Karena dinding yang sudah roboh, walau besarnya hanya seluas dua telapak tangan. Tapi itu cukup untuk memaksa bapak dan dilang untuk memperbaiki rumah.
"Pokoknya bapak harus tegas mulai sekarang, bersikaplah layaknya suami dan seorang bapak buat kami. " Ucap ku akhirnya. Sekarang aku dan elis ikut duduk dilantai bersama dilang.
"Besok katakan pada kakek dan nenek. Kalau bapak akan bertanggung jawab sendiri untuk keluarga kita. " Tambahku.
Bapak mengerinyit melihat ku. "Apa maksudnya itu siah, bapak tidak mengerti. "
"Begini pak, bapak dan kakak pertama bekerja hanya untuk keuarga kita saja. Buat dapur disini, jadi ibu dan kak elis bisa memasak untuk kita. " Jelasku pelan agar bapak paham maksudku.
"Tidak bisa. " Tolak bapak dan dilang bersamaan.
Mataku menyipit menatap kedua laki-laki itu. "Kenapa? Meski kalian bekerja dari pagi sampai malam, kami juga tidak pernah makan dengan layak, sekalipun tidak pernah merasakan kenyang. "
Bapak dan dilang tampak berfikir. Benar. Mereka setiap hari bekerja keras, tapi usaha mereka tidak pernah dihargai, urusan ladang adalah tanggung jawab bapak dan dilang sementara para paman mereka memiliki pekerjaan di kota.
Sekalipun mereka tidak pernah membantu saat musim panen tiba. Nenek juga tidak pernah memberikan bapak dan dilang uang. Mereka benar-benar pelit dan perhitungan.
Aku berdiri dari duduk. "Pokoknya bapak harus mengatakan itu besok, kalau tidak, aku dan dodo akan pergi dari rumah, aku tidak sanggup hidup seperti ini terus. " Ancam ku kemudian melangkah menuju ranjang dan berbaring disebelah dodo.
Terdengar helaan nafas bapak dan ibu. Namun aku tidak peduli. Jika mereka suka hidup menderita silahkan saja. Tapi maaf aku tidak akan ikut menikmati penderitaan ini lagi, sudah cukup beberapa hari ini saja. Aku bukan siah yang hanya pasrah. Aku ini meta simamora, pantang sekali bagiku berdiam diri saat ditindas seperti ini.
Perlahan-lahan aku mendengar suara dilang menganggkat tubuh dodo memindahkan nya ke ranjang miliknya. Kemudian elis ikut berbaring disebelahku.
Tanpa diduga elis berbisik pelan tepat ditelingaku. "Terimakasih adik. " Begitulah yang aku dengar sebelum rasa kantuk menguasai dan membawa ku ke alam mimpi.
***
Keesokan harinya, bapak dan dilang meminta izin kakek dan nenek karena hari ini tidak pergi keladang dengan alasan memperbaiki rumah. Dengan segala macam perdebatan kakek akhirnya mengizinkan .
Tapi dengan syarat kami tidak mendapatkan jatah makan hari ini. Tidak apa, aku mencoba menenangkan bapak dan ibu, karena hari ini aku dan dodo akan kembali mendaki gunung mencari sayur lebih banyak agar bisa membeli makanan.
Setelah bapak dan dilang pergi mencari bambu untuk perbaikan rumah, aku dan dodo pun bersiap pergi ke gunung.
Kali ini kami membawa dua keranjang, tentu saja secara diam-diam agar tidak ketahuan oleh orang-orang dalam kediaman.
Kami berjalan sedikit lebih jauh dari kemaren, mencari tempat yang kemungkinan sayuran liar tumbuh subur.
Aku terus menyusuri jalan hingga langkah ku terhenti saat mata ku menangkap keberadaan daun kucai. Aku bersorak gembira. Ini sayuran favorite ku rasanya enak dan harum apalagi ditumis dengan telur. Air liur ku menetes membayangkan nya.
Segera aku memetik nya, dodo juga ikut membantu. Setelah merasa cukup. Aku meminta dodo membersihkan dan mengikatnya menjadi beberapa bagian.
Aku kembali melihat-lihat sekitar. Dan beruntung aku menemukan sayuran liar yang berbentuk bunga berwarna merah jambu, memiliki aroma tajam dan rasanya sedikit asam. Kecombrang atau di kampung bapak ku disebut 𝘬𝘪𝘯𝘤𝘶𝘯𝘨.
Tanaman liar yang satu ini bisa dimakan, aku pun segera memetik bunga yang masih muda yang belum terlalu mekar, kalau yang sudah mekar teksturnya lebih keras.
Kecombrang yang sudah aku petik aku serah kan pada dodo. Merasa belum cukup aku kembali mencari sayuran liar yang lain.
Aku dikejutkan dengan lalapan yang satu ini 𝘱𝘦𝘳𝘪𝘭𝘭𝘢, lalapan yang sering aku lihat di mukbang nya orang korea saat memakan daging. Bentuk nya kecil seperti daun mint.
Kedua keranjang yang kami bawa sudah penuh dengan sayuran, tidak lupa dengan ubi dan jamur yang tersisa kemaren juga kami petik.
Dengan perlahan kami mulai menuruni gunung. Mataku dan telinga ku tetap siaga untuk memastikan tidak ada sepupuku yang melihat.
Tepat pukul sembilan. Aku dan dodo sudah berada di desa lande, tepatnya ditempat kami kemaren berjualan.
Aku duduk meluruskan kaki yang terasa pegal, punggungku jangan ditanya lagi, rasanya seperti akan remuk. Karena bawaan kami hari ini sangat banyak dan berat.
"Kakak ketiga aku haus. " Dodo mulai merengek. Aku pun merasakan hal yang sama. Tenggorokan rasanya sangat kering. Karena kegiatan digunung ditambah perjalanan dari aster ke lande memakan waktu hampir satu jam, membawa keranjang penuh sayuran pula. Apalagi kami belum sarapan. Aku berharap semoga kami berdua bisa bertahan sampai semua sayuran ini laku.
"tunggu sebentar lagi, setelah sayuran nya laku, kita akan minum dan makan sepuasnya. " kata ku mencoba menguatkan dodo.
"Kalian sudah datang! " Suara seorang wanita mengejutkan kami.
"Eh, maaf, apa kalian terkejut? " Tanya bibi itu dengan wajah bersalah.
"Tidak apa bibi, salah kami yang malah melamun. " Ujar ku agar bibi itu tidak merasa bersalah. "Bibi hanya sendiri? Kemana teman bibi yang kemaren? " Tanya ku lagi.
"Oh, mereka sebentar lagi juga akan kesini, kami memang sudah menunggu kalian sejak tadi. " Sahut bibi itu, seraya mengintip ke arah keranjang yang kami bawa.
"Apa yang kalian bawa? " Tanya nya penasaran.
Aku tersenyum dan mulai membuka dan menyingkirkan daun talas yang menutupi keranjang ku.
Ada ubi, kecombrang serta jamur. Dikeranjang milik dodo juga ada kecombrang dan daun kucai.
"Wah, kalian membawa banyak sayuran hari ini ya. " Ujar bibi itu. "Sayuran ini kesukaan mertua ku. " Ucapnya, seraya mengambil seikat kecombrang dan daun kucai.
Tidak berselang lama segerombolan ibu-ibu yang kemaren sudah datang.
"Hei, kau curang karena pergi lebih dulu. " Protes seorang bibi pada teman nya yang datang pertama tadi.
"Alah, curang apanya, aku sudah mengajak mu tadi, tapi kau beralasan masih terlalu pagi. " Ucap si bibi mencoba membela diri.
"Sudah, sudah, kenapa kalian malah ribut, kalau sayuran nya habis jangan salahkan kami. "Seorang bibi berbadan gemuk mencoba menengahi perdebatan itu. "Hei nak, kau jual berapa daun kucai dan honje ini? "Tanya bibi itu dengan nada yang sangat lembut.
Aku yang terbiasa mendengar suara keras dan teriakan dirumah merasa tersentuh mendengar tutur bahasa bibi ini.
Dia tahu bagaimana harus berbicara dengan anak-anak dan bagaimana berbicara dengan orang seumuran dengannya. Aku sedikit kagum, tidak menyangka ada juga orang yang bermoral di dunia primitif ini.
"Bibi, aku tidak bisa menetap kan harga pada bibi, aku datang dari desa sebelah, berjalan kaki kemari selama hampir satu jam. " Ucap ku menjelaskan.
Imej gadis polos dan baik hati pun kembali aku perlihatkan.
Lain kali aku harus melakukan survei pasar, agar aku tidak di anggap bodoh dan supaya bisa memberikan harga juga atas jerih payah kami.
Bibi itu langsung menatap ku dengan senyum tipis. Dan kembali melihat sayuran dikeranjang dengan mata berbinar.
"Berikan harga pasar, agar mereka tidak rugi, kasihan juga, mereka sudah berjalan jauh untuk sampai kesini. "Seorang bibi lain ikut menyahuti.
Aku menatap para bibi yang sudah berebutan mengambil sayuran dalam keranjang.
Hanya beberapa menit, semua sayuran dalam keranjang sudah berpindah ke tangan bibi-bibi di depan ku.
Uang koin pun sudah menumpuk ditangan ku.
Setelah semua bibi itu pergi aku mulai menghitung uang hasil penjualan. Aku juga meminta dodo untuk membantu menghitung. Aku ingin melihat apa hitungan yang aku ajari waktu itu sudah dia kuasai apa belum.
Ditangan ku ada 53 keping koin perak. Dodo menyerahkan 36 keping koin perak.
Berarti uang yang kami dapatkan hari ini adalah sekitar 89 keping koin perak. Aku dan dodo saling bertatapan kemudian tersenyum puas.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Pudji Alfarizi
thor novelny bgus ,,,,crtanya seru
2023-08-09
1
ᴄᷤʜͦɪͮᴄͥʜͣɪᷡᴋͣ
mantap lanjutkan jualanmu semakin banyak yang terjual semakin banyak pula pundi-pundi uang yang kau kumpulkan semangat buat authornya
2023-08-09
2
Suzana Diro
semangat thor
semangat juga pada siah bawa duit banyak kemudian pergi dari keluarga setan
2023-08-09
0