"Tidak!!."
Alan terperanjat, ia terbangun dan menatap pada Dilara yang tidur di sampingnya. Sepasang mata perempuan itu terpejam tetapi bibirnya berteriak. Mengucap kata 'tidak' dengan peluh dingin yang sudah membasahi bagian wajahnya. Mungkinkah perempuan itu sedang mengigau. Kejadian saat ini mengingatkan Alan pada kejadian beberapa hari lalu, saat Dilara berteriak dan seakan ketakutan di dalam tidurnya namun ia biarkan.
Alan menyentuh pipi Lara, berusaha membangunkan dengan pelan.
"Lara, Lara. Buka matamu, kau kenapa?."
"Tidak!, pergi!." Lara berteriak lagi dengan kondisi mata yang masih terpejam. Ia berusaha menepis tangan Alan yang menyentuh bagian wajahnya. "Pergi."
Alan mulai kebingun dan timbul rasa khawatir. Ia kembali menggoyang pipi Lara, kali ini lebih keras sampai perempuan itu terbangun.
"Hah," ucap Dilara yang kini sudah mulai membuka mata. Nafasnya tak beraturan, daadanya turun naik serta peluh yang terus membanjir di seluruh bagian tubuh. Dilara bangun, beringsut menarik diri untuk menyandarkan punggung di kepala ranjang.
Alan bisa melihat wajah basah Lara yang dipenuhi peluh. Spontan pria itu mengangkat tangan namun Lara yang tersadar malam menjauh. Tubuhnya gemetar ketakutan sedangkan Alan tak ingin melakukan kekerasan.
"Lara, kau kenapa, mimpi buruk?."
Sepasang mata Dilara menyipit, telinganya seakan tergelitik mendengarkan pertanyaan Alan yang justru ingin membuatnya tertawa. Tapi tunggu, kenapa Alan tidur bersamanya, bukankah biasanya dia tidur di kamar tamu?. Lara ingat, semalam pintu kamar ia biarkan tak terkunci, mungkin saja Alan meringsek masuk dan tidur di sampingnya. Tapi kenapa, bukankah pria itu jijik padanya sampai ia yang terus menggoda, mengemis untuk minta disentuh karna Alan yang seperti tak sudi untuk menyentuhnya.
"A-aku, tidak apa-apa," jawab Dilara berusaha menguasai diri. Ia tidak ingin terlihat menyedihkan di depan Alan. "Honey, kau tidur di sini, bersamaku?."
Alan langsung melengos dan berdehem sebelum menjawab pertanyaan Dilara.
"Ti-tidak," sanggah Alan. "Aku masuk kekamarmu karna suara teriakanmu. Aku terganggu dan masuk kemari untuk membangunkanmu."
Benarkah?.
Dilara hanya mengangguk samar. Dalam diam, Alan melirik ekspresi wajah Lara. Sepertinya perempuan itu percaya ucapannya, padahal semalam dirinya memang tidur bersama Dilara, disatu ranjang sama dengan posisi tubuh saling menyentuh.
"Em, minum dulu." Alan yang berusaha mengalihkan perhatian Dilara, meminta perempuan itu untuk meminum segelas air putih yang sudah berada di atas nakas. Alan mengangsur segelas air itu dan Lara pun menerima. Perempuan itu meminum beberapa tegung sebab mimpi yang baru saja dialami seperti menguras seluruh energi. Mimpi itu seperti nyata dan membuatnya lelah.
"Tidurlah lagi," titah Alan. "Aku akan keluar, selamat malam." Setelah berucap pria itu pun pergi. Sementara Dilara, perempuan itu menatap punggung sang suami yang mulai menjauh. Ada perasaan lain dalam Dilara begitu mendapatkan sedikit perhatiaan yang belum pernah ia dapatkan selama di usia pernikahan. Dilara sadar, setelah kejadian malam itu, Alan sedikit berubah lebih baik padanya, hanya saja dirinya justru merasa takut. Takut andaikan perubahan Alan ini hanya untuk menutupi sebuah kedok, dimana Alan mungkin saja tidak lebih baik dari sang Kakek yang hanya memanfaatkan dirinya demi sebuah tujuan.
💗💗💗💗💗
Kenapa dia harus datang lagi setelah bertahun-tahun pergi?.
Kedatangan seorang perempuan yang mengaku sebagai Ibu dari Dilara yang terus berteriak meminta untuk diberi akses masuk sampai penjaga keamanan berhasil mengusir, nyatanya juga membuat Dilara mengalami keterkejutan yang luar biasa.
Saat beberapa malam ini dirinya selalu dihantui mimpi buruk, kenapa justru perempuan yang datang dalam mimpinya itu benar-benar muncul di depan mata?.
Dahlia, sosok perempuan pembuat onar dikediaman adik-adik Dilara, memanglah Ibu kandung Dilara.
Cih, masih pantaskah perempuan itu disebut anak kandung setelah menelantarkan keenam anak jandungnya di jalanan, demi seorang pria yang baru dikenal?.
Beberapa malam ini Dilara tak dapat tidur nyenyak. Entah kenapa kehidupan masa kecilnya dulu saat mendapat kekerasan dari sang Ibu justru muncul dalam mimpi. Dulu, dirinya sempat mengakami trauma karna seringnya sang Ibu melakukan aksi kekerasan padanya. Tak terhitung berapa jumlah cambukan, puukulan serta cubitan yang Dilara dapat setiap harinya saat pulang tak membawa uang.
Usia Dilara baru menginjak sepuluh tahun ketika sang Ayah berpulang. Keluarganya kehilangan tulang punggung yang pastinya berimbas pada perekonomian keluarga. Pada tahun pertama sepeninggal sang suami, Dahlia masih getol bekerja serabutan untuk menyambung hidup dan memberi makan anak-anaknya. Akan tetapi untuk urusan pendidikan, Dahlia angkat tangan sampai beberapa anaknya benar-benar putus sekolah, terutama Dilara.
Ditahun kedua sepeninggal sang suami, Dahlia mulai uring-uringan. Ia mengaku lelah dan ingin menyerah. Ia tak sanggup mencari uang lagi dan mulai bersikap kasar pada anak-anaknya meski bocah-bocah itu tak melakukan kesalahan.
Puncaknya saat Dahlia dipertemukan dengan seorang pria yang mengaku lajang dan ingin menikahinya. Dahlia mulai gelap mata. Ia tak perduli dengan anak apalagi untuk mencari uang. Dalam kepalanya hanya berisi tentang satu pria dan bagaimana caranya untuk bisa hidup berdua tanpa terbebani anak-anak.
Satu kejadian yang tak mungkin Dilara lupakan diseumur hidup kala Dahlia meninggalkannya beserta adik-adik disebuah jembatan. Dahlia sempat berkata jika ingin pergi sebentar namun juga berpesan agar dirinya menjaga adik-adik sampai Dahlia kembali.
Pria itu datang, membonceng Dahlia, hingga motor yang dikendarai dua insan itu melaju dan menghilang dipersimpangan.
Hati siapa yang tak hancur. Dilara yang usianya baru 13 tahun dipaksa untuk dewasa lebih cepat dari usia sebenarnya. Memikul tanggung jawab besar, untuk menghidupi dan membesarkan kelima adiknya.
Tangisan Sena, adik bungsu Dilara membuat air mata gadis itu luruh semakin deras. Sena masih meminum Asi Dahlia saat ditinggalkan. Di tempat yang sama, Dilara berlutut dan mengapai kelima tubuh adik-adiknya. Anak-anak itu menangis berpelukan. Beberapa kendaraan yang berlalu lalang, hanya menatapnya penuh tanya tanpa ada yang sudi mendekat apa lagi bertanya.
"Lalu untuk apa lagi kau datang setelah meninggalkan kami?."
Dilara m eremas lembaran kertas sampai membentuk bulatan. Sepasang matanya menatap tajam keluar jendela kamar sementara giginya saling bergesekan. Dilara geram. Kemunculan Dahlia seperti membuka luka dan trauma masa lalu.
Kini hidup adik-adiknya sudah tercukupi. Lalu untuk apa Ibunya kembali atau jangan-jangan pria itu yang sudah membuat Ibunya kembali.
"Apa mungkin pria itu meninggalkan Ibu setelah bosan?." Dilara tergelak. Ia seperti sedang menertawakan sang Ibu andai apa yang ia pikirkan itu benar.
"Aku penasaran, setelah ditolak apa Ibu madih berani untuk datang atau dia malah akan datang kerumah ini?." Jika melihat sepak terjang sang Ibu, tidak menutup kemungkinan bila wanita itu akan mencari tau tentang dirinya.
"Lalu dari mana dia bisa tau jika aku menempatkan adik-adik di rumah itu?." Ya, itu yang jadi pertanyaan besar untuk Dilara saat ini. Di mana Ibunya tinggal selama inu pun tak Dilara tau tetapi kenapa dengan mudahnya Ibu tau tempat tinggal dirinya?.
Tbc.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
yesi yuniar
ibunya mungkin selama ini tau kondisi anak2nya tp tk peduli, tapi setelah melihat mereka hidup tercukupi ingin numpang enaknya aja 🤭🤭🤷♀️
2023-09-04
0