Beberapa hari ini Alan terbilang pulang lebih cepat dari sebelumnya. Petang ini pun demikian. Alan tampak pulang saat langit baru saja berubah gelap. Rasa mengganjal ketika Diego menghabislan bekal miliknya membuat pria muda itu tak ingin makan di Rumah sakit dan lebih memilih untuk pulang. Mungkin saja Lara sudah mempersiapkan makan malam untuk dirinya.
Begitu memasukkan kuda besi ke garasi, kening Alan mengernyit saat menemukan kendaraan sang Kakek juga berada di sana. Kakeknya datang, untuk apa?.
Pikiran Alan terbang kemana-mana. Membayangkan Kakek dan Istrinya berada di dalam rumah tanpa ada dirinya.
Apa mungkin mereka sedang bermain gila?.
Membayangkan saja sudah membuat kedua tangannya terkepal, menahan geram. Bukan cemburu, hanya saja Alan masih tak habis pikir, bagaimana bisa dirinya dinikahkan dengan perempuan simpanan Kakeknya.
Merasa tak ingin ambil pusing, Alan lekas keluar dari mobil. Membanting pintu mobil sampai menimbulkan bunyi nyaring. Biarkan saja bila ada orang lain melihat, Alan tak perduli.
Pintu rumah utama terbuka dan seorang pelayan menyambutnya. Kaki panjang Alan terus melangkah, menyusuri setiap ruangan menuju kamar pribadinya. Sebenarnya ia pun ingin mencari tau di mana keberadaan Lara dan Kakeknya saat ini. Apa jangan-jangan mereka sedang di kamar?.
Alan menghela nafas dalam. Saat mendekati ruang keluarga keningnya mengernyit saat mendengar suara lelaki dan perempuan sedang berbicara.
Benar saja, Lara dan Hary sedang berada di ruang keluarga. Terlihat berbicara dan langsung terdiam setelah Alan datang, dan sayangnya posisi duduk Hary dan Lara, berdampingan.
"Alan, cucuku. Kau datang?." Hary yang semula terkejut dengan kehadiran sang cucu, mulai bisa mencairkan keadaan. Begitu pun Lara, perempuan itu bangkit dan lekas menghampiri Alan. Sungguh suatu sikap yang membuat Alan jadi sibuk berpraduga.
"Honey, kau sudah pulang," tanya Lara. "Kemarikan tas kerjamu, kau pasti lelah. O ya, bekalmu pasti sudah habiskan?." Lara lekas mengambil alih tas kerja Alan. Pria itu yang membiarkan. Lara sampai mencari kotak bekal lalu memeriksa isinya. "Wah, habis," sambung Lara dengan memasang wajah luar biasa senang.
Alan sendiri hanya diam saat Kakek dan istrinya memberondong banyak tanya. Muak juga jijik. Alan memilih untuk menjauh dari hadapan mereka dan naik menuju lantai atas di mana kamar tamu berada.
Lara menatap kepergian Alan dengan hati hampa. Tas kerja serta kotak bekal masih berada di tangan. Dari raut wajah, Lara bisa merasa ketidak sukaan Alan saat melihat dirinya sedang bersama Hary. Semalam dan tadi pagi, sikap dingin Alan terlihat berkurang namun malam ini kenapa wajah sedingin batu itu muncul kembali?.
Pandangan Lara kini beralih pada kotak bekal yang kosong. Makanan itu habis karna Alan memakannya ataukah Alan justru membuangnya?.
"Lara, datangilah Alan ke kamar. Aku kira dia salah faham," titah Hary setelah menepuk pelan bahu Lara.
Gadis itu mengangguk lemah, menundukkan kepala sebelum mengayunkan langkah menuju kamar tamu yang kini ditempati Alan.
💗💗💗💗💗
Rupanya imbas kesalah fahaman itu tak main-main. Pintu kamar tamu yang diketuk Lara dari luar sama sekali tak terbuka. Alan mengurung diri sampai esok hari.
Lara cemas. Akan tetapi ia tak hilang akal. Memasak sedari pagi ia lakukan untuk bisa menyajikan sarapan sehat favorit Alan, berharap bisa meluluhkan hatinya.
Pakaian kerja, sepatu serta semua keperluan Alan sudah Lara persiapkan. Begitu melihat prianya sudah bangun, Lara langsung sigap mengikuti setiap pergerakannya.
Alan lagi-lagi menolak saat Lara ingin membantunya memasang kancing pakaian.
"Menjauhlah, aku bisa melakukannya sendiri," tolak Alan. Sepasang mata pria itu menatap tajam, meminta pada istrinya untuk menjauh.
"O, baiklah tapi setidaknya biarkan aku tetap di sini. Melihatmu dari kejauhan, sudah menjadi kebahagiaan tersendiri untukku." Wajah cantik Lara yang full senyum terlihat begitu manis. Gadis itu benar-benar menyingkir, mendekati pintu kamar dan memandangi Alan dari kejauhan.
Alan sampai tak mampu berkata-kata. Mengusirnya pun percuma, Lara yang banyak bicara pasti akan mengoceh dan bersikukuh untuk tetap berada di kamar untuk melihatnya.
"Terserah kau saja."
Demi kewarasan Alan memilih mengabaikan keberadaan Lara. Ada tapi perempuan itu seperti tak terlihat. Saat sarapan Alan pun tak kuasa untuk menolak apa yang sudah disuguhkan Lara. Tanpa banyak bicara pria muda itu melahap makanan hingga tandas agar senyum di bibir Lara tetap terkembang.
💗💗💗💗💗
Pagi ini ada beberapa pasien yang terjadwal melakukan tidakan oprasi dengan Alan. Salah satu diantaranya adalah anak lelaki berusia 7 tahun yang mengalami gagal ginjal.
Saat memasuki ruang oprasi tentu saja para pasien akan merasa tegang atau pun kecemasan. Akan tetapi berbeda dengan anak laki-laki tersebut. Meski sepasang matanya terlihat sayu namun senyum di bibirnya tampak terkembang. Alan yang terkenal tak pandai berinteraksi dengan pasien apalagi anak-anak, tiba-tiba menyapa anak itu lebih dulu. Sungguh kejadian langka yang membuat staf medis lain saling colek.
Alan menghela nafas. Duduk di kursi kebesaran namun pikirnya masih melayang pada kejadian beberapa saat lalu. Pasien kecilnya itu seperti mengingatkanya pada kehidupan dirinya sendiri.
Anak kecil itu sakit namun beruntungnya mendapat limpahan kasih sayang dari orang tua dan kerabat. Terlihat betapa sedih wajah-wajah dari keluarga pasien yang menunggunya di luar ruangan saat proses oprasi berjalan. Sedangkan dirinya?. Diberikan anugerah tubuh yang sehat namun serasa hidup sendiri.
"Hei, kau di sini rupanya?."
Alan tersadar dari lamunan saat Leo masuk ke ruangan.
"Ya, aku di sini. Memangnya kenapa?."
Leo sempat melihat ke arah luar sebelum masuk dan menutup pintu ruangan Alan.
"Em, Istrimu belum mengantarkan makan siang?." Leo seperti ragu bertanya. Takut jika tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan dari sang rekan.
"Istriku, makan siang, memangnya apa urusannya denganmu?."
Nah, benarkan. Leo tentu tersenyum kecut.
"Ya, tidak ada sih, hanya saja tadi aku seperti melihat istrimu sedang berbicara dengan Diego."
"Apa!." Suara Alan terdengar naik beberapa oktaf. Leo sampai terkekejut dibuatnya.
"Iya, istrimu sedang bersama Diego. Aku tak sengaja melihatnya saat ingin ke ruanganmu tadi."
Sungguh diluar dugaan Leo. Alan tiba-tiba bangkit dan keluar dari ruangan. Meninggalkan dirinya yang masih terpaku di tempat.
"Loh, kenapa pergi. Bukankah biasanya dia tak perduli?." Leo merasa ada yang tidak beres. Tidak biasanya Alan bergerak secepat ini terlebih jika sesuatunya masih berkaitan dengan Lara.
Guna menghalau sesuatu yang tak diinginkan terjadi, Leo lekas mengejar langkah Alan. Ia terus berlari sampai menemukan Alan berdiri di hadapan Diego dan Lara yang sepertinya belum menyadari akan kehadiran Dokter muda tersebut.
Ya Tuhan, bagaimana ini. Apa mungkin akan ada perang dunia ketiga setelah ini?.
Tbc.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
yesi yuniar
wah diego kayaknya bukan teman yg baik 🤔🤔🤔
2023-08-26
0