Sepasang mata milik seorang pria masih terpejam, tetapi bibirnya sesekali mendesis saat merasakan kram diarea lengan. Seperti ada sesuatu yang menindih sampai terasa kebas dan susah digerakkan.
Mentari belum muncul, langit pun masih gelap namun pria itu seperti tak tahan dan ingin lekas menyisihkan benda yang sudah membuat lengannya hilang rasa. Perlahan sepasang matanya terbuka. Mengerjap perlahan, menyesuai cahaya yang menyapa kornea mata.
Hah.
Begitu sepasang matanya terbuka lebar, pria itu ternganga. Antara terkejut bercampur bingung saat kepala seorang wanita lah yang membuat lengannya sampai kebas.
Ba-bantal, ke-kemana bantal itu?.
Alan menelan ludah. Bantal guling yang semalam dijadikan penghalang kenapa sudah menghilang atau tanpa sadar dia sudah membuangnya semalam?.
Rasa kebas di lengan kian menjadi. Pria itu sampai meringis menahan sakit. Perlahan ia tatap wajah dari seorang perempuan yang tidur berbatalkan lengannya.
Dilara..
Alan menatap lekat wajah sang istri yang masih terlelap dalam. Jika ia paksa tarik lengannya, apakah perempuan itu tak terbangun?.
Ragu, Alan menghela nafas dalam. Dilihatnya posisi mereka berdua saat ini. Tidur di satu ranjang dengan posisi tubuh saling berdempeten. Mereka tidak saling memeluk, tapi itu sekarang. Jika semalam, mungkin saja mereka sempat saling berpelukan.
Lalu aku harus apa?.
Alan masih terdiam. Berpikir untuk bisa pergi tanpa membangunkan sang istri, tapi bagaimana caranya?.
Tiba-tiba Dilara menggeliat. Alan yang terkejut pura-pura memejamkan mata. Tak ada pergerakan, saat Alan memberanikan untuk mengintip, rupanya Dilara kembali terlelap.
Alan kembali membuka mata. Menatap langit-langit kamar sebelum pada akhirnya menatap wajah Dilara dengan jarak yang begitu dekat.
Pria itu akui, paras Dilara begitu rupawan. Alis tebal dengan sepasang bola mata lebar bak boneka serta hidung mancung dan bibir tipis yang selalu terlihat basah. Huh, Alan bahkan tak kuasa untuk menggigitnya. Posisi Dilara yang sedang miring, menghadapnya. Membuat wajah cantik itu bisa dengan leluasa Alan tatap. Wajah cantik milik seorang istri yang selalu ia abaikan keberadaannya selama ini.
Sejenak Alan menghela nafas dalam. Penelusurannya semalam rupanya dapat membuka sedikit demi sedikit mata hatinya. Betapa istrinya datang mungkin tanpa disengaja, jika selama ini Dilara hanya dijadikan pion oleh sang Kakek, lalu segala bentuk perhatian yang perempuan itu berikan apakah hanya sebuah keterpaksaan dan tak dilakukannya dari hati?.
Alan tiba-tiba kecewa. Mendengar adanya pergerakan dari Lara, Alan kembali pura-pura memejamkan mata. Benar saja, perempuan itu bangun. Terkejut, bahkan terlonjak begitu wajah Alan tepat berada di hadapan saat pertama kali membuka mata.
Samar Alan merasa tubuh perempuan itu menjauh. Menuruni ranjang, namun sayang perempuan itu sampai terjatuh hingga menimbulkan suara gaduh. Terdengar suara mengaduh, namun secepat kilat tersamar oleh suara langkah kaki yang semakin menjauh. Masih dengan mata terpejam, bibir Alan mengulum senyum. Dirinya seperti sedang menertawakan tingkah konyol sang istri yang terkejut saat mendapati tidur dengan suaminya sendiri.
💗💗💗💗💗
Akhir pekan kali ini dirasa berbeda dengan akhir pekan sebelum-sebelumnya. Dilara dengan suara merdu nan mendayunya mengajak Alan untuk jalan santai pagi disekitar area perumahan. Pada awalnya ada rasa takut dalam hati Lara saat ingin mengutarakan keinginannya namun kembali lagi, disini Lara selalu diutamakan untuk bisa menggoda Alan, membuat pria itu luluh sampai mau menyentuhnya.
Alan hanya menjawab dengan satu kata 'Heem', maka mulailah sepasang suami istri itu berlari kecil keluar gerbang utama menyusuri jalanan perumahan yang masih senyap, hanya dilalui beberapa kendaraan.
Dilara melirik Alan yang berlari kecil di depannya. Prianya itu mengenakan atasan tanpa lengan serta celana sport yang menutup tubuh tinggi sempurnanya. Terlihat tampan jika dipandang dari sisi mana pun, dan Dilara mengakui akan hal itu. Perempuan itu mengulum senyum, mengambil jarak beberapa jengkal di belakang sang suami.
"Hei, kenapa larimu lambat sekali!."
Dilara nyaris terjatuh, terkejut saat suara dingin sang suami menyapa indra pendengar. Posisi Alan yang tepat berada di depan Dilara dengan sigap menangkap tubuh perempuan itu agar tak terjatuh.
"Ma-maaf." Dilara setengah berteriak saat berucap. Ia lekas menjauhi diri. Sadar jika selama ini Alan selalu jijik jika menyentuh kulitnya.
Pria dingin itu tak berbicara. Melengos dan kembali melanjutkan perjalanan. Dilara yang sempat terdiam ditempat, kini kembali mengikuti langkah sang suami. Sadar jika interaksi diantara mereka mulai dingin, sepertinya dia harus menyusun rencana untuk bisa mencairkan suasana.
"Honey, aku haus juga lapar. Kita istirahat sebentar ya," rengek Dilara. Peluh memang sudah membanjiri tubuh namun Alan seperti tak kehabisan tenaga. Terus berlari sampai Dilara tak sanggup mengejar.
Pria itu berdecak. Menghela nafas dalam kemudian berbalik badan. Di sana terlihat sang istri sedang menyeka peluh. Perempuan itu berdiri diam, dengan bibir mengerucut imut. Duh, diam-diam Alan merasa gemas sendiri. Setelah beberapa saat berpikir, Alan pun menyetujui.
"Ya, kita istirahat sebentar."
"Yeay." Dilara berteriak senang. Seketika berlari kearah penjual bubur ayam tanpa memperdulikan Alan yang ternganga di belakang.
💗💗💗💗💗
Alan masih mengulum senyum setelah membersihkan diri. Ia mengusap rambut basahnya dengan handuk sembari mengingat kejadian manis beberapa saat yang lalu.
Olah raga pagi dan setelah lelah mereka menikmati bubur ayam dan segelas teh hangat untuk mengisi perut. Sungguh kejadian seperti ini baru Alan alami pertama kali. Terlebih seseorang yang menemaninya saat itu adalah perempuan yang ....
"Honey."
Sudut bibir Alan tiba-tiba terangkat. Ah, pemilik suara merdu nan mendayu itu sedang memanggilnya.
"Heem."
Tara. Pintu kamar pun terbuka, seiring kepala Dilara yang menjembul dari celah pintu yang terbuka.
"Honey, bagaimana jika kita makan siang di luar, em maksudku di taman belakang?. Aku juga sudah mempersiapkan daging serta bahan memanggang. Bagaimana, kau mau 'kan?."
Alan diam, namun ia sedang berpikir dalam.
"Boleh juga."
"Yeay." Lagi, Dilara berseru senang. Entah kenapa dirinya merasa jika hari ini Alan lebih penurut dari hari biasanya.
Rupanya Dilara ingin membuat pesta BBQ kecil-kecilan. Bagaimana tidak kecil-kecilan jika hanya ada dirinya dan Alan. Sedangkan para pekerja pasti tak berani untuk mendekati majikannya.
Alan hanya duduk di kursi yang sudah dipersiapkan sedangkan Dilara tampak membubuhkan saus di daging panggang yang sudah hampir matang. Begitu makanan sudah terhidang, Alan dan Dilara mulai menikmatinya.
"Honey, ayo bersulang," pinta Dilara seraya mengangkat sebuah gelas, meminta pada sang suami untuk melakukan hal yang sama. "Bukankah kita juga terlihat sedang berpesta?."
Tak ingin berdebat, Alan pun melakukannya. Bersulang untuk membahagiakan hati Dilara. Perempuan itu tersenyum lebar, terlihat manis sekali dan senyum Dilara yang lepas seperti ini jarang sekali Alan temui.
Kehangatan yang tercipta diantara Alan dan Dilara ternyata tak berlangsung lama saat seorang pelayan dengan dengan membawa serta dua orang tamu Tuannya.
"Maaf, Tuan. Dokter Leo dan Dokter Diego datang untuk berkunjung." Pelayan menggerakkan tangan ke arah dua tamu Alan.
"Wah, tepat sekali. Kita datang saat kau sedang berpesta." Diego berbinar, seperti mendapat durian runtuh saat mendapati banyak makanan tersaji di atas meja.
"Em Alan, maaf mungkin kami datang diwaktu yang tak tepat." Leo seperti kurang nyaman. Terlebih saat mendapati wajah Alan yang tak bersahabat saat dirinya datang.
Wah, apa aku tidak salah lihat. Alan sedang makan romatis dengan istri yang dibencinya?.
"O, tidak masalah, Dokter. Kami memang sedang makan siang tapi kami sama sekali tidak keberatan andai anda mau bergabung." Dilara menjawab mewakili Alan yang sepertinya tak berminat untuk berbicara.
"O, tentu saja," Diego menjawab cepat. Pria itu lekas mengambil posisi, memilih duduk di sebuah kursi yang letaknya bersebelahan dengan Dilara.
Alan memalingkan wajah. Ia tak suka jika acara makannya diganggu oleh siapa pun terlebih yang menjadi tamunya kali ini adalah rivalnya sendiri. Pria itu secara terang-terangan tak menyukai kehadiran Diego, yang sejak tadi selalu memperhatikan pergerakan Dilara.
Tbc.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
yesi yuniar
alan harus waspada dari diego 🤭
2023-09-11
1