Datangnya mentari pagi menjadi lembaran baru tersendiri untuk kehidupan Alan. Selepas semalam memilih tidur di kamar yang sama dengan Lara, pagi ini pria itu terbangun namun tak mendapati istrinya terlelap di sofa. Perempuan itu sudah bangun rupanya.
Rasa nyaman dan hangatnya selimut yang menutupi tubuh membuat rasa malas menyergap. Alan ingat, semalam Lara lah yang memakaikan selimut ini untuknya.
Alan beringsut, membangunkan tubuh dan menyandarkan punggung pada kepala ranjang. Segelas air putih yang dipersiapkan lara semalampun turut ia teguk hingga tandas. Tanpa sadar, Alan tak menolak apa pun yang dipersiapkan Lara untuknya.
"Honey, sudah siang. Bukankah kau ada jadwal oprasi hari ini?." Alan dibuat terkejut saat pintu kamar terbuka tiba-tiba. Wajah dan suara Lara muncul bersamaan.
Alan tak berniat menjawab sementara Lara menatapnya sejenak dan berlalu pergi.
"Siial." Alan tiba-tiba menggerutu saat sempat melihat penampilan Lara pagi ini. Atasan ketat berwarna putih yang dipadukan dengan hot pants berwarna merah muda tampak membalut tubuhnya yang sintal menggoda.
Penampilan Lara memang terbiasa terbuka jika sedang bersamanya. Wajah cantik juga ditunjang postur tubuh ideal serta kulit putihnya, membuat semua kaum adam pun pasti tergoda.
Alan lekas mengusap wajah dan berlari menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Sepertinya ada sesuatu yang bergejolak dalam diri ketika indra penglihatnya disuguhi suatu pemandangan yang membuat naluri kelelakiannya tiba-tiba hadir.
💗💗💗💗💗
Setangkup roti dengan selai coklat yang tersaji di hadapan, tak minat untuk Alan santap. Pandangannya justru tertuju pada seorang perempuan yang sedang berdiri memunggunginya, yang sepertinya sedang disibukkan dengan alat memasak dan bahan makanan.
Lara sedang sibuk di depan meja pantry. Entah aktifitas apa yang sedang perempuan itu lakukan. Sedangkan Alan, ekor matanya tampak tak berkedip menatap tubuh sang istri dari belakang.
"Honey, aku sudah buatkan roti isi daging untuk bekalmu."
Alan berjingkat, menundukan kepala dan melahap setangkup roti selai yang semula ia abaikan setelah Lara berbalik badan dan mendekatinya.
"Tidak perlu repot-repot." Nada suara Alan masih terkesan dingin. Mendapat jawaban begitu saja sudah membuat Lara senang bukan kepalang.
"Tak apa Honey. Ini sama sekali tidak merepotkan, aku justru sangat senang membuatnya." Siapa yang tak senang, setelah sekian lama diabaikan, tentu hal seperti ini sudah seperti keajaiban untuknya.
Senyum di bibir Lara terus terukir ketika memasukkan roti isi buatannya ke dalam kotak bekal. Lagi-lagi Alan memperhatikan gerak gerik sang istri sembari menghela nafas dalam. Pikiran Alan masih teringat pada kejadian semalam. Saat Lara mengigau dan terlihat seperti sedang ketakutan.
Memangnya semalam dia bermimpi apa?.
Apa mimpi perempuan itu semalam ada hubungannya dengan kehidupannya?. Alan menyuapkan potongan roti selai terakhir ke dalam mulut, bersamaan dengan Lara yang sudah selesai mengemas bekal untuk sang suami. Pagi ini terasa lebih indah. Alan dan Lara terlihat seperti sepasang suami istri kebanyakan. Akan tetapi sama saja, tetap ada dinding penghalang diantara mereka.
💗💗💗💗💗
Hari-hari yang dipenuhi dengan jadwal oprasi dan para pasien. Alan yang semula sempat terpaksa menjalani profesinya, kini sudah mulai terbiasa dan bisa dikatakan senang dalam melakukan proses penanganan. Berbeda dengan Leo yang lebih ramah serta supel, Alan lebih tertutup dan tak banyak banyak bicara.
Meski terkesan acuh, namun dari beberapa pasien yang sudah mengenal Alan, begitu menghormatinya. Mereka sadar bila seperti inilah sikap sang Dokter. Terkesan tak bersahabat namun mempunyai dedikasi tinggi untuk Rumah sakit.
Selepas melakukan jadwal oprasi, Alan kembali ke ruang kerja. Perutnya yang sedari pagi hanya diisi roti dan segelas susu seperti meminta untuk diisi. Akan tetapi ia merasa malas untuk keluar memesan makanan atau pun ke kantin.
Bekal. Ya, Alan ingat jika Lara sempat membawakannya bekal. Pria itu mencari-cari kotak bekal milik Lara namun sepertinya tak ada.
"Apa mungkin aku meninggalkannya di dalam mobil?." Alan coba mengingat-ingat, dan benar saja, sepertinya bekal dari Lara tertinggal di dalam mobil.
"Aku akan menemui seseorang untuk mengambil kotak bekal itu di bawah," monolog Alan. Pria itu meraih kunci mobil di atas meja dan mencari seseorang yang dapat ia perintahkan untuk mengambil kotak bekal miliknya.
💗💗💗💗💗
"Terimakasih."
"Sama-sama, Tuan. Saya permisi." Seorang penjaga keamanan Rumah sakit menundukkan kepala sebelum keluar dari ruangan Alan selepas diperintahkan untuk mengambil kotak bekal yang tertinggal. Terdengar aneh memang, sejak kapan Dokter Alan membawa bekal saat bekerja. Ya, akhir-akhir ini memang ada seorang perempuan yang diketahui sebagai istri pria tersebut datang saat makan siang. Akan tetapi jika untuk urusan membawa bekal, sepertinya ini baru pertama kali terjadi.
Meninggalkan keterkejutan seorang penjaga keamana yang diutus Alan, Dokter muda itu langsung mendaratkan tubuh di atas sofa dan mulai membuka kotak bekal.
"Roti isi," gumam Alan. Di dalam kotak bekal itu ada beberapa potong roti dengan berbagai macam isian. Terlihat menarik dengan hiasan daun selada tomat segar, dan ...
Ya tuhan, apa-apaan ini?.
Alan menatap tak percaya saat sketsa wajah mirip seseorang tergambar diselembar roti dengan mengunakan saus tomat.
"Ada-ada saja," gumam Alan. Akan tetapi tanpa sadar sudut bibirnya tertarik membentuk senyum simpul. Di sana terlihat sketsa wajah yang mungkin saja seperti dirinya dengan mata melotot dan bibir mengerucut. Mungkin Lara seperti sedang mengambarkan sosok dirinya yang pemarah dan jarang tersenyum.
"Lara," ucap Alan menyebut nama istri tak tersentuhnya.
Ada perasaan asing yang menjalari tubuh. Entah perasaan apa itu, Alan pun tak memahami. Roti isi yang terlihat cukup menggoda membuat pria itu mengambilnya satu potong dan mulai memakannya.
Alan mengunyahnya perlahan. Coba merasakan hasil makanan Lara, dan sepertinya rasanya pun tak mengecewakan.
"Lumayan."
"Wah, di sini kau rupanya."
Alan hampir tersedak saat pintu ruang kerjanya terbuka dan dua orang pria masuk kedalam.
Leo dan Diego, untuk apa mereka datang ke ruang kerja Alan?.
"Kalian, ada apa?." Alan yang masih mengunyah makananan bertanya pada kedua rekannya.
"Wah kau juga sedang makan rupanya." Diego, melirik ke arah kotak bekal Alan. "Ya tuhan, sejak kapan kau membawa bekal, ya kecuali kalau ..." Diego tergelak, mengejek Alan.
"Apa yang kau makan ini masakan Lara?." Kini Leo yang bertanya.
"Kalian ini apa-apaan. Sudah pergi sana." Alan yang merasa acara makannya tergangu, mengusir kedua temannya yang banyak bicara. Ia muak dan tak suka. Apalagi kalau sudah kepo keurusan pribadi.
"Wah jika itu masakan istrimu, maka untukku saja. Kau kan tidak menyukainya. Dari pada makanan itu nanti dibuang." Diego yang terkenal keterlaluan saat bercanda, merebut kotak bekal dari tangan Alan. Dengan tak tau malu pria bergerak lebih jauh dan mulai memakan roti isi buatan Lara.
Alan hanya bisa ternganga. Meminta makanannya kembali pun percuma, Diego pasti akan mdngoloknya habis-habisan. Akan tetapi jika dibiarkan pun dirinya seperti tak rela. Dilema merajai hati. Pada akhirnya Alan hanya bisa pasrah. Kembali duduk di kursi kebesaran dan menahan perutnya yang terasa lapar.
Tbc.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
yesi yuniar
😄😄😄😄😄😄
besok minta dibikinin lagi ya 😁
2023-08-26
0