Menikah Mendadak?
"My baby Hanny, oh my darling." teriak Alena memanggil Hanna.
Hanna keluar dari rumahnya, ia kesal dengan teriakkan Alena yang bak toa masjid.
"Jangan teriak-teriak, bisa kan?" tegur Hanna sembari membuka pagar rumah, Alena hanya cengengesan tidak jelas langsung masuk ketika pagar dibuka.
Alena pelajar yang baru naik kelas dua bulan yang lalu, tapi ia berniat untuk tidak melanjutkan pendidikan alasannya ia terlalu bodoh untuk belajar. Alena mempunyai sahabat yang tiga tahun lebih tua darinya. Hanna, gadis muda yang melanjutkan ke bangku kuliah dengan mengambil jurusan akuntansi yang kini sudah duduk di kelas semester 2. Mereka berdua dekat sejak Hanna menjadi tetangganya, terkadang Hanna menyesal telah mempunyai teman seperti Alena.
Tapi sekarang Hanna bersyukur atas kehadirannya, karena Hanna terus tertawa ketika bersama Alena. Selain kelakuan Alena yang receh, ia juga suka Alena yang selalu menggangu orang pacaran.
"Bunda kemana, Han?" Alena sudah terbiasa memanggilnya nama.
"Lagi arisan di rumah Bu Devi." jawab Hanna menutup kembali pagarnya.
Alena hanya menganguk-angukan kepala. "Han main keluar yuk, bosan di sini." celetuk Alena.
Astaga padahal ia baru nginjak di terlas rumah Hanna dan apa katanya? Bosan? Hanna menghela napas sabar. Hanna lebih baik kuliah dari pada libur, ia terlalu lelah mengikuti keinginannya.
"Lo kenapa gak sekolah aja sih?" tanya Hanna sedikit menaikkan nada bicara.
Alena cekikikan. "Kan sekarang hari minggu." jawabnya. "Ayo ih, gue tunggu di sini." lanjut Alena duduk di tembok yang tingginya satu meter.
Hanna langsung masuk tanpa ada niatan meliriknya bahkan menjawab. Alena tertawa tanpa dosa, kini gadis itu melihat bunga hias yang sangat menarik perhatian. Matanya menyapu mencari bunga lain, lalu ia pokus kembali pada bunga yang awal. Kelakuan Alena sekarang seperti maling yang sedang waspada akan sekitar, kakinya mengedap-edap menuju bunga yang menarik perhatiannya.
Alena bersiap-siap untuk mencabut bunga tersenyum, namun suara Hanna mengangetkannya.
"Oh jadi Alena pelakunya!" tudung Hanna, Alena langsung menatap wajah Hanna yang tampak marah.
Alena mengeleng cepat. "Bukan, bukan gue sumpah." ucapnya sembari mengerakan tangan, mengibaskan.
"Terus siapa lagi kalo bukan lo? Udah jelas-jelas lo mau cabut bunga itu." Hanna kembali menuduh.
Alena mengacukan dua jari membentuk huruf V. "Bukan gue sumpah, Han." kata Alena sembari nyengir.
Hanna memicingkan mata. "Buruan katanya mau main keluar." Hanna melupakan bunga itu, kini ia ingin melepaskan amarah. Alena selalu mengelak jadi Hanna memakluminya, meskipun begitu Alena selalu menggantikan dengan mawar putih.
Alena menganguk. Alena hanya ingin menggantikan bunga mawar merah menjadi putih, tapi caranya salah. Padahal halaman rumah Hanna tapi kenapa Alena tidak suka dengan bunga mawar pemilik rumah, malah ingin menggantikan dengan bunga kesukaannya.
Alasan Alena tidak suka mawar merah itu karena ia selalu mengingat masa lalu, jadi dia lebih menyukai bunga mawar putih yang melambangkan persahabatan mereka berdua.
"Buruan!" teriak Hanna menyadarkan Alena yang bengong.
"I-iyaa ih bawel!" Alena langsung berlari menghampiri Hanna dan merangkulnya mesra.
"Lepasin, gue mau buka pagar," ucap Hanna yang membuat Alena melepaskan rangkulan. Hanna membuka lagi pagar rumah, kepalanya mengeleng kala melihat Alena ngacir dari hadapannya, lalu menutupnya kembali.
Hanna menyusul Alena yang sudah jauh beberapa langkah, ia penasaran pagi hari seperti ini ingin berjalan-jalan kemana tuh anak.
Langsung saja Hanna menayainnya.
"Emang kita mau kemana sih?" tanya Hanna.
Alena menghentikan langkah, lalu menghadap ke arah Hanna. "Kita?" Hanna menganguk. "Lo aja kali," ucapnya sembari tertawa, ia melanjutkan kembali jalannya.
Gadis itu tersadar kalo sahabatnya berdiri di tempat tadi, langsung saja ia berlari menghampiri tapi Hanna malah membalikkan badannya.
Alena mempercepat larinya. "Ihh sahabat gue mah baperan amat. Ayolah jangan ngambek nanti manisnya ilang," bujuk Alena sembari merangkul dan berjalan lagi.
"Lagian lo gitu sama gue," balas Hanna.
"Engga ih becanda tau! Kita mau ke Taman Bermain," jelas Alena.
"Terus lo ganggu orang pacaran lagi kan?" tebak Hanna yang dianguki Alena.
"Menang karma puas lo," maki Hanna, dia menghentakkan kaki kesal.
"Menang amal kebaikan atuh."
...***...
Kini mereka sudah sampai di taman bermain, banyak anak-anak yang main bersama keluarga kecilnya. Banyak sekali tempat untuk bermain mulai dari perosotan, ayunan, panjat tebing, tempat melukis dan lain sebagainya.
Pantas saja taman bermain sangat ramai karena ini hari minggu, hari di mana orangtua anak mereka libur kerja dan hari ini lah para orangtua mengajak buah hatinya bermain. Alena sangat iri melihat anak-anak bermain dengan orangtuanya, ia juga ingin seperti itu tapi sayang Alena belum membicarakan ini kepada orangtuanya.
Alena tertawa sembari menatap Hanna, mereka sama-sama sibuk kembali. Hanna mencari tempat duduk dan Alena mencari mangsa, lama sudah berjalan-jalan akhirnya menemukan tempat duduk.
"Duduk di sana, Na." Hanna menunjuk bangku yang kosong.
Alena mengikuti arahan Hanna kemudian menganguk. "Tapi jajan dulu, hayuk!" ajak Alena membelokkan arah jalan.
"Nanti tempatnya ada yang nempatin, Alena!" tegas Hanna.
Alena menganguk. "Emangnya lo gak cape sekaligus gak lapar gitu? Kan enak duduk sambil makan." jawab Alena.
Hanna menatap sebal, ada saja jawaban yang dilontarkan padanya. Tapi meskipun begitu, jawaban Alena selalu ada benarnya juga. Sekarang ia juga butuh makanan.
"Mau beli apaan?" tanya Alena, binggung harus membeli apa. Di depannya ada tukang batagor, cilor dan masih banyak lagi.
"Beli batagor aja lah biar kenyang." jawab Hanna melangkah ke arah Mang Batagor. Alena masih binggung dengan jajanan apa yang ia beli, kemudian ia melangkahkan ke tukang dagang yang paling ujung.
"Bang batagornya lima ribu ya, pedas." pesan Hanna yang dianguki Mang batagor. Lama Hanna menunggu karena yang membeli bukan dirinya saja, ia menunggu enam menit tanpa melihat keadaan Alena di mana.
"Lima ribu ya, neng?" tanya ulang Mang Batagor, Hanna menganguk sembari menyimpan uang lima ribu.
"Ini neng." Mang batagor menyodorkan pesanannya.
"E-eeh ini milik gue!" pekik Hanna ketika batagor miliknya diambil cowok yang baru saja datang.
"Apaan sih siapa cepat dia dapat." jawab cowok itu.
Cowok memang seperti itu, selain tidak mau kalah, mereka juga tidak mau mengantri. Sudah lama Hanna menunggu bagiannya, eh cowok itu malah seenak jidat mengambil bagian Hanna. Bukan tak mau mengalah hanya saja Hanna lelah yang berdiri terus sedari tadi, wajar kalo Hanna tidak terima itu.
Cowok itu menatap Hanna tidak suka, mungkin karena ia tidak mau kalah. Padahal dirinya yang tidak mau kalah, sudah tidak mengantri sok ngatur pula. Tapi tidak dengan teman cowok itu ia hanya meringis menahan malu akan kelakuan temannya itu terhadap seorang wanita.
"Lo kalo mau, ya pesan dulu dong gimana sih?" Hanna mulai marah. Enak saja main ngambil, lelah ia menunggu sekian lama.
"Bang ini berapa?" tanya cowok itu pada Mang Batagor.
"Apaan sih ini punya gue!" geram Hanna mengambil batagor dari tangan cowok itu, tapi cowok itu malah menjauhkannya.
"Jang itu punya si eneng," jawab Mang batagor.
"Gak bisa, ini milik gue!" tekan cowok itu gak mau kalah.
"Udah kasih aja lagian kita belum pesan." tegur teman cowok itu. Tapi cowok itu mengeleng keras, menatap wajah Hanna dengan tatapan tidak suka.
Plak!
Cowok itu merintis kesakitan ketika ada yang memukulnya dari belakang. Padahal temannya tidak pernah memukul sekeras ini, kemudian dia menatap wajah temannya tapi temannya malah menatap seseorang yang dibelakang cowok itu sebelah kiri. Ternyata itu ulah Alena, Hanna menatap Alena yang menenteng kresek makanan di tangan kirinya.
"Ini milik temen gue!" sambar Alena sembari mengambil paksa batagor. Membuat cowok itu marah, terlihat dari urat lehernya.
"Lo jadi cewek kasar bener!" maki cowok itu.
"Lo jadi cowok lembek bener, lawak lo?" jawab Alena tidak mau kalah.
...***...
...TBC...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments