkan dadaa serta berbicara dengan suara manja yang membuatnya jijik seketika. Tapi seharian ini, kenapa seperti ada yang berbeda. Bahkan saat dirinya ingin menyentuh tangan Lara, perempuan itu buru-buru menepisnya. Ada apa ini?.
Alan menyugar rambutnya yang basah setelah mandi. Tubuhnya hanya terlilit handuk, menutupi bagian perut sampai lutut.
Sepertinya malam ini ia memutuskan untuk tak makan. Bertemu dan duduk berhadapan dengan Lara pasti membuat pikirnya melayang.
"Siaal." Alan mengumpat. Nafsunya mendadak memuncak. Kenapa kejadian semalam justru kembali terbayang?.
Alan akui kecantikan Lara. Paras, lekuk tubuh, warna kulit serta rambut, pokoknya semua yang ada dalam diri Lara ia akui keindahannya. Tentu setelah Alan mengetahui jika Lara masih bersegel saat dirinya sentuh.
"****, jika terus seperti ini aku pun ingin mengulangnya lagi." Alan menggigit bibir. Tentu sebagai pria dewasa dengan kondisi masih segar bugar, kebutuhan biologis seperti semalam pasti teramat dinantikan oleh seorang Alan. Tapi bagaimana, sedangkan dirinya kerap melontarkan kata-kata tak pedas yang bersifat momojokkan Lara.
Alan seperti menjilaat ludah sendiri. Berkata tak sudi tetapi diam-diam memuji. Berujar jijik, tetapi dalam hati tertarik.
"Boodoh, kenapa isi pikiranku dipenuhi dengan itu?." Alan yang masi bertela njang dada, bersedekap. Terdiam, sepertinya dia sedang memikirkan sesuatu.
"Sepertinya aku harus mencari tau kehidupan Lara sebelum menikah denganku, dan kalau perlu juga tentang alasannya menikah denganku. Pertemuannya dengan Kakek serta keluarganya."
Tentang mimpi buruk Lara, sepertinya Alan pun harus mencari tau.
Tbc.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
yesi yuniar
rencana yg bagus alan 👌👌👌
2023-08-30
1