Bab 18 Kencan Massal

Aku tidak tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Bianca saat ini. Dia lebih sering tersenyum dengan manis, menarik tanganku untuk pergi ke berbagai tempat, melakukan hal-hal yang biasanya dilakukan saat berkencan.

Kami berdua tidak memiliki ide dalam hal ini. Tentunya, pasangan di sekitar menjadi inspirasi bagi kami dalam berkencan. Tampaknya, Bianca yang berparas cantik sekalipun tidak memiliki pengalaman dalam hubungan romantis. Itu terasa aneh, tetapi juga entah mengapa terasa melegakan untukku.

Sebelum Hari Valentine ini, aku beberapa kali menemukan raut wajah Bianca yang tampak sedih, juga terkadang dirinya tampak kesepian. Itu seharusnya berkaitan dengan masa lalu yang tidak kuketahui atau sesuatu yang lain, yang tentunya bukan berkaitan dengan apa yang telah terjadi padaku dengannya selama perjalanan menuju ke Lopentine. Namun, selama Hari Valentine ini, dia tidak menunjukkan raut wajah yang menyedihkan seperti itu, seolah-olah dia sedang berusaha untuk menikmati perayaan ini.

Sejujurnya, aku memang ingin menikmati perayaan ini dengan sepenuh hati, apalagi secara tidak terduga mendapatkan pasangan secantik Bianca untuk melakukannya. Hanya saja, bisakah aku menikmati perayaan ini, sementara ada seorang wanita di dekatku yang memendam kesedihannya.

Wanita ini dengan hatinya yang baik berinisiatif mengajakku untuk berpasangan dalam perayaan Hari Valentine, mungkin saja dia telah menyadari bahwa aku tidak berani mengajaknya.

Saking baiknya, dia bahkan membiarkanku tidur sekamar dengannya selama aku belum menemukan tempat tidur sendiri, di mana aku seorang pria yang hanya beberapa tahun lebih muda darinya, pemuda yang tergolong asing baginya. Itu adalah sesuatu yang tidak mudah untuk dilakukan oleh Bianca. Pada usianya yang telah matang untuk menikah, dia seharusnya memiliki tingkat privasi yang tinggi.

Yah, lagipula aku tidak begitu mengetahui tentang wanita. Mungkin saja, Bianca tipe wanita yang begitu terbuka, menunjukkan kecantikannya yang alami tanpa menutupi apapun.

Pria muda sepertiku mana bisa memahami seorang wanita dewasa seperti Bianca, apalagi aku tidak memiliki pengalaman tentang ini. Dalam banyak hal, kalau dibandingkan dengan Bianca, sejauh yang kuamati, aku tidak bisa dibandingkan dengannya. Dia begitu mandiri, hidup seorang diri di dunia yang keras ini.

Aku masih kesulitan untuk beradaptasi di tempat baru, apalagi hidup seorang diri. Ketika aku berada di zona nyaman, aku hidup berkecukupan, makan tidak perlu mencari karena masih memiliki kedua orang tua. Mengingat kenyamanan itu, aku merasa jijik pada diriku sendiri, malah membuat kedua orang tuaku kesulitan. Mereka dengan begitu keras bekerja untuk menghidupi keluarga, sementara yang bisa kulakukan hanyalah menjadi beban.

Malam sebelumnya, aku membayangkan, andai saja aku dapat kembali ke rumah tempat kedua orang tuaku berada, aku akan lebih membahagiakan mereka. Tapi, nasi telah menjadi bubur, aku berada di sini sekarang, entah di mana.

Tidak perlu mendapatkan penjelasan yang lebih jauh untuk membuatku menyadari kenyataan ini, bahwa aku telah berada di dunia lain.

Keberadaan pejuang orc, sihir, budaya yang sama sekali berbeda, dan masih banyak hal lainnya yang asing bagiku. Semuanya bukanlah berasal dari dunia modern seperti Bumi. Aku belum mengetahui penyebutan nama dunia ini, tetapi yang pasti ini bukan lagi Bumi. Dunia sihir, atau begitulah aku menyebutnya untuk saat ini.

Sistem yang terintegrasi denganku, tentunya tidak tidak dapat diabaikan. Seolah-olah, kejadian yang kualami sejauh ini patut untuk dipertanyakan, tentang mengapa aku berada di dunia ini dan juga alasan Sistem terintegrasi denganku, itu seharusnya bukanlah tanpa alasan. Apakah memang ada seseorang yang memanggilku ke dunia ini untuk suatu keperluan, seperti mengalahkan Raja Iblis atau semacamnya? Aku masih belum memiliki jawaban, selain spekulasi belaka.

Dua hal yang pasti, yang menjadi tujuanku saat ini, yaitu beradaptasi dengan lingkungan dan menjadi lebih kuat agar aku setidaknya bisa melindungi diri sendiri.

"Hey."

Sebuah suara lembut yang belum lama ini kukenal, membelai telingaku dari samping.

"Kamu kenapa?" tanyanya.

"Ah," aku tersenyum dengan canggung, tampaknya baru saja aku melamunkan banyak hal dan membuat Bianca terabaikan. "Tidak apa. Aku hanya sedang mengingat sesuatu."

"Begitu. Kalau kamu perlu sesuatu, katakan saja. Mungkin, aku bisa membantumu."

Bianca, dia memang baik. Padahal aku sangat yang yakin dia memiliki masalahnya sendiri, tetapi dia masih memperhatikanku sampai menawarkan bantuan. Lantas kalaupun aku memiliki masalah, masalahku apa? Itu hanya sebuah masalah yang entah bagaimana aku dapat memecahkannya, yang berkaitan dengan sesuatu yang bahkan aku saja tidak memahaminya.

Sebagai seorang penyihir, apakah dia mengetahui sesuatu tentang sihir pemanggilan? Aku ingin menanyakannya, tetapi seharusnya tidak mungkin dia mengetahuinya. Aku ingat dengan jelas bahwa dia adalah seorang penyihir pemula.

Sihir pemanggilan mungkin saja berada di tingkatan yang tinggi, kecil kemungkinan bagi Bianca untuk mengetahuinya. Kalaupun dia mengetahuinya, lalu apa? Apakah dia dapat mengirimku kembali ke dunia asalku? Kalaupun dia bisa, akankah dia membantuku untuk melakukannya? Ketika aku memikirkan kembali tentang masalah yang sedang dihadapinya, aku tidak bisa meminta sesuatu yang begitu besar padanya.

Sejauh inipun, aku sedang dibantu olehnya. Aku belum memiliki tempat tinggal, dia menyediakan tempat untukku. Mungkin dia merasa berhutang budi padaku karena telah membantunya ketika melawan pejuang orc, namun aku tidak merasa telah membantunya. Dia tampak lebih dapat diandalkan di samping dirinya menganggap kemampuannya masih sebagai seorang pemula.

Sejauh perjalananku dengannya menuju kemari dari hutan, dia paling aktif melakukan berbagai hal untuk bertahan hidup. Pengalamannya dalam hal itu tentu saja jauh lebih banyak daripada aku yang bahkan jarang keluar dari rumah.

Kalau dia menganggap hutang budinya telah terbayarkan dengan ini, maka itu bagus.

Hari kedua perayaan, beberapa hal telah kami lakukan, terutama makan dan menonton hiburan bersama. Itu ide berkencan yang cukup umum kurasa. Kemarin sore pun aku telah menghabiskan waktu bersamanya di atas sebuah jembatan melengkung, menyaksikan matahari terbenam.

Sebentar lagi sore, aku belum mendapatkan ide untuk melanjutkan kencan.

Hari Valentine ini sungguh kencan massal yang dilakukan selama satu pekan penuh. Tidak ada acara khusus yang telah ditentukan, selain pasangan yang berpartisipasi melakukan ide-ide kencan yang masing-masing miliki. Yang membuat Hari Valentine lebih istimewa dibandingkan kencan yang dilakukan di luar perayaan ini, tentunya segala hal yang difasilitasi untuk perayaan dapat digunakan secara gratis.

Entah akan menghabiskan berapa banyak uang untuk berkencan kalau semuanya serba berbayar, hanya untuk jajanan pun seharusnya cukup menghabiskan uang yang sekarang kumiliki.

Semua itu berkat Tuan Kota yang telah membayar semuanya!

Uang yang didapat dari pajak benar-benar digunakan untuk membuat perayaan Hari Valentine dapat berjalan dengan lancar.

Duduk di taman, kami masih memakan jajanan dalam satu wadah yang cukup besar. Kencan ini melelahkan sekaligus menyenangkan. Sebenarnya, aku hanya lelah karena terus-terusan bergelut dengan rasa canggung. Topik untuk dijadikan bahan obrolan sulit untuk muncul, sementara Bianca pun tampaknya bukan seseorang yang suka banyak berbicara.

Sambil mengunyah makanan ringan, aku menatap pohon berdaun merah muda di depan. Ini belum musim gugur seharusnya, tetapi daun merah muda telah banyak berguguran. Hanya pohon ini yang daunnya berguguran, itulah sebabnya orang-orang menyebut pohon ini sebagai pohon eternal fall. Daunnya dapat tumbuh hanya dalam semalam, tetapi akan kembali berguguran ketika malam akan tiba, atau begitulah yang dikatakan oleh Bianca.

Aku menghela napas, belum menemukan ide untuk melanjutkan kencan. Apakah aku melakukan sesuatu yang berulang saja? Tapi, itu malah akan membuat kencan ini membosankan. Melirik ke arah Bianca, wajahnya tidak menunjukkan ekpresi apapun. Dia tampak kosong. Mungkinkah dia telah mulai merasa bosan?

"PLAK!"

Baru saja aku hendak mengatakan sesuatu yang bahkan belum terpikirkan olehku, tetapi serangga tampaknya menggigit atau menusuk tengkukku. Jadi, secara reflek, aku menepuk pundakku untuk menghabisi serangga tersebut. Sayangnya, telapak tanganku tampak bersih.

"Tumben nyamuk muncul lebih awal," gumamku pelan.

"Ada nyamuk?"

"Ya," aku bangkit berdiri, sebelum mengulurkan tangan ke arah Bianca dengan telapak menghadap ke atas. "Mau melanjutkan kencan kita?"

Bianca mengangguk pelan.

"Ayo. kita ke toko perhiasan. Agar terasa istimewa, aku yang akan memilihkannya untukmu."

"Aku menantikannya," Bianca tersenyum manis, ekspresi kosongnya telah menghilang beberapa saat yang lalu.

Karena segalanya gratis, akan terasa aneh kalau Bianca memilih perhiasan untuknya oleh dirinya sendiri. Meskipun aku tidak begitu mahir memilihkan perhiasan untuk seorang wanita, terlebih lagi aku belum mengenal Bianca, aku hanya memilihkan apa yang cocok untuknya.

Aku menggunakan sebuah spekulasi.

Dari penampilan Bianca yang selalu tampak sederhana, tampil secara alami, tidak ada perhiasan yang lebih cocok untuknya selain sepasang anting yang berbentuk bunga tulips pada bagian yang menggantungnya. Atau, begitulah menurutku.

Masalahnya,

"Bisakah kamu memasangkannya untukku?" tanya Bianca saat aku menyerahkan sepasang anting tersebut padanya.

Itu membuatku membeku.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!