Hary Wirdo Hutomo, pria senja yang seluruh rambutnya sudah memutih itu tak mampu menahan getir hati saat ia melihat seperti apa cucunya memperlakukan istrinya dengan semena-semena. Awalnya Hary berfikir jika Alan hanya butuh penyesuaian dan.pada akhirnya bisa legowo menerima Dilara sebagai istri. Akan tetapi kenyataan yang didapat justru jauh berbeda. Alan sungguh membenci Lara, dan sampai saat ini sepasang suami istri itu belum tidur bersama.
Apa apaan ini?.
Rasanya Hary ingin sekali melayangkan bogem mentah ke wajah sang cucu, hanya saja pria itu sadar kondisi. Rasanya tidak mungki menyakiti Alan tepat dihadapan Dilara.
Selepas melihat kedua cucunya bersitegang, Hary memilih kembali pergi kemudian datang pada esok pagi saat Alan tak berada di kediamannya.
Pria itu masuk dan memandang kesegala penjuru ruangan. Asisten rumah tangga sedang disibukkan dengan pekerjaan masing-masing namun dirinya belum juga bertemu dengan cucu menantunya, Dilara.
Saat mendekati kamar Lara yang pintunya sedikit terbuka, Hary mendorong pintu itu pelan dan menemukan cucu menantunya berada di dalam.
"Lara," panggil Hary.
Dilara yang sedang merapikan beberapa buku milik Alan, sontak menggeser pandang. Gadis itu terkejut, terlebih saat Tubuh Hary sudah memasuki kamar.
"T-Tuan, ada apa?." Dilara mencondongkan tubuh, menghadap Hary. Beruntung saat dirinya tak mengenakkan pakaian minim saat di kamar.
"Aku turut prihatin. Aku juga tidak menyangka jika Alan bisa berbuat kasar padamu." Keduanya menjaga jarak. Baik Hary atau pun Lara, sama-sama memberi jarak.
Dilara tak terlalu menggubris ucapan Hary. Perempuan itu diam, seolah ia tak memperdulikan ucapan sang Kakek atau sudah bisa menebak jika menikah dengan cucu Hary maka hidupnya akan seperti ini.
"Bukankah memang itu konsekuensinya mengingat kami menikah bukan atas cinta tapi lebih kearah pemaksaan?."
"Ya, kau benar." Hary membenarkan. Ia tatap sejenak wajah gadis yang kini sudah menjadi cucu menantunya. Rasa Iba menyusup relung hati. Mendapati sikap semena-mena Alan pada Lara, sungguh membuatnya tak sampai hati, hanya saja ia pun tak bisa berbuat banyak mengingat satu keputusan yang sudah buat.
"Aku pergi, berhati-hatilah," pamit Hary sebelum beranjak, keluar dari kamar Lara dengan menghela nafas dalam. Sementara Lara, gadis itu masih terdiam. Coba menguatkan hati meski sejatinya tak ia ingini. Hidup dalam kendali orang lain laksana berdiri di pinggir tebing yang sewaktu-waktu bisa saja membuatnya jatuh ke jurang andai ada seseorang yang berniat menjatuhkannya.
💗💗💗💗💗
Rumah, menjadi tempat tujuan Hary kembali sepulangnya dari rumah Alan. Di antar oleh seorang supir, Hary masuk ke dalam ruangan yang selama ini dijadikannya tempat untuk menyendiri dan merenung.
Duduk terpekur seorang diri, ingatan Hary seperti terlempar pada kejadian beberapa bulan lalu ketika dirinya dipertemukan dengan Dilara untuk pertama kali.
"D-dompet, Dompetku....," teriak Hary saat tersadar jika dompet yang ia pegang disambar oleh seseorang. Baru saja dirinya turun dari kendaraan dan berniat untuk membeli sesuatu sebab supir pribadinya meminta izin untuk ke kamar mandi umum tempat mereka berhenti saat ini.
Hary terkejut. Hendak berlari dan mencari supir pribadinya, namun kondisi tubuhnya yang sudah tak memungkinkan pada akhirnya membuat ia hanya bisa berteriak.
"Tuan, apa yang terjadi?." Supir pribadi datang tergopoh. Penutup lubang celanannya bahkan belum tertutup seluruhnya akibat mendengar teriakan keras tuannya.
"D-dompet, Dompetku dijambret." Sang supir terbelalak. Ia panik dan menatap ke sekitar. Cukup sepi dan satu orang pria berpakaian serba hitam terlihat berlari menuju ke arah sepeda motor dan seorang rekan yang seperti sedang menunggunya.
"I-itu, dia." Hary menunjuk ke arah dua pria yang sudah bersiap tancap gas. Sang supir sontak berlari kencang namun dari arah lain tampak seseorang menarik salah satu jaket pelaku sampai kendaraan yang mereka tunggangi oleng dan terjatuh.
Dilara Agnesia. Hary menghela nafas dalam, seseorang yang sudah menolongnya kali itu adalah dirinya. Bukan hanya sekadar menarik jaket pelaku, tetapi gadis itu sempat adu jotos bahkan terkena sayatan beelati dari salah satu pelaku kejahatan akibat tarik menarik dompet milik Hary.
Hary saat itu sempat ketakutan. Meski sang supir ada diantara mereka namun nyatanya justru Lara yang berperang habis-habisan melawan dua penjambret. Hary ternganga, tubuh kecil Lara begitu gesit dalam menangkis dan menghajar lawan. Meski beberapa bagian tubuhnya terkena sayatan namun gadis itu bisa menyelamatkan dompetnya dan membuat para pelaku tunggang langgang.
Hary begitu berterimakasih. Di dalam dompet, pria itu sama sekali tak memikirkan uang tetapi lebih pada surat dan kartu penting yang tersimpan di dalamnya. Saat dirinya ingin memberikan rupiah sebagai tanda terimakasih, Lara dengan tegas menolak dan langsung menjauh pergi.
Hary tertegun. Ia tatap punggung gadis yang kini semakin jauh meninggalkannya. Gadis berpakaian lusuh dengan topi berwarna hitam pudar yang menutupi sebagian kepala. Kulitnya kusam tak terawat begitu pun dengan tubuhnya yang kurus seperti kurang makan.
Naluri dalam diri Hary seakan tergelitik. Meski sudah beberapa hati berlalu semenjak kejadian itu namun nyatanya bayangan tentang Lara masih memenuhi benak. Diliputi rasa penasaran mendalam, pada akhirnya Hary mengutus seseorang untuk mencari tau tentang siapa Dilara.
"A-anda?." Lara terkejut dengan kedatangannya saat itu. Hary mekat mendatangi kediaman Lara yang berada dipemukiman kumuh di pinggir jembatan.
"Ya, aku sengaja datang kemari untuk bertemu denganmu." Hary berbicara dengan tenang meski dalam hati terbesit kekhawatiran jika Lara merasa tak suka dengan kehadirannya.
Rupanya apa yang sempat berada difikran Hary, benar adanya. Menurut seorang mata-mata, Lara bekerja sebagai tukang parkir di sebuah pasar. Ia tak memiliki kedua orang tua dan hidup dalam kekurangan bersama kelima adiknya. Begitu dipersilahkan masuk, lagi-lagi Hary menghela nafas dalam. Ruang tamu berdebu, menyambutnya. Tak ada sofa, hanya ada tikar usang sebagai alas duduk untuk dirinya, dan yang lebih membuat pria senja itu getir, rumah yang menjadi tempat berlindung Dilara serta kelima adiknya sudah tak layak huni. Reot, nyaris ambruk dengan dinding berlubang dimana-mana.
Ucapan Alan yang menyebut Lara mungkin tak suci lagi, membuat amarah Hary meluap malam itu. Di sini dirinyalah yang tau siapa Lara dan bagaimana kehidupannya. Lara masuk kekehidupan Alan, itu atas pilihan dirinya, dan jika gadis teraniaya maka dirinya pun tak akan rela.
Hary memang breengsek, dan ia mengakui hal itu. Dirinya memang pemain wanita dan gemar bergonta-ganti pasangan sampai sekarang. Akan tetapi jika sudah menyangkut cucunya serta penerus keluarga, mungkinkah dirinya akan main-main dalam memutuskan pilihan?.
Dilara gadis baik, dan Dilara pun gadis yang nyata sudah ia pilih untuk disandingkan dengan Alan. Hary rasa cucunya hanya butuh waktu dan penyesuaian. Ia yakin, seiring berjalannya waktu cinta akan datang dan menaunginya. Dilara juga Alan akan hidup bahagia, dan melahirkan banyak pewaris untuknya.
Tbc.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
yesi yuniar
semangat lara.... kamu pasti bisa
2023-08-23
0
insani94
up yg bnyak kak
2023-08-15
1