Langit sudah berubah gelap saat sebuah kuda besi yang ditunggangi seorang supir bersama sang majikan memasuki gerbang utama kediaman. Begitu sampai di garasi, seseorang dibuat terkejut saat satu kendaraan yang cukup familiar juga sudah terparkir rapi di garasi.
Wah, ini seperti sebuah keajaiban.
Begitu sang supir membuka pintu kursi penumpang, majikan pun lekas keluar.
Dilara, lebih dulu menetralkan nafas sebelum memasuki rumah. Perempuan itu sadar, jika Alan sudah berada di dalam rumah.
Aneh, tak biasanya dia pulang secepat ini.
Asik berkumpul dengan adik-adik membuat Lara lupa waktu. Mereka menghabiskan waktu dengan makan dan melakukan hal apa pun yang membuat mereka senang. Setidaknya saat bersama, Lara bisa melihat keceriaan adik-adiknya dan bisa membuat dirinya melupakan sejenak prahara hidup yang sedang membelenggunya.
Bibi pelayan tampak membukakan pintu utama dan menyambutnya.
"Nyonya, Tuan Alan sudah datang." Paruh baya itu takut-takut memberitahukannya pada Lara. Wajar saja, selama ini hanya para pelayan yang mengetahui seperti apa Tuannya dalam memperlakukan sang istri.
"Ya, aku tau. Tadi aku sempat melihat mobil suamiku ada di garasi." Sedikit mengabaikan keberadaan sang pelayan, Lara mempercepat langkah untuk masuk ke dalam rumah.
Sesungguhnya Lara tak perlu segugup ini. Toh Alan sudah pasti bersemedi di kamar tamu dan tak keluar lagi sampai esok hari. Terkadang untuk makan malam pun Alan meminta pada pelayan untuk mengantarkannya ke dalam kamar. Eh, tapi apa ini?.
Langkah kaki Lara terhenti begitu menginjak lantai ruang makan. Rupanya Alan sedang berada di sana. Duduk dan seperti sedang meneguk minuman segar.
"Honey, kau sudah datang. Kenapa tidak mengabariku lebih dulu?." Setengah berlari Lara mendekati sang suami. Berbicara dengan suara lembut nan mendayu serta mengusap bahu sang suami namun sayang, baru beberapa detik Alan sudah menepis tangannya.
"Sudah kubilang, jangan sentuh aku!." Suara Alan terdengar dingin namun tak setajam biasanya.
"Oh baiklah." Paham situasi, Lara pun lekas menjauh. Ia sempat melirik ke kiri dan kanan. Wah, sepertinya Alan belum sempat makan. Lara bergerak sigap, menghangat makanan yang sudah olah oleh pelayan.
"Honey, kau pasti lapar. Sebentar akan kuhangatkan makanan."
Tak ada jawaban, atau pun makian. Alan terlihat duduk dan diam ditempatnya. Diam-diam, Lara menghela nafas lega. Bukankah itu pertanda jika Alan tak menolaknya?.
Sementara Alan. Sesekali sepasang mata pria muda itu mencuri pandang ke arah sang istri yang sedang berdiri di depan meja dapur. Kedua tangan Perempuan itu cekatan mempersiapkan makan malam untuknya. Sesuatu yang biasanya ia tolak dan digantikan oleh pelayan.
Kali ini penampilan Lara tampak berbeda. Tak ada pakaian tipis nan minim. Tubuh moleknya tampak dibalut bawahan bermodel balon serta atasan warna putih berlengan panjang. Rambutnya yang biasa digerai pun dicepol asal. Jika boleh mengakui, maka penampilan Lara saat ini lebih manis dari hari biasa. Alan lebih menyukai jika sang istri berpenampilan seperti ini. Hanya saja ...
"Tara... Makan malam sudah siap."
Alan terkesiap, tanpa sadar melamun dan Lara sudah berada tepat di hadapan kursi yang ia duduki.
Saat hendak menuangkan makanan ke dalam piring Alan, Lara terlihat ragu.
"Em sebentar biar aku panggilkan pelayan." Lara menggeser pandang ke samping, ke arah pelayan yang sedang berdiri tak jauh dari meja makan. "Bi---"
"Kau saja." Belum sempat Lara melanjutkan panggilan, Alan memotongnya. Rupanya pria itu membiarkan dirinya untuk mempersiapkan makan malamnya.
Lara menelan ludah. Perempuan itu masih terlihat ragu.
"Ayo, tunggu apalagi," titah Alan. "Aku sudah lapar," sambung Alan yang sudah menunjukkan wajah masam.
Lara memasang senyum ceria. Bertepuk tangan riang, dan begitu antusias melayani makan malam sang suami. Hah, Lara rasanya ingin cepat-cepat mencuci muka. Memastikan jika apa yang ia rasakan kini bukanlah hanya mimpi.
💗💗💗💗💗
"Minggir, beri aku jalan."
Hah?.
Dilara meringis menahan sakit saat bahu tegap Alan menabrak bahunya yang katanya menghalangi jalan. Beberapa saat lalu terdengar pintu kamarnya diketuk dari Luar, Lara yang setemgah mengantuk bergerak pelan untuk membuka pintu. Terkejut saat Alan berdiri di hadapan dan memasuki kamar secara paksa. Hei, lalu untuk apa pria itu masuk ke dalam kamar?.
"Kau tidur saja di sofa, aku akan tidur di kamar. Kamar ini sebenarnya terlalu mewah untukmu. Lagi pula sudah lama juga aku tidak tidur di tempat ini." Tubuh Alan langsung ambruk di atas ranjang. Lara hanya menatapnya dengan pandangan nanar. Tubuh besar Alan tampak terlentang di tengah. Memeluk bantal sebelum akhirnya memejamkan mata.
"Baiklah Honey, semua perintahmu pasti kuturuti. Semua karna aku mencintaimu." Adakah yang lebih manis dari ini?. Lara mendekat, bukan karna ingin tidur bersama tetapi ingin menutupi tubuh Alan dengan selimut. Segelas air putih pun tak luput Lara persiapkan di atas nakas. Berjaga andai sewaktu-waktu Alan terbangun dan kehausan.
Sesungguhnya Alan tak benar-benar tidur. Pria itu masih terjaga, hanya saja berpura terlelap agar dirinya bisa leluasa mengamati pergerakan Lara dalam diam. Malam ini Lara berpakaian seperti biasa. Lingerie tipis berwarna hitam yang kontras dengan kulit tubuhnya yang putih bersih. Orang tak waras pun akan mengakui kecantikan Lara pada malam ini. Semasang matanya yang sipit akibat mengantuk, terlihat begitu lucu seperti panda.
Lara tampak membuka ruang pakaian dan beberapa saat keluar dengan membawa selimut tebal. Mungkin selimut itu untuk dirinya sendiri. Perempuan itu benar-benar berbaring di ayas sofa sesuai perintah Alan.
"Good Night, Honey. Semoga mimpi indah. Aku mencintaimu." Seperti ciuman jarak jauh, tangan perempuan itu bergerak ke arah Alan yang pura-pura tidur. Apa-apaan ini?. Ingin rasanya Alan berteriak begitu. Terlalu kekanakan, dan Alan sama sekali tak menyukai itu.
Hening, selepas Lara menganti lampu dengan lampu tidur, tak ada lagi pergerakan. Lima menit, sepuluh menit, Alan merasa jika Lara sudah terlelap. Kini sepasang mata yang semula ia pejamkan paksa, terbuka. Dalam keremangan cahaya lampu, Alan menatap kesekeliling ruangan.
Malam mungkin belum meninggi, dan sesungguhnya Alan pun masih belum mengantuk.
"Jangan ...."
Alan terperanjat, ia sampai ingin meloncat dari ranjang karna terkejut.
"Jangan.... "
Suara Lara, ya itu suara Lara.
Pandangan Alan pun mengarah pada sang istri yang terlelap di sofa.
"Ja-jangan pukul aku ...."
Alan seperti terusik oleh teriakan Lara. Samar dilihatnya sepasang mata sang istri tetap terlelap.
"Tapi kenapa dia berbicara?." Diliputi rasa penasaran, pria berpiyama hitam itu menuruni ranjang untuk mendekat ke arah sofa. Memastikan apa yang terjadi dengan istrinya.
"Sa-sakit, jangan pu-pukul aku lagi ..." Dilara meracui, perempuan itu rupanya tengah mengigau.
Alan menatap wajah sang istri yang dipenuhi peluh. Mulutnya masih meracau seakan mimpi yang ia alami benar-benar nyata.
Kenapa dia?. Kenapa dia bermimpi seperti orang yang sedang kesakitan.
Lara sedang mengalami mimpi buruk. Satu tangan Alan terangkat, berniat untuk menyentuh wajah guna mengusap peluh atau pun sekadar ingin membangunkannya. Akan tetapi, Alan urungkan setelah berdebat dengan batinnya sendiri. Alan bergerak mundur, kembali meringkuk di atas ranjang dan hanya mengurangi suhu udara kamar, agar keringat di tubuh Lara menghilang dengan sendirinya.
Tbc.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
yesi yuniar
udah mulai ada sedikit perubahan kearah yg lebih baik.... semangat lara 💪🤗🤗
2023-08-26
0
Japril Tapian Koto
lanjut
2023-08-23
1