Bab 9 Rencana Dangkal

Hanya sedikit aku melakukan persiapan. Sebenarnya, sesuatu seperti ini adalah pengalaman yang sangat baru bagiku. Aku tidak bisa memikirkan rencana yang matang alih-alih mendapatkan rencana yang terbaik. Ini menjadi sangat berbahaya, tetapi aku takkan berhenti di tengah jalan seperti aku yang selalu menahan langkah hanya disebabkan bayangan dari kemungkinan terburuk yang akan menimpaku.

Itu adalah masa lalu yang memuakkan untuk dikenang, sekaligus menjadi pengingat bagiku agar tidak sekali lagi menginjakkan kaki di jalan yang serupa.

"Wajahmu asing. Apa kau rekrutan baru atau utusan dari seseorang?"

Mendengar pertanyaan itu, mau tidak mau aku menggunakannya sebagai alasan asal. "Benar. Saya tentara bayaran baru, sekaligus baru bergabung dengan... kalian," kataku, sedikit memberikan jeda di akhir karena bingung memikirkan jawaban tepatnya. Aku memang tidak mengintai dengan benar, itu sebabnya aku bahkan tidak tahu organisasi atau perusahaan apa yang dipimpin oleh si Pedagang Budak.

Kuharap ini berjalan lancar... Aku menelan ludah dengan kasar.

"Begitu. Yah, itu bukan urusanku. Tapi, selamat bergabung, Pemula," pria yang memeriksaku mengulurkan tangan, salah satu sudut bibirnya sedikit terangkat.

Aku menyambut uluran tangan itu untuk berjabat tangan. "Ah iya, terima kasih."

Saat aku berjalan menuju bangunan tempat Pedagang Budak beroperasi, aku mendengar tentara bayaran yang mengamatiku membicarakanku sebagai seorang pemula yang bertingkah dengan sombong. Padahal, aku merasa tidak menunjukkan sikap sombong atau semacamnya, kecuali...

Benar juga, Full Paladin Armory yang memenuhi seluruh tubuhku, tentu saja itu akan membuatku terlihat sombong di mata mereka. Para tentara bayaran di sekitar memang tidak mengenakan perlengkapan yang mengkilap atau telah tampak usang, sementara punyaku masih mengkilap karena baru saja digunakan.

Sial. Kuharap, masalah yang sepele diakibatkan zirah berat yang kukenakan tidak terjadi.

Mungkin karena ada para tentara bayaran yang berjaga di depan gedung, membuat tentara bayaran yang berjaga di bagian dalam bangunan tidak melakukan pemeriksaan terhadapku begitu mereka melihatku yang mengenakan zirah berat hingga menutupi bagian kepala.

Itu bagus untuk berpikir bahwa mereka mempercayai penjagaan di bagian luar. Dengan begini, aku merasa rencanaku akan berhasil dengan lancar entah bagaimana.

Aku berjalan menyusuri koridor, memeriksa tiap-tiap ruangan yang kulewati termasuk dapur dan kamar mandi, sungguh tidak ada hambatan sejauh ini. Namun, dokumen atau bukti yang dibutuhkan masih belum ditemukan. Hanya dokumen-dokumen biasa yang kutemukan di beberapa ruangan, itupun bukan dokumen tentang perbudakan, melainkan dokumen yang berhubungan dengan aktivitas sebuah perusahaan normal sebagai pemberi jasa sewa gudang.

Apakah itu berarti pedagangan budak yang dilakukan oleh orang itu adalah sesuatu yang ilegal? Kalau begitu, perdagangan budak seharusnya tetap dianggap sebagai sebuah bisnis yang dilarang di dunia ini.

Mengingat bagaimana aku bersama orang-orang menyedihkan itu diserahkan oleh para perompak kepada Pedagang Budak, itu cukup membuatku yakin bahwa perdagangan budak yang dilakukan oleh orang itu adalah ilegal. Jadi, andaikan aku entah bagaimana menemukan dokumen terkait perdagangan budak, aku akan segera pergi dari sini.

[Dapatkan bukti kejahatan Pedagang Budak (75 Poin Quest)]

Seperti yang diminta dalam Quest, aku tak perlu membuat masalah lebih besar. Aku hanya perlu bertindak secara diam-diam, kemudian Quest berhasil diselesaikan.

Di lantai tiga, tidak lagi ada tentara bayaran yang terlihat berkeliaran, selain aku yang baru saja tiba di sana tentunya. Sepi, karena memang malam telah sangat larut. Pada waktu seperti ini, bagi tentara bayaran mungkin sebagiannya harus terbiasa terjaga pada malam hari, sementara yang lain akan tidur. Mereka mungkin terlihat bermalas-malasan, tetapi mereka juga tetap bekerja dengan keras untuk menjaga konsentrasi, dan itu melelahkan.

Deb... deb... deb...

Aku melangkah dengan pelan, berhati--hati agar tidak menimbulkan suara keras hanya karena langkah kakiku yang berat.

Jantungku berdegup dengan kencang, tetapi anehnya aku tidak merasa tegang. Aku masih dapat berpikir dengan jernih, sementara saraf-saraf di seluruh tubuhku pun turut tidak menegang karena mengikuti ketenangan dari saraf pusat. Aku menduga, ini disebabkan oleh efek Debuff Immunity, itu mungkin juga disebabkan oleh hal lain yang tidak kuketahui.

Bagaimanapun, Debuff Immunity seharusnya akan bekerja ketika ada serangan yang mampu menyebabkan ganggunan pada mental.

Ketegangan yang kurasakan dalam situasi seperti ini, apakah itu termasuk serangan mental?

Aku tidak tahu.

Yang jelas, ini bagus untukku. Jadi, aku tidak bertindak dengan terburu--buru. Seperti bagaimana aku akan mengambil sikap di lantai tiga, ada ruangan yang memang tidak kuperiksa karena kemungkinan besar ada seseorang yang berada di dalamnya.

Pintu yang tertutup rapat, apalagi yang dikunci.

Semua pintu ruangan di lantai tiga, sejauh yang kulewati, tertutup rapat. Suara ******* pelan dapat terdengar dari balik salah satu pintu, tetapi langkahku tidak goyah. Fokusku saat ini adalah keberhasilan rencana. Meski sejauh ini belum membuahkan hasil, aku entah mengapa merasa yakin bahwa aku pada akhirnya akan mendapatkan bukti kejahatan Pedagang Budak.

Gedung ini besar, sampai-sampai di tiap lantainya memuat banyak ruangan dengan berbagai fungsionalitas, dengan lantai tiga adalah yang paling atas.

Butuh beberapa menit untuk sampai di ujung koridor hanya dengan melangkah pelan tanpa henti.

Sebuah pintu besar ganda, tempat suara ******* kedua yang dapat terdengar dari dalam. Dari desain pintunya saja, aku dapat menebak bahwa ruangan ini secara eksklusif milik Pedagang Budak yang menguasai perusahaan Yellmark, nama perusahaan tersebut kuketahui dari dokumen-dokumen yang telah kubaca sekilas.

Kemungkinan besar, dokumen yang kucari ada di balik pintu ini, tetapi ada orang di dalamnya, juga mereka tampaknya belum tidur. Terlebih lagi, suasana di dalam pasti terasa jauh lebih panas dibandingkan udara di luar sini.

Apa kuterobos saja? Bagaimanapun, setelah aku mendapatkannya, aku akan segera kabur dari Vorlte, kota pelabuhan ini. Menangani Pedagang Budak seharusnya bukanlah masalah.

Aku mengepalkan tangan dengan erat. Setelah sejauh ini, aku tidak seharusnya kembali dengan tangan kosong. Waktuku akan terbuang begitu saja, selain cukup memahami struktur gedung untuk membuat rencana yang lebih matang di masa depan. Tapi, besok, kemungkinan besar keberadaan seorang tentara bayaran baru, yang merupakan aku, akan segera terungkap.

"Fyuh," aku menyentuh dada yang tertutupi rompi logam. Bahkan, detak jantungku sampai terasa.

Berbeda dengan jantung yang tertekan maupun paru-paru yang terasa sesak, pikiranku tetap jernih. Jadi, aku tidak mengetahui akan seberapa tegang aku sekarang, sementara aku tidak merasakannya.

Tok... tok... tok...

Tanpa menunggu persetujuan dari dalam, aku menarik salah satu gagang pintu ganda, itu tidak terkunci. Entah Pedagang Budak itu merasa percaya diri bahwa takkan ada orang yang sembarangan masuk ke dalam ruangannya atau dia lupa untuk mengunci pintu, aku tidak peduli. Malahan, ini sangat membantuku.

"Brengsek. Siapa yang berani masuk ke kamarku tanpa izin?!" Dia yang masih menggoyangkan pinggul bulatnya, Pedagang Budak, menatap ke arahku dengan tatapan tajam.

Aku diam, terus berjalan mendekatinya.

"Cih! Apa kau buta, HAH?! Keluar sekarang juga, atau mati di sini!"

Pria buncit itu kembali fokus pada kesenangannya setelah mengatakan itu, seolah dia merasa percaya diri dengan perkataannya bahwa aku akan menurutinya. Tapi, aku bukanlah tentara bayaran, begitu juga bukan seseorang yang bekerja padanya. Jadi, aku terus berjalan mendekatinya dengan mantap.

Setelah lebih dekat, aku memukul tengkuk Pedagang Budak tanpa ragu menggunakan bagian samping tangan di bagian kelingking seolah akan memotong lehernya, cukup keras.

"KYAA-"

"Ssttt!"

"Uummm...."

Wanita yang tak berbusana itu, yang tubuhnya memerah dengan keringat yang banyak, segera menutup mulut ketika dia hendak berteriak karena terkejut sekaligus takut. Dia melihatku menempelkan jari telunjuk pada helm yang menutupi kepalaku, tepat dibagian di mana posisi mulutku seharusnya berada.

"Pintar. Berbaringlah dengan tenang," ucapku pelan.

Tanpa perlu menggunakan kekerasan lainnya, maupun intimidasi yang berlebih, wanita itu mengangguk menggunakan seluruh tenaga yang dimiliki seolah kematian ada di depan mata.

Laci, di samping ranjang, sebuah tempat yang biasanya menyimpan barang berharga, termasuk dokumen penting. Betapa mewahnya hanya untuk sebuah laci, tapi itu tidak penting selain isi yang ada di dalamnya.

Aku membuka satu per satu laci. Beberapa perhiasan yang tampak mahal hanya dilewati oleh pandangan mataku tanpa sedikit pun aku menatapnya lebih lama. Pada laci paling bawah, barulah kelopak mataku membulat. Itu adalah dokumen yang kucari, tidak begitu banyak, hanya tiga tumpukan dokumen dengan beberapa lembar kertas saja di tiap tumpukannya.

"Kontrak perbudakan, perjanjian aliansi Triegler, dan... lisensi bisnis ini mungkin bisa membuat posisi pria buncit itu jatuh."

Karena ada Inventory, menyimpan tiga dokumen penting tersebut akan sangat aman tanpa perlu repot menjaganya. Sekarang, aku hanya perlu keluar dari sini dengan aman. Jadi, aku berdiri, tadinya berniat pergi melalui pintu masuk seperti sebelumnya.

"Ugh! Keparat. Orang bodoh mana yang memukulku...," sambil memijit pelipisya, dia segera menatap ke arahku. Pedagang Budak itu ternyata dapat sadar dari pingsannya cukup cepat.

Saat tersadar sepenuhnya, barulah Pedagang Budak itu menyadari sesuatu, sebelum berteriak.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!