Bab 4 Malam Pelarian

Malam semakin larut. Yang dapat kulakukan sejauh ini adalah mengendap-endap, seperti saat ini, menempelkan punggung pada dinding. Berada dalam bayang-bayang, aku mengintip melalui ujung dinding suatu bangunan, di luar gedung tempat gudang sebelumnya. Beberapa orang masih berkeliaran, mereka sudah pasti telah menyadari bahwa aku telah melarikan diri dari sana.

Jujur saja, pelarian ini membuat jantungku berdebar kencang walaupun sejauh ini sama sekali belum mengalami bentrokan dengan orang-orang yang di pihak Pedagang Budak.

Sementara itu,

[Selamatkan diri (12 Poin Quest)]

Mungkin aku harus benar-benar berhasil lepas dari situasi berbahaya ini, barulah Quest paling bawah akan berubah menjadi Poin Quest sebagai imbalan. Karena aku terburu-buru keluar dari gudang, aku sampai lupa untuk membawa sedikit makanan. Perut yang kosong ini menjadi masalah pada akhirnya. Aku pun masih belum memiliki Poin Quest untuk membeli makanan dari Shop.

Ngomong-ngomong, Shop bahkan menjual makanan juga. Semua jenis makanan dihargai 1 Poin Quest. Mengingat susahnya mendapatkan Poin Quest, kupikir itu cukup adil ketika aku akan mendapatkan 1 kilogram daging rusa panggang hanya dengan 1 Poin Quest. Cocok digunakan dalam situasi darurat.

Jadi, saat ini aku melupakan tentang Quest lainnya selain yang terakhir. Mestinya Quest yang baru akan muncul, sehingga aku bisa terus mendapatkan Poin Quest setelah berhasil menyelesaikan Quest terakhir ini.

Setelah memastikan aman untuk melewati jalan yang mendapat pencahayaan, aku bergegas pergi menuju gang sempit dan gelap yang ada di depan. Aku tidak tahu harus ke mana aku pergi, tetapi aku takkan berdiam diri saja, seperti menunggu mereka kembali menangkapku. Mungkin, cukup baik untuk berpikir bahwa aman kalau aku keluar dari pelabuhan.

Benar. Aku harus keluar dari pelabuhan ini.

Berlari dalam kegelapan, tak tahu apa saja yang kutendang secara tak sengaja atau kuinjak, aku terus berlari tanpa mengurangi kecepatan gerakku.

Ada semacam tekanan yang membuat bulu kudukku berdiri. Kupikir ada yang mengamatiku dari suatu tempat. Itu seharusnya perasaanku saja, jadi aku memilih untuk tetap fokus menatap ke depan. Wajar jika aku merasa gugup sekarang, bukan gugup disebabkan oleh keramaian. Ini adalah pengalaman yang ekstrim untuk awal-awal kehidupanku di dunia lain. Apalagi, malam, waktu-waktu di mana kegelapan seperti sedang tersenyum jahat kepadaku, memberikan rasa takut.

Sekali-sekali, aku akan berhenti berlari ketika gang sempit yang kulalui berakhir dengan jalan besar yang diterangi oleh pencahayaan redup dari obor atau semacamnya, hanya untuk memastikan tak ada orang di sekitar.

"Ah..."

Jalan di depan membuat pelarianku terhenti. Saat ini larut malam, seharusnya jalan tidak begitu ramai. Beda ceritanya kalau sesuatu sedang terjadi, seperti perayaan atau semacamnya. Dalam jangkauan penglihatanku, aku menemukan banyak pedagang maupun pembeli yang sedang berinteraksi. Pencahayaan pun lebih terang dibandingkan jalan-jalan yang telah kulewati.

"Mungkin, pasar?"

Terlihat seperti pasar malam, tetapi aneh kalau pasar malam beroperasi pada waktu selarut ini. Selain itu, aku melihat ada anak-anak yang sedang berkeliaran bersama teman sebayanya.

Aku menelan ludah, mempertimbangkan apakah aku akan berbaur dengan mereka atau tidak.

Gara-gara lebih banyak menghabiskan waktu sendirian di pojokan ruangan, jarang bersosialisasi, aku merasa ragu untuk berbaur dengan keramaian di samping berhati-hati agar tidak ditemukan oleh orang-orang suruhan Pedagang Budak. Tapi kalau aku berhenti di sini, lambat-laun aku mungkin akan segera ditemukan oleh mereka. Juga, perutku terus menagih untuk diisi.

Dengan mengatupkan rahang, aku berhati-hati memasuki keramaian.

"Ada apa ini sebenarnya?" aku bergumam sambil terus berjalan menembus orang-orang yang sedang menari, tidak ada yang menyadari kehadiranku.

Bau yang menyengat dari alkohol tercium di beberapa tempat yang kulalui. Anak-anak yang sedang berlarian ada yang menyenggol salah satu pahaku hingga membuatnya terjatuh. Aku hendak membantunya, juga memeriksa apakah anak itu terluka, tetapi anak itu nyatanya lebih mempedulikan keseruannya bermain dengan teman sebaya.

Seseorang ada yang menawarkan kepadaku minuman. Aku menolaknya, karena kupikir aku harus membayar setelah aku mendapatkan satu gelas.

Aku menghela napas pelan. Bukan hanya perutku kosong, tenggorokanku pun kering.

Saat aku terus berjalan di jalanan besar ini, pada waktu yang begitu larut, di mana jalanan dipenuhi oleh orang-orang yang sedang berbagi kebahagiaan, pandanganku tak sengaja bertemu dengan mata seseorang. Orang itu, salah seorang pria yang mengawalku bersama orang-orang menyedihkan untuk dimasukkan ke dalam gudang.

Tanpa berkata-kata, aku segera membalikkan badan untuk pergi menjauhi pria tersebut.

Aku mengambil langkah cepat, sekali-sekali melirik ke belakang untuk memeriksa apakah pria itu mengikutiku atau tidak. Meskipun aku berharap tidak, nyatanya pria itu secara terbuka mengikutiku.

Kalau terus begini, bisa-bisa aku mungkin dikepung oleh orang-orang suruhan Pedagang Budak, atau mungkin juga anggota perompak itu yang ikut mencariku. Aku harus melepas diri dari pandangan pria di belakangku, atau membawanya ke tempat yang sepi untuk membungkamnya.

Tubuhku tidak memiliki pengalaman dalam pertarungan. Aku pun tak yakin apakah aku dapat menghadapinya atau tidak. Tapi, peluangku untuk menang jauh lebih besar dibandingkan bertarung melawan lebih banyak orang.

Langkahku dipercepat, hingga akhirnya aku berlari.

Tentu saja, pria yang mengikutiku ikut berlari, agar tidak tertinggal.

Akan bagus kalau dia tertinggal, bukan berarti bertarung satu lawan satu melawannya akan buruk juga. Ini bisa menjadi kesempatan bagiku untuk menumbangkan salah seorang dari mereka dengan harapan aku akan dapat mengalahkan 4 orang sisanya sehingga aku mendaptakan Poin Quest yang lebih banyak.

Mungkin, aku bisa memanfaatkan kesempatan ini untuk menyelesaikan Quest di baris kedua,

[Kalahkah setidaknya 5 tentara bayaran (40 Poin Quest)]

Ah, benar juga. Mereka adalah tentara bayaran. Apa aku sanggup melawan salah seorang dari mereka? Melawan perompak mungkin masih ada peluang untuk menang, tetapi tentara bayaran, tentu saja mereka seharusnya memiliki keterampilan tempur yang jauh lebih baik.

Aku keluar dari jalan yang ramai, masuk ke dalam gang sebelumnya. Ada rencana yang dangkal untuk mengalahkan satu tentara bayaran. Seperti bagaimana aku berhasil merenggut nyawa anggota perompak yang membawakan makanan ke gudang, aku berniat untuk menyerangnya secara diam-diam. Tidak seharusnya ada pertarungan yang panjang dan melelahkan.

Berturut-turut merenggut nyawa orang dalam satu malam, aku merasa semakin gugup saat menunggu tentara bayaran yang mengikutiku tiba di gang gelap ini.

Ada banyak barang berukuran besar yang dapat dijadikan sebagai tempat persembunyian yang baik. Aku menjadikan salah satu meja rusak yang telah dibuang untuk bersembunyi, sebelum melancarkan serangan. Meja tersebut secara alami menggunakan bagian sisi atasan meja dengan ditopang oleh sepasang kaki untuk bertumpu pada lantai kotor.

Gelap. Itu akan baik-baik saja kalau aku tetap bersembunyi seperti ini. Tapi, aku telah bertekad untuk mengalahkan satu tentara bayaran. Sudah pernah merenggut nyawa orang, kenapa aku ragu-ragu untuk melakukannya lagi?

Suara langkah kaki terdengar terus mendekat. Itu hanya sepasang kaki yang secara bergantian bergeras ke depan, ke arah tempat persembunyianku.

Selama menunggu momen yang tepat, aku mencoba mencari sesuatu yang dapat dijadikan senjata. Ada beberapa batu yang seukuran kepalan tangan, potongan kayu, dan barang yang tak kukenal. Barang-barang tersebut dapat kujadikan sebagai senjata. Dengan tangan yang bergetar, aku terus meraba-raba lantai sekitar. Pada akhirnya, tanganku tidak mengambil satupun barang, hatiku menolak keras untuk melakukan serangan kejutan menggunakan senjata.

Aku menghela napas kecil.

Satu nyawa memang telah direnggut oleh kedua tanganku, tetapi itu tidak sampai menumpahkan darah. Aku merasa masih belum siap untuk melakukan sesuatu yang kejam sampai sejauh itu.

Tidak ada pilihan lagi, karena inilah jalan yang kupilih.

"Tch! Bajingan kecil itu pandai bersembunyi," tentara bayaran itu menggerutu.

Mataku lurus menetap ke depan. Tak peduli dengan udara yang membekukan air mata, aku tidak menutup kelopak mata untuk mengistirahatkannya. Saking fokusnya, aku sampai lupa untuk melakukannya, tentu saja, itu tidak disengaja.

Gelombang suara diterima dengan baik oleh telingaku. Aku dapat menebak jarak tentara bayaran yang mendekati tempat persembunyianku.

Jantung berdegup dengan kencang, tetapi aku bernapas dengan tenang.

"Keluarlah, Bajingan Kecil! Jangan menyusahkanku lebih jauh kalau kau tidak ingin disakiti," katanya sambil menendang barang-barang yang dilewatinya, juga mengobrak-abrik barang rusak berukuran besar yang dapat dijadikan sebagai tempat persembunyian. "Aku akan melupakan ini kalau kau keluar sekarang juga."

Aku mengepalkan tanganku dengan erat. Orang itu telah sangat dekat.

Pada saat itu, di luar dugaan, atau mungkin karena aku bodoh sampai tidak memikirkan dugaan tersebut, meja rusak tempatku bersembunyi dilempar dengan mudah oleh siluet seseorang. Tentu saja itu orang yang sama dengan orang yang sedang mengejarku.

Terungkap sudah persembunyianku.

"Hehehe... Kena kau, bajingan."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!