"Tidak punya uang? Lalu dari mana datangnya itu? " Tanya nenek lagi, matanya menatap nyalang kearah dodo. Semua orang pun ikut melihat kemana arah mata nenek.
Aku melirik kearah adik laki-laki ku itu dan memperhatikan apa yang salah dengan bocah ini, detik berikutnya aku baru tersadar, setelah melihat sesuatu yang berbeda dari adik tampan ku. Jadi ini yang membuat nenek tua itu panas dingin.
"Apa maksud ibu, aku tidak mengerti. "Ayah tampak semakin bingung, terlihat dari kerutan di keningnya.
"Itu lah kenapa aku tidak mengantar kau sekolah, karena memang kau anak yang bodoh, bicara dengan kau membuat ku darah tinggi. " Ucap nenek dengan kesal seraya memijit keningnya.
"Ekhem. . . Anas, kau bekerja setiap hari diladang, lalu dimana kau dapat uang membelikan putra bungsu mu pakaian baru. ? " Kali ini kakek yang bicara, suaranya dingin seolah siap membeku kan siapa saja yang melawannya.
"Aku juga tidak tau ayah, aku sendiri bingung dari mana dodo mendapat baju itu. " Jawab ayah melirik sekilas ke arah dodo.
Jangan tanya bagaimana aku saat ini, tangan ku rasanya sudah gatal dari tadi ingin memukul kepala ayah ku yang bodoh itu, tidak bisa kah dia sekali saja membela keluarganya. Kenapa dia selalu bersikap pasrah dan rela seperti kacung begini.
"Kau jangan membuat ku tertawa adik, dia putra mu bagaimana kau bisa tidak tau dari mana dia mendapat kan baju baru.? " Ucap kakak tertua ayah ku.
Ah, dadaku sesak sekali rasanya, kepala siapa yang harus ku pukul duluan. Arrghh. . . Aku berteriak dalam hati sekeras mungkin.
Paman tertua, kau benar sekali, dodo ini putranya bagaimana bisa ayahku yang lugu ini tidak mengetahuinya. Aku seolah menantikan mereka menyudutkan ayahku, bukan karena aku benci atau jahat. Bukan, aku hanya ingin laki-laki yang ku panggil ayah itu menyadari posisinya, siapa dirinya, dan apa fungsinya.
"Aku benar-benar tidak tau kakak, aku seharian diladang, jadi tidak tahu apa saja yang sudah mereka lakukan. " Jawab ayah lagi masih dengan wajah polosnya.
Kesal!
Sangat kesal sekali, harusnya dia sadar dengan apa yang dia ucapkan, tapi lihatlah wajahnya yang tanpa rasa bersalah itu. Dengan enteng nya dia mengatakan tidak tahu dengan apa yang dilakukan anak-anaknya tanpa beban. ,
Disebelah ku ibu dan elis diam saja, tampak raut kecewa dari wajah mereka pada lelaki yang ku panggil ayah itu , namun apa yang mau dikata mereka tidak bisa berbuat apa-apa, karena kalau tidak, nenek pasti akan langsung menghardik dan menghina mereka karena miskin. Memang uang adalah hal yang bisa membuat orang memiliki kuasa dan posisi. Dan itu juga yang membuat keluarga ku menjadi bahan hinaan karena tak memiliki benda bernama uang itu.
"Dodo, siah kesini kau. "Panggil nenek. Aku dan dodo melangkah mendekat.
"Katakan dari mana kalian mendapatkan pakaian dan sepatu baru. " Tanya nenek dengan suara mengintimidasi.
Aku menatapnya dengan kening berkerut. Apa aku harus mengatakan yang sejujurnya hari ini, kalau aku jujur sudah pasti malam ini akan terjadi keributan, tapi kalau tidak alasan apa yang harus aku katakan, kenapa juga otak ku ini tiba-tiba jadi bodoh dan tidak bisa berfikir.
Karena aku bengong dan tak kunjung menjawab, seketika itu juga nenek menatap ku dengan tajam.
"Apa kau tiba-tiba jadi bisu dan bodoh? "Tanya nenek dengan wajah yang sangat galak. Ingin nya aku meremas mulutnya yang berbisa itu namun aku tahan, belum saatnya. Karena aku harus berpura-pura menjadi gadis polos dan bodoh jadilah aku harus memasang wajah penuh ketakutan.
Sebelum menjawab, aku mengubah mimik wajah ku menjadi gadis yang menyedihkan dan tertindas. "Nenek. . . ini semua milik salah satu warga desa lande yang tadi siang kami bantu. " Jawab ku dengan suara bergetar.
" Milik warga desa lande? Membantu apa? Dan kenapa kau bisa pergi ke desa lande itu, apa yang kau lakukan disana? "Cecar nenek yang julidnya luar angkasa itu. Kalau saja yang ada didepan ku ini gena, sudah aku pastikan tangan kecil ku ini sudah menghajar nya sampai terkapar.
"Iya nek, tadi siang aku dan adik pergi kedesa lande untuk mencari bahan makanan, lalu tiba-tiba kami melihat seorang nenek tua yang pingsan dijalan, aku dan dodo membantu nenek itu dan mengantarnya pulang, karena pakaian dodo jadi kotor sewaktu membantu nenek itu akhirnya dia memberikan dodo salah satu pakaian cucunya yang belum dipakai. Sepatu kami ini juga nenek itu yang memberikan karena ucapan terimakasih, dia memberikan ini karena sedang tidak memiliki uang. "Papar ku dengan berbohong. Ya kali aku harus ngaku, bisa-bisa nenek sihir ini merampok uang milik ku.
Sejak berada disini, aku sering sekali berbohong, dan semakin lama semakin lancar mulut manis ku ini mengatakan hal-hal diluar kebiasaan ku dulu.
Makanya aku harus segera mencari uang yang banyak, lalu membawa keluarga ku keluar dari kediaman ini, agar aku bisa menjadi diri ku sendiri, aku ingin bebas menghujat dan memaki mereka tanpa harus berpura-pura menjadi cucu dan keponakan yang polos dan bodoh.
Dan beruntungnya nenek tua yang sering mengatai kami bodoh ini pun juga sangat lah bodoh, sehingga alasan yang aku buat berhasil membuatnya bungkam. "Memang nya aku dan dodo tidak boleh memakai pakaian baru ya nek, tadi nenek tua didesa lande itu bertanya, apa keluarga tidak memberikan aku pakaian?, dia juga bertanya nama belakang keluarga kita. " Ucap ku dengan wajah polos.
"Apa? Lalu kau mengatakan nya? " Tanya nenek dengan wajah sedikit panik.
"Tidak, aku tidak mengatakannya, aku takut nenek tua itu menyalahkan nenek, padahal yang salah kan ayah ku yang tidak punya uang jadi tidak bisa membelikan kami pakaian yang layak. " Ujar ku. Sengaja juga aku menyindir ayah tepat didepan semua orang.
Ku lirik wajah ayah sekilas ingin mengetahui bagaimana reaksinya. Wajah ayah berubah sangat suram, entah dia merasa bersalah atau karena malu dan bersiap memarahi ku nanti aku juga tidak tahu.
Kakek mengebrak meja lalu melirik aku dan dodo. Kemudian berdiri dari duduknya.
"Sudah lah, makan saja tidak bisa tenang, selalu membuat keributan. " Ucapnya kemudian berlalu pergi, di ikuti oleh nenek dan para paman.
Yah, itu sudah menjadi kebiasaan kakek tua itu, selalu melemparkan kesalahan pada orang lain sekedar memuaskan keinginan nya.
Sejak aku datang kesini, belum pernah sekalipun kakek dan nenek memanggil ku dengan suara yang lembut, atau sekedar bertanya bagaimana hari mu cucuku? Apa ada pemuda yang mengganggu cucuku yang cantik ini? Cih! Jangan harap, melihat ku saja sudah seperti musuh bebuyutan boro-boro menanyakan kabar, dalam mimpi saja kali!.
"Huh, sok-sok-an pakai pakaian baru, aroma kemiskinan dari tubuh kau itu sudah melekat sejak kecil, jadi tidak akan hilang meski berganti pakaian. "Ujar bibi pertama dengan wajah sinis. Untunglah aku mulai terbiasa, jadi tidak kaget lagi mendengar kicauan dari mulut wanita julid ini. Aku pun bisa menanggapi nya dengan senyuman bodoh agar dia semakin panas membara.
Aku mendekati bibi pertama kemudian mengendusnya seperti anjing.
"apa yang kau lakukan. " tanya bibi pertama ia mundur kebelakang karena aku terus mendekatinya.
lalu aku tersenyum. "oh, jadi seperti ini aroma kemiskinan itu, ternyata bau nya busuk sekali ya. " aku menyahuti sambil terus pura-pura mengendus aroma bibi pertama.
"apa. . . " bibi pertama tampak syok mendengar ucapan ku. Dan sebelum ada sesuatu yang melayang, aku langsung pasang kaki seribu dan kabur dari sana. Dapat aku dengar suara teriakan bibi pertama mencaciku, tak apa aku cukup puas bisa membuatnya kesal.
Hahaha. . .
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Ima Diah
suka cerita nya..up terus ya
2023-08-12
0