"Siah kesini dulu sebentar, bapak mau bicara! "
Aku yang bersiap hendak tidur, lantas berdiri dan menghampiri bapak yang duduk dipinggir ranjang milik kak dilang. Karena memang dirumah kami tidak memiliki tempat duduk atau pun tikar yang bisa dijadikan alas jika ingin duduk dilantai.
Aku sudah menduga bapak tidak puas dengan penjelasan ku tadi. Dan pasti akan menanyakan kembali padaku.
"Ada apa pak? "Tanya ku dengan santai. " Aku mengantuk, mau tidur. "Kata ku lagi. Tapi tetap duduk disamping bapak.
Bapak menghela nafas, seolah memiliki beban hidup yang sangat berat. Ah maksudku, aku tau hidupnya pasti berat setiap hari, namun selama ini dia cuek saja, lalu kenapa sekarang seperti ini. Seakan dia peduli dan memikirkan kami.
" Katakan sejujurnya sama bapak, dari mana sebenarnya kalian mendapatkan pakaian ini. "Tanya bapak penuh selidik.
" Loh, tadi kan aku sudah menjelaskan nya, kenapa bapak tanya lagi?" aku mengerutkan kening pura-pura bingung.
Yah, hidupku sekarang penuh dengan kepura-puraan.
"Bapak tidak mungkin curiga dengan putri bapak sendiri kan? " Lanjutku dengan nada tidak suka.
"Tapi nak, orang desa mana yang akan memberikan pakaian baru hanya untuk berterimakasih? Tidak ada! Kalau kamu menolong seseorang, memberikan sepotong ubi saja rasanya sudah sangat rugi. "Ungkap bapak dengan suara se-tenang mungkin.
Miris sekali! tapi itu lah kenyataan nya, siapa yang mau memberikan pakaian baru hanya karena sebuah pertolongan kecil, kalaupun ingin berterimakasih, seperti yang bapak katakan, ubi saja rasanya sudah rugi, mungkin mereka lebih memilih berhutang budi dari pada memberikan sesuatu. Alasan nya ya karena kemiskinan dan kesulitan hidup, sehingga membuat mereka jadi tidak begitu memghargai pertolongan orang lain.
Aku pun tidak menyangka bapak bisa berfikir sampai kesitu, karena tadi orang-orang dikediaman nenek percaya-percaya saja, buktinya tidak satupun yang protes dengan penjelasan ku.
"Tapi pak, apa yang aku katakan tadi adalah yang sebenarnya. Tanya dodo kalau bapak masih tidak percaya. " Aku melirik dodo dan mengedip kan mata padanya, supaya bocah itu bisa kerja sama untuk menghilangkan kecurigaan bapak.
Bapak menoleh ke arah dodo yang duduk disebelah ku.
"Benar yang dikatakan kakak mu do? " Tanya bapak dengan mata tajam.
Aku bisa melihat dodo meneguk ludahnya. Dia melirik ku seolah minta pertolongan. Aku mengangguk kan kepala, dengan maksud agar dia mengatakan seperti yang aku katakan.
"Be-benar pak. " Jawab dodo tergagap. Bocah itu bicara tanpa melihat ke arah bapak. Hanya karena bapak melotot sedikit, sudah membuat dia takut. Sepertinya aku harus memperkuat mental dodo agar tidak mudah di intimidasi oleh orang lain, baiklah, itu akan ku pikirkan nanti.
"Ada apa dengan mu nak? Kenapa kau seperti ini? " Tanya bapak sendu. Matanya berkaca-kaca menatap ku. Ah, ternyata tidak mudah membohonginya.
Tapi tunggu,kenapa dia menatap ku seperti itu?jangan bilang bapak menuduh ku mencuri? Bagaimana bisa? .
"Pak aku bersumpah tidak mencuri milik orang lain. " Kataku dengan tegas. Suara ku sedikit meninggi.
Elis yang duduk diranjang seberang langsung mendekati ku.
"Bicara baik-baik, jangan emosi. " Bisik elis pelan seraya mengusap punggung ku agar aku tenang.
"Hati-hati saat bicara siah, kau mengatakan sumpah semudah itu, bagaimana kalau langit mendengarnya. Kau bisa disambar petir. " Ujar bapak dengan raut kecewa.
"Bapak." Ibu berteriak dengan keras. "Bagaimana bisa bapak mengatakan itu pada anak sendiri. " Kata ibu dengan mata berkaca-kaca. Wanita itu tampak marah dengan perkataan bapak seolah sedang menyumpahiku.
"Bapak kecewa sama kamu siah, jangan mengajak adik mu melakukan hal buruk lagi. "Ujar bapak dengan nada kecewa.
"Ya ampun bapak. Apa yang membuat bapak kecewa sama aku? Memangnya hal buruk apa yang sudah aku lakukan? "Aku menyahut dengan cepat.
"Dilang, besok pagi pergilah antar kembali pakaian dan sepatu itu pada pemiliknya, tanyakan pada warga, siapa yang kehilangan pakaian. "Kata bapak tak memedulikan perkataan ku sama sekali.
Benar-benar bapak ini. Aku sudah susah-susah mendaki gunung, menjual ubi dan jamur untuk membeli baju itu, seenaknya saja mau dipulangkan, emang nya mau di kembalikan kesiapa?
"Iya pak. " Jawab dilang cepat. "Buka pakaian mu biar dicuci dulu sama kakak kedua. "Titah dilang pada dodo.
Loh, apa, apa-an ini! Kenapa mereka jadi se-enaknya.
"Tidak, aku tidak mau, ini pakaian ku. " Dodo menangis terisak sambil memeganggi bajunya.
"Bantu adik mu elis. " Titah bapak pada elis yang sedari tadi berdiri disampingku.
Elis hendak bergerak membantu dodo, namun aku dengan cepat mencekal tangannya.
Aku menghela nafas panjang, kemudian berdiri dari duduk ku, sepertinya sudah tidak bisa mengelak lagi, kalau aku tetap menyembunyikan nya, aku jamin akan terjadi perang dunia dalam gubuk ini.
"Huuuhuuu. . . hiks. Kakak ketiga, ini pakaian ku, ini milik ku, aku tidak mau melepaskan nya. Kau membelikan nya untuk ku. " Dodo menangis tersedu-sedu. Hatiku sakit sekali rasanya melihat dodo menangis seperti itu. Aku teringat bagaimana binar matanya saat aku membelikan nya baju itu, sepanjang jalan kami pulang dia tidak henti-hentinya mengelus pakaian itu seolah itu adalah barang berharga.
Beraninya mereka merenggut kebahagian adik kecilku.
Aku menghampiri dodo dan berjongkok didepannya, kemudian mengelus kepalanya dengan lembut.
"Benar, pakaian ini milik mu, kakak ketiga yang membelikan nya, kau tidak lupa kan? " Tanyaku, dan dengan cepat dodo mengangguk. "Siapa pun tidak akan kakak biarkan mengambil nya darimu, kakak ketiga berjanji. " Kata ku dengan senyum lembut.
Kemudian aku berdiri dan langsung menatap semua orang dengan mata menantang. Kemarilah! Siapa yang berani maka mendekat lah, akan aku tunjuk kan jurus silat yang diajarkan bapak ku dulu.
"Kalian semua ingin tahu kan, asal pakaian dan sepatu yang kami pakai? " Tanyaku pada semuanya.
Mereka diam tidak menjawab, tapi aku dapat melihat wajah penasaran dan ingin tahu dari mata mereka.
"Baik, baik, akan aku katakan semuanya, tanpa ada yang terlewatkan. " Ucap ku tersenyum miring.
Padahal aku masih ingin menyembunyikan nya sampai aku mengumpulkan banyak uang, agar bisa membawa mereka pergi dari kediaman killer, tapi seperti nya tidak bisa ditunda lagi. Atau akan terjadi kekacauan sekarang juga.
Aku kembali menoleh kearah dodo. Wajah bocah itu tampak pucat, sepertinya dia benar-benar takut kehilangan bajunya.
"Tidurlah di ranjang kakak dulu, pakai selimut, pejamkan mata dan tutup telingamu. " Pinta ku pada dodo dengan pelan namun tegas. Aku tidak ingin dia mendengar perkataan ku yang mungkin akan terdengar kasar bagi anak seusia dodo.
Dodo mengangguk lalu berjalan kearah ranjang dan melakukan apa yang aku minta.
" Ibu dan kak dilang duduk lah, karena yang akan aku katakan ini mungkin akan memberikan sedikit guncangan yang membuat lutut kalian bergetar. "Ucap ku dengan suara tenang.
Aku melirik elis. "Kakak juga duduk lah. "Pinta ku.
Elis mengeleng. " Tidak apa, kakak berdiri bersama mu. "Jawab elis. Entah kenapa ucapan elis seperti sebuah dukungan untuk ku, seolah dia berkata '𝘢𝘱𝘢 𝘱𝘶𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘦𝘳𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘬𝘢𝘬𝘢𝘬 𝘴𝘦𝘭𝘢𝘭𝘶 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘢𝘮𝘢 𝘮𝘶'.
Aku tersenyum menatap elis, hatiku tiba-tiba terasa hangat.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments