Bab 16 Apa Aku Salah?

Menginap di kamar yang telah disewa hanya memerlukan biaya separuhnya. Itu menghabiskan 75 koin perunggu untuk semalam, berarti biaya utuh adalah 150 koin perunggu.

Di kamar penginapan, ruangannya cukup sempit. Desain interior dibangun sesederhana mungkin, fitur yang ditawarkan pun sangat terbatas. Bagaimanapun, penginapan, tempat untuk menginap, sejatinya bukan untuk hal-hal lainnya. Meskipun ada penginapan yang memiliki beberapa fitur tambahan yang ditawarkan, itu hanya untuk menambah kesan kemewahannya.

Ada satu ranjang yang cukup luas untuk tidur seorang diri, tetapi akan sempit kalau ada dua orang yang tidur di ranjang yang sama. Dengan aku dan Bianca yang merupakan lawan jenis, umur tidak terpaut jauh, tidur di ranjang tersebut tidaklah mungkin.

Jadi, aku duduk bersandar pada dinding di lantai. Ada kursi dan meja di samping ranjang, tapi itu takkan nyaman untuk dijadikan tempat tidur. Lebih baik tidur di lantai daripada tidur sambil duduk di kursi kecil. Selama beberapa hari ini, aku telah cukup terbiasa tidur beralaskan tanah yang keras, semetara lantai ruangan memiliki permukaan yang lebih datar.

Seperti biasa, aku berniat untuk melihat-lihat barang yang ada di Shop, menghabiskan waktu malam sebelum tidur dengan cara itu.

Bianca, yang duduk di kursi, sepertinya sedang menulis sesuatu di atas meja. Apakah itu berkaitan dengan apa yang telah dilakukannya di hutan? Mungkin, dia sedang menulis semacam laporan atau semacamnya. Jadi, itulah sebabnya dia mampir ke sebuah toko untuk membeli kertas yang masih belum diolah dengan baik sebelum ke sini. Bahannya seharusnya sama, terbuat dari kayu.

Waktu terus berlalu. Di ruangan ini, tidak ada suara selain gesekan ujung pena. Adapun suara yang datang dari luar, tentu saja, karena menghadapi perayaan Hari Valentine, orang-orang seharusnya sedang melakukan persiapan bahkan di malam hari sekalipun.

Orang-orang begitu antusias dengan Hari Valentine. Kalau perayaan tersebut sama seperti yang kuketahui, maka aku perlu seorang pasangan untuk ikut menikmati perayaan.

Memberikan permen istimewa kepada seseorang, begitulah yang kupikirkan. Sendirian merayakan Hari Valentine, berarti, memberikan permen istimewa kepada diri sendiri. Itu akan menjadi sangat aneh, bukan? Tentu saja bukan hanya permen, hadiah apapun bisa, asalkan cocok untuk diberikan kepada pasangan.

Ketika ingin memberikan hadiah kepada pasangan, seseorang harus mengenalinya dengan baik.

Tidak ada seseorang yang lebih dekat denganku selain diriku sendiri. Menghabiskan selama beberapa tahun di pojokan ruangan di rumah, kapan terakhir kali aku berbicara dengan temanku?

Aku tenggelam dalam pikiran. Entah apa yang kurindukan dari masa lalu. Mungkin, aku merindukan sosok orang tua? Aku tidak yakin tentang itu. Rasanya, bagian dari diriku yang adalah salah satu karakteristik yang dimiliki oleh manusia, yaitu makhluk sosial, telah menipis seolah-olah akan habis kapan saja.

Ada orang-orang yang akan berakhir menjadi budak, tetapi aku tidak pada akhirnya. Aku ingat, saat itu aku tidak terlalu mempedulikan tentang nasib mereka. Kemudian saat aku bertemu dengan Bianca, barulah sebuah kehendak untuk melindungi muncul.

Apakah karena Bianca adalah seorang wanita, dan dia juga cantik, makanya aku ingin melindunginya? Aku tidak yakin. Kalaupun iya, berarti aku seorang pria sampah. Itu seharusnya normal untuk merasa tertarik pada lawan jenis, tetapi bukan berarti aku melindungi orang lain sesuai dengan yang kuinginkan. Ketika ada orang yang membutuhkan pertolongan, aku yang mampu harus mengulurkan tangan.

Nasib mereka yang menyedihkan itu, aku sungguh tidak merasa bersimpati. Kenapa? Ini membuatku merasa aneh terhadap diri sendiri.

"... Lan."

"... Ellan."

"Kaellan!"

Aku sedikit tersentak mendengar suara teriakan dari Bianca.

"Ya?"

"Jangan melamun di sana, dingin lho. Duduklah di sini," Bianca menepuk-nepuk bagian pinggiran ranjang di sampingnya. "Kalau kamu ingin bercerita, aku siap mendengarkannya."

Tubuhku secara spontan bergerak. Karena telah berdiri, aku lanjut melangkah, sebelum duduk di sampingnya. Apakah aku ingin bercerita? Aku tidak yakin apa yang dapat kuceritakan padanya. Aku hanya memiliki kisah menyedihkan di masa lalu. Momen-momen penting pun banyak yang telah terlupakan.

"Menurutmu...," aku menatap lantai, sementara kedua sikut menekan ujung paha di dekat lutut. Itu seperti tubuhku membentuk angka 4.

"Hm?"

Aku menoleh, menatap sepasang mata biru gelap di sampingku. "Apa aku salah ketika aku tidak merasa bersimpati terhadap nasib orang lain, di mana mereka akan berakhir menjadi budak, sementara aku berhasil menyelamatkan diri sendirian?"

Mendengar pertanyaanku, Bianca tampak sedikit terkejut. Dia tidak segera menjawab, sambil menatap jauh keluar jendela, memikirkan pertanyaan dariku.

"Kamu tahu?" Bianca, setelah terdiam cukup lama, menoleh, balas menatapku. "Setiap orang, atau bahkan dunia sekalipun, memiliki batasannya. Apalagi kita, sebagai manusia, memiliki garis batas yang tak terhitung jumlahnya. Kamu tidak merasa bersimpati pada orang lain saat kamu menyelamatkan diri sendiri tidaklah salah, itu pendapatku. Aku tidak tahu apa yang telah kamu alami, tetapi kamu pasti akan lebih fokus pada diri sendiri ketika berada dalam situasi genting, bukan?"

Aku mengangguk pelan. Sebenarnya, bukan hanya itu saja. Ada saat-saat di mana aku baru saja merenggut nyawa seseorang hanya untuk dapat melarikan diri. Karena alasan genting, aku sampai tidak merasa bersalah kepada orang yang nyawanya telah direnggut olehku, apakah itu dapat dibenarkan? Aku ingin mengatakannya, tetapi lidahku terasa kelu.

Sedikitnya, sesuatu yang menekan hati ini terasa menjadi lebih longgar.

"Kurasa, kamu benar."

Kebenaran, tidak ada yang dapat mengetahuinya secara pasti. Ada yang menganggap itu benar, dan ini salah. Ada juga yang menganggap sebaliknya, bahkan menyalahkan maupun membenarkan keduanya. Pada akhirnya, itu tergantung dari bagaimana cara kita melihat pada suatu hal.

"Ngomong-ngomong, kalau boleh tahu, kamu nanti akan merayakan Hari Valentine bersama siapa?" Aku berani bertanya begitu, karena entah bagaimana merasa sedikit lebih dekat dengannya.

Bagaimanapun, untuk seseorang seperti Bianca, dia pasti banyak menerima undangan untuk melakukan perayaan Hari Valentine bersama, tentu saja dari kalangan pria. Jadi, aku tak begitu berharap dia akan mengatakan apa yang kuharapkan.

"Tidak ada," katanya singkat.

"Jadi begitu. Dia pasti beruntung."

Bianca memiringkan kepala mendengar tanggapanku. "Apa maksudmu?"

"Eh? Tentu saja, dia sangat berun... tung...," saat aku mengatakannya, aku mencoba mengingat apa yang telah dikatakan oleh Bianca. Ternyata, aku malah memberikan tanggapan yang tidak sesuai dengan jawaban darinya.

"Kamu... merayakannya... sendirian?"

Bianca mengangguk sebagai jawaban.

***

Dua hari yang lalu, di bagian pinggiran Kota Pelabuhan Vorlte, malam hari. Ada dua orang yang sedang melakukan pertemuan di suatu bangunan yang terbengkalai. Pencahayaan redup, tapi masih bisa melihat sekitar. Satu orang pria yang perutnya buncit, mengenakan topi dan penutup wajah. Satu orang lainnya, yang memiliki dagu lancip dengan bentuk kelopak mata yang tajam, duduk berseberangan di antara meja berdebu dengan pria buncit.

"Jadi, saya hanya perlu mengambil setetes darah darinya?"

"Iya. Apapun yang terjadi, anda harus berhasil. Saya bahkan akan melipatgandakan imbalannya kalau anda bisa melakukannya," jelas pria buncit itu.

"Itu tidak masalah. Ini sebenarnya sangat mudah. Saya pasti berhasil."

Setelah melakukan pencarian selama beberapa hari di seluruh kota, orang yang mengenakan zirah lengkap itu, yang telah mencuri dokumen-dokumen penting, tidak ditemukan sama sekali. Jejaknya terakhir kali ditemukan di hutan dekat pantai. Tapi, itu tidak terlalu membantu kalau orang yang sedang dicarinya telah pergi jauh dari kota.

Selama itu pula, dia tidak bisa merasa tenang. Kapan saja, hari-hari di mana dia dapat melakukan berbagai hal bisa berakhir.

Dia sungguh takut kalau itu sampai terjadi.

Dengan segala cara, dia akan mencegah kehancuran yang akan menimpa dirinya. Karena orang itu tidak dapat ditemukan, dia memilih untuk menggunakan cara yang tidak biasa untuk menangani masalah ini.

Dia tertawa kosong, membayangkan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang.

"Kita berbisnis, pencuri sialan...."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!