Menantu bukan pelayan

    Aku mengayun kan kaki keluar rumah, menutup pintu dengan pelan, jangan sampai tenaga badak ku ini malah merobohkan pintu.

     Aku akan mencari keberadaan ibu dan kakak. Aku mulai menyusuri jalan yang masih gelap, ku belok kan langkah kaki kebelakang rumah nenek, terlihat disana ibu dan kakak sedang sibuk mengosok baju.

     Aku menghampiri ibu dan berdiri disampingnya. aku dapat melihat banyaknya tumpukan-tumpukan baju yang mengantri untuk dicuci, sudah seperti job di laundry saja. Tunggu dulu, jangan bilang baju semua orang dirumah ini mereka berdua yang mencucinya. tubuh ku yang tadi masih dingin tiba-tiba mulai terasa panas karena emosi.

  "kakak, ibu.. " panggil ku pelan, agar mereka tidak kaget mendengar suara merduku ini.

  "eeh adik, apa yang kau lakukan pagi-pagi disini. " elis menyeka tangannya dengan baju dan berdiri menghampiri ku.

  "pertanyaan itu milik ku kakak."

  "kau sudah melihatnya, tidak perlu kakak jelaskan lagi! " elis kembali duduk dan akan memulai pekerjaan mencucinya.

  "ibu baju kita dan baju nenek sudah selesai dicuci? " tanya kudengan suara lembut.

  "baju kita sudah selesai, baju kakek nenek juga sudah. " jawab ibu tak kalah lembutnya.

  "lalu kenapa ibu masih disini? " suara ku naik dua oktaf. Ibu memukul kaki ku dengan tangannya.

  "awh... Kenapa ibu memukul ku. " aku berteriak kecil, sambil mengusap kaki ku yang dipukul ibu. Tidak sakit sebenarnya, itu cuma bentuk apresiasi ku agar ibu tidak kecewa.

  "pelan kan suaramu, jangan membangun kan nenek mu yang sedang tidur. " bisik nya pelan kembali melanjutkan pekerjaan nya.

  Habis sudah sabar ku, dia takut nenek tua itu terbangun di pagi buta, sementara dia sendiri sudah bangun dan mencuci baju sebanyak ini. Aku tarik baskom didepan ibu dengan nafas memburu.

      Sreeet...

  "ibu, kakak berdirilah. " mataku menatap tajam kearah mereka berdua. Ku lihat wajah terkejut mereka menatap ku tak percaya.

   "ap-a apa yang kau lakukan adik? " elis bertanya dengan suara terbata-bata, aku tau dia sedikit takut melihat tatapan tajam ku.

   "aku bilang berdiri lah. atau aku akan membuat keributan sekarang juga. " ucap ku sedikit berteriak. elis dan ibu langsung berdiri dari duduknya. Hal yang tidak ku duga adalah ibu kembali memukul ku, kali ini dia memukul kepala ku.

      Plak...

   "apa kau sudah gila! Jika nenek bangun, dia akan memukul mu sampai kau tidak bisa berdiri lagi. " kata ibu pelan, lagi-lagi tangannya begitu ringan sekarang dia mencubit pinggang ku.

    Aku menghela nafas berat. "padahal aku ini putrimu, tapi orang lain bisa memukul ku sesuka hati mereka. " ujar ku dengan suara yang kubuat selirih mungkin.

    "a-apa? "ibu terkejut mendengar ucapan ku. aku menoleh pada elis, dia berdiri kaku seperti patung dengan kedua tangan digosok-gosoknya, sudah pasti dia merasa dingin kan.

    " kakak, jemur baju kita dan baju nenek, kakek. "ucap ku pelan namun dengan nada tegas tidak ingin dibantah.

   " oh nanti saja setelah semua selesai, biar sekalian menjemurnya. "elis menjelaskan padaku, tentu aku mengerti arah pembicaraannya.

   Kutatap mereka berdua dengan wajah dingin. " apa baju semua orang di kediaman ini kalian yang cuci? Apa kalian dibayar? Berapa banyak?"tanya ku tidak sabar.

   "apa yang kau katakan, memang kami yang mencucinya, tapi kami tidak dibayar! " jawab elis dengan suara yang masih lembut.

   "lalu... Oh aku tahu, apa setelah mencuci kalian diberi makan enak? kalian memakan nya berdua, tidak membaginya dengan ku dan adik. " kembali aku memancing kemarahan mereka.

    "apa maksud mu adik, kami tidak diberi apa pun, jangan berpikiran buruk pada kakak dan ibu. "suara elis mulai meninggi, sepertinya dia mulai kesal karena aku terus menuduhnya.

    " jadi begitu, lalu apa kalian pelayan mereka? "matilah...kali ini kulihat mata ibu sudah melotot ke arah ku, aku benar-benar pintar membuat orang darah tinggi.

    Ibu sudah mengayun kan tangan bersiap untuk memukul ku lagi. Tapi dengan cepat aku mengambil baju kotor disamping ibu dan menginjaknya. Hal itu membuat ibu dan elis terkejut dengan wajah cemas.

   " jika kakak dan ibu mencuci baju mereka lagi, aku akan membuangnya. "ucap ku dengan lantang. Tidak ada rasa takut apa lagi pura-pura mengancam. Aku memandangi mereka dengan wajah serius.

   " siah... Ada apa dengan mu? "tanya ibu bingung suaranya kembali melunak, sepertinya dia kaget dengan sikap ku yang tiba-tiba ini.

  " kakak cepat jemur baju yang sudah dicuci. atau aku akan membuang semua baju ini kesungai, tidak-tidak aku tidak akan membuangnya tapi membakarnya. "ancam ku, dengan cepat elis membawa satu baskom baju bersih untuk dijemur.

   " mulai hari ini dan seterusnya, ibu dan kakak hanya perlu mencuci baju kita dan baju kakek, nenek. "kata ku lagi, seraya melipat tangan didada.

    Ibu hanya diam, sepertinya juga bingung harus bicara apa lagi, bibirnya terlihat pucat karena dingin. Gegas aku menarik tangan ibu kedapur, air panas di tungku sudah mendidih. Aku ambil sedikit air dingin dan mencampurnya dengan air panas lalu memberikan pada ibu. Dengan ragu ibu mengambilnya.

   " bu masak lah nasi, aku dan kakak akan membersihkan rumah nenek. "ucap ku, kali ini ibu mengangguk saja tanpa membantah.

   Saat akan masuk keruang makan, bibi pertama datang dengan wajah masih mengantuk. Dia menoleh kearah ku lalu berjalan kedapur. Aku meminta kakak masuk terlebih dahulu, sementara aku kembali kedapur aku yakin bibi pertama akan membuat keributan.

   " sudah masak nasi! Kau sudah selesai mencuci baju? "bibi pertama bertanya pada ibu yang sedang jongkok didepan tungku.

   " su-sudah. "jawab ibu terbata-bata. Aku sedikit kesal mendengar suara ibu yang takut itu, memangnya dia pelayan.

   aku melangkah mendekati ibu, kemudian ikut berjongkok disamping ibu dan membantunya meniup api. " baju kami dan nenek sudah dicuci, tinggal baju para bibi saja yang belum. "jawab ku santai.

   " apa... Kenapa belum dicuci? "teriak nya sedikit keras, namun dengan cepat dia menutup mulutnya. Sepertinya takut mengejutkan nenek.

   " apa maksud bibi dengan kenapa? Tentu saja karena bibi belum mencucinya. "sindirku tersenyum miring.

   " bukan kau tapi ibu mu yang mencucinya. "katanya dengan mata melotot.

   " kenapa ibu ku harus mencuci baju kalian, apa bibi membayar nya? Memangnya baju itu ibu ku yang memakai? "aku bangkit dan berdiri dihadapan bibi pertama. Ibu memegang tangan ku, menggelengkan kepala. Tapi aku tidak peduli dan mengabaikan kode ibu.

   " aku akan segera mencucinya, jangan ribut lagi."ucap ibu dan bersiap kembali ke belakang.

   Kulirik bibi pertama dia tersenyum miring ke arah ku, darah dikepala ku rasanya sudah mendidih. Dia merasa menang. Jangan harap kau bisa menindasku.

     "ibu.. sepertinya ibu lupa apa yang aku katakan tadi. Ibu tau ini apa? " suara ku menghentikan langkah ibu, aku menunjuk api yang menyala di tungku. Aku lihat ibu menelan ludahnya susah payah. Namun dia masih bertahan di tempatnya.

   "aku tidak bercanda bu, ibu ingin melihatnya?" Tanya ku lagi. Tanpa bicara lagi ibu kembali mendekati ku.

   " kakak ipar pertama, sepertinya kau harus mencuci bajumu sendiri mulai sekarang, aku masih punya pekerjaan lain. "ucap ibu sambil mengeluarkan bahan-bahan untuk memasak.

   " apa... Mana bisa begitu sena? Biasanya juga kau yang mencucinya. "bibi pertama tetap ngotot dengan pendiriannya.

   " bibi, jika ingin baju bibi dicucikan, bibi harus membayar satu keping perak setiap hari. "ucap ku datar.

   " satu keping perak? tidak mungkin, kenapa aku harus bayar. "elaknya. Aku sungguh geram melihatnya, ingin ku robek saja mulutnya yang kurang ajar itu.

   " kalau tidak mau, ya cuci sendiri. Ibu ku disini seorang menantu, bukan pelayan kalian. "ucap ku santai. Aku mendekati ibu, dan kembali mengingatkan nya, bahwa ucapan ku tadi tidak main-main. Ibu mengangguk dengan pelan.

   Kemudian aku beranjak masuk membantu elis, tak ku hiraukan lagi ocehan bibi pertama. Biarlah dia bicara sendiri.

   Didalam rumah nenek, elis sudah selesai menyapu dan membersihkan seluruh debu. Aku memintanya kedapur membantu ibu menyiangi sayur.

   Aku menata piring makan diatas meja, meletakan sumpit dan secangkir air hangat dan menutupnya. Kemudian menggelar tikar dilantai. Setelah selesai aku kembali kedapur. Kulihat beberapa bibi sudah berada disana. Aku meminta ibu dan kakak untuk kembali kerumah membersihkan diri.

***

Terpopuler

Comments

momi

momi

gas pool siah

2025-02-12

0

ᴄᷤʜͦɪͮᴄͥʜͣɪᷡᴋͣ

ᴄᷤʜͦɪͮᴄͥʜͣɪᷡᴋͣ

bagus ancam aja itu ibu kamu biar goblok goblok sama keluarganya

2023-08-07

1

jiahaha

jiahaha

pliss lanjut, aku penggemar mu

2023-08-07

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!