Penelusuran Alan

"Maaf, Tuan. Saya tidak bisa."

Jawaban seorang pria yang duduk di depannya membuat Alan hanya bisa menghela nafas dalam. Tadi dirinya sengaja membawa paksa supir pribadi sang Kakek untuk ia mintai keterangan. Alan ingin mencari tau tentang Dilara dengan cara mengorek informasi dari supir pribadi Kakeknya. Kenapa harus supir pribadi Hary sebab Alan gengsi jika harus menanyakannya secara langsung pada sang Kakek.

Akan tetapi setelah beberapa lama dipaksa untuk buka suara, pria paruh baya itu terus menolak. Enggan memberi informasi sebab takut jika diketahui oleh sang majikan, hingga berujung pemecatan.

"Ayolah, Paman. Sedikit saja. Aku ingin tau tempat tinggal Lara saat bertemu dengan Kakek pertama kali," pinta Alan dengan suara dibuat sememelas mungkin.

Sang sopir dilema. Antara ingin mengatakan tapi juga takut jika ketahuan.

"Tolong, Tuan. Saya mohon, jangan seperti ini. Anak dan istri saya masih butuh makan, andai saya ketahui, pasti Tuan besar akan langsung memecat saya," mohon sang supir. Ia sudah putus asa. Dalam kondisi terhimpit Alan masa saja mendesaknya.

"Aku akan memberimu banyak uang and---"

"Maaf, saya tak berminat. Bagi saya kepercayaan Tuan besar adalah hal mutlak dan saya jangan sampai mengecewakan beliau."

Alan tersenyum tipis. Menatap takjup pada paruh baya sudah bekerja lama pada Kakeknya. Kesetian pria itu pada sang Kakek perlu diacungi jempol.

"Aku bangga padamu," puji Alan namun tak serta merta membuat pria paruh baya itu besar kepala. "Aku tidak memintamu berbicara banyak, aku hanya ingin tau tempat tinggal Dilara sebelum dipungut Kakek," sambung Alan kemudian. Baiklah, ia memyerah. Sepertinya sia-sia jika mengorek informasi pada pria sesetia sopir pribadi Hary. Apa mungkin dirinya harus turun tangan dan mencari tau sendiri?.

"Rumah Nona Dilara berada dipemukiman kumuh yang berada tak jauh dari lokasi pembuangan sampah atau pasar tradisional di daerah XX." Pada akhirnya sang supir buka suara meski setelah itu ia luar biasa menyesal sudah mengatakannya.

"Pemukiman kumuh, pembuangan sampah, pasar tradisional?."

"Benar, Tuan. Hanya itu saja yang mampu saya sampaikan. Saya mohon pamit, Tuan. Permisi." Tak ingin keceplosan untuk yang kedua kali, pria paruh baya itu lekas undur diri. Menjauhi Alan sekaligus menjauhi kesialan. Bisa saja Hary datang memergoki dan langsung memecatnya tanpa belas kasih.

💗💗💗💗💗

Informasi yang didapat dari sopir pribadi Hary membawa langkah kaki Alan kepemukiman kumuh yang pria itu yakini sebagai tempat tinggal Dilara sebelum dipungut oleh sang Kakek. Hari ini Alan sengaja mengambil cuti untuk menelusuri kehidupan Dilara sebenarnya tentu tanpa sepengetahuan Hary.

Panas yang menyengat tak menyurutkan langkah Kaki Alan untuk mendekati sebuah rumah yang lebih pantas disebut gubuk. Alan sempat bertanya pada penduduk sekitar setelah kuda besi miliknya dititipkan di lahan kosong sebab jalan pemukiman terbilang sempit dan tak mampu dilewati kendaraan roda empat. Rumah yang ia tuju kini, menurut warga adalah rumah Dilara dulu sebelum ditinggalkan pemiliknya. Bangunan kosong yang sebagian besar papan dan kayunya sudah lapuk dimakan usia.

Alan terdiam, memandang lekat pada bangunan tua tersebut dengan pikiran melanglang buana. Rupanya ditempat inilah istrinya tumbuh.

"Dilara tinggal bersama lima adiknya. Ayahnya sudah tiada, dan Ibunya entah pergi kemana. Dia meninggalkan anaknya begitu saja sampai Dilara yang merupakan anak tertua, menjadi tulang punggung untuk menghidupi adik-adiknya."

Penuturan salah seorang warga saat ditanya, membuat Alan menghela nafas dalam. Seperti itukah kehidupan Dilara dulu, lalu alasan apa yang membuat sang Kakek bersikukuh menikahkan dirinya dengan gadis semiskin Dilara?. Kenapa tidak menjodohkannya dengan gadis-gadis kaya yang nyata bibit bebet, serta bobotnya?.

"Tuan, ada sedang mencari seseorang?."

Alan terperanjat. Suara seseorang dari balik pungung, mengejutkannya. Pria berkemeja hitam itu berbalik badan, melepas kaca mata berwarna gelap yang sedari tadi ia pakai.

Di depan Alan kini berdiri peremuan paruh baya berpakaian kumal. Mungkin perempuan itu tinggal tak jauh dari tempatnya berdiri saat ini.

"Ya, tadinya saya ingin bertemu dengan pemilik rumah, tapi kosong. Rumah ini seperti tak berpenghuni." Informasi dari seorang warga yang mengatakan jika pemilik rumah sidah pindah memang sudah Alan dapat, hanya saja ia memilih berpura agar lebih banyak lagi mendapat informasi tentang Dilara.

"Benar, Tuan. Seluruh penghuni rumah ini sudah pindah. Rumah ini sudah kosong dan tak ditempati lebih dari setengah tahun yang lalu."

Lebih setengah tahun sedang dirinya dan Lara baru menikah 3 bulanan lalu?. Lalu dimana Dilara tinggal sebelum menikah dengannya tetapi audah pergi dari rumah ini?. Alan bertanya dalam hati. Dari sini pria itu tersadar. Istrinya punya banyak rahasia sedangkan dirinya memilih acuh. Tak ingin tau tentang siapa sang istri dan siapa-siapa sanak saudaranya.

"Apa rumah ini dulunya ditempati oleh satu keluarga?." Lama-lama Alan dibuat penasaran.

"Benar, tetapi itu Dulu. Setelah Ayahnya meninggal, dan Ibunya pergi, di rumah ini hanya ditempati keenam anak dari pemilik rumah."

"Apa, Ayahnya meninggal dan Ibunya pergi?." Alan terkesiap. Tentu saja, informasi yang didapat dari warga tak sampai menyebutkan keberadaan Ayah serta Ibu Dilara.

Perempuan paruh baya itu hanya menganggukkan kepala. Mulai tidak nyaman dengan keadaan juga takut jika pria yang dia ajak bicara itu orang jahat, salah satu tetangga Dilara itu undur diri. Lama-lama ia takut terlebih setelah melihat ekspresi terkejut Alan.

"Ayahnya sudah meninggal, dan Ibunya pergi?." Bibir Alan kembali mengulang kalimat dari paruh baya tadi. Tubuh Alan mendadak lemas. Ia pun memilih untuk duduk, dan menjernihkan pikiran.

Setakperduli itukah dirinya pada Dilara sampai hal sepenting ini pun tak ia ketahui?. Huh, penting?. Sejak kapan Alan menggagap Dilara itu penting.

Saat pernikahan malam iti Dilara memang hanya didampingi seorang pria yang menjadi wali nikah. Alan yang memang tak menginginkan pernikahan itu terjadi, sungguh tak perduli. Ekspresi wajah Dilara pun tak sempat ia lihat. Gadis itu tersenyum atau kah menangis, Alan sungguh tak perduli. Malam itu yang ada dalam diri Alan pada Dilara adalah kebencian. Kebencian mendarah daging karna Dilara sudah lancang menghalangi janjinya untuk tak menikah disepanjang hidup.

Alan mengusap wajahnya kasar. Mungkinkah dirinya terlalu kejam pada Dilara yang seharusnya tak mengunakan perempuan itu sebagai tempat pelampiasan amarah, karna kekecewaannya pada sang Kakek. Seharusnya ia bisa lebih bersabar, dan memperlakukan Dilara selayaknya seorang istri pada umumnya.

Alan terpekur. Duduk diam untuk beberapa saat sebelum bangkit dan meninggalkan halaman rumah yang sudah ditempati orang tua Dilara sebelum dirinya dilahirkan.

Tbc.

Maaf lambat update..

Terpopuler

Comments

yesi yuniar

yesi yuniar

masih banyak rahasia yg harus alan telusuri

2023-09-07

0

Ariyanti

Ariyanti

biar tambah rajin up nya,,udh aku vote ya ka

2023-09-07

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!