Jangan Salah Paham Lagi

Sungguh, hari ini adalah hari yang buruk bagi Carlton. Sedikit lagi, dia bisa mendapatkan bukti yang kuat, untuk menjebloskan dalang di balik kecelakaan yang di alaminya. Karena selama ini Carlton hanya mempunyai bukti yang tak cukup kuat.

Orang suruhan yang sengaja merusak rem mobil miliknya, di temukan tewas di rumah kontrakannya. Padahal sebelumnya, orang itu berjanji akan menjadi saksi.

“Si*l.” Umpatnya.

“Polisi tidak bisa melakukan autopsi, tuan. Karena keluarganya menolak dan ingin membawa jenazahnya pulang ke kampung, mereka berdalih orang itu meninggal karena sudah lama sakit.” Jelas Felix.

“Kita harus memikirkan cara lain untuk membuat Marina di jebloskan ke dalam penjara.” Carlton mengepalkan tangannya.

“Baik tuan.”

“Dimana Elliana?”

“Menurut orang suruhan kita, nona sedang berbelanja di supermarket Big Grand, tuan.”

“Baiklah, kamu boleh pulang.” Carlton bangkit dari tempat duduknya.

Carlton mengendarai mobilnya menuju ke tempat di mana Elliana berada, sejak tadi pagi, Carlton menyuruh Felix untuk menyewa orang untuk menjaga Elliana dari ke jauhan. Atau mungkin maksudnya untuk memata-matai Elliana.

Laki-laki itu celingukan kesana kemari, demi menemukan sosok yang dia cari. Tepat di depan sebuah rak khusus mentega, Elliana tengah kesusahan mengambil mentega kemasan kaleng yang berada di rak paling atas.

“Terima kasih.” Ucap Elliana sebelum menyadari bahwa orang yang membantunya adalah suaminya sendiri.

“Carlton?” Elliana memicingkan matanya, demi meyakinkan dirinya bahwa benar, yang saat ini di hadapannya adalah suaminya.

“Iya, aku. Siapa lagi.”

“Sedang apa kamu di sini?” Ketus Elliana, kemudian mendorong troli yang sudah mulai penuh dengan belanjaan.

“Menemani istri belanja.”

Elliana menghentikan langkahnya, kepalanya dia tolehkan ke kanan dan ke kiri. Tapi dia tidak menemukan sosok Selena di sana.

“Astaga. Apa kamu juga ikutan lupa kalau aku suami kamu?”

“Ck. Mana bisa aku lupa. Suami yang sukanya pergi dengan perempuan lain.” Sindir Elliana.

“Mau beli apa lagi?” Carlton mengambil alih troli yang tengah di dorong oleh Elliana.

“Tidak ada.”

Selama menuju ke kasir, keduanya tidak lagi terlibat obrolan. Saat Elliana hendak membayar, Carlton lebih dulu memberikan kartu berwarna hitam miliknya.

“Mau kemana?” Elliana bertanya karena Carlton mendorong trolinya ke arah parkiran.

“Ke parkiran. Kemana lagi? Mobil aku ada di sana.”

“Aku bisa naik taksi.” Elliana meraih troli belanjaannya.

“Apa kamu lupa, perjanjian yang kamu ajukan sendiri?”

“Tidak.”

“Lantas, kenapa kamu bersikap seperti ini?”

“Kamu duluan yang mulai.”

Carlton kembali mendorong troli belanjaan menuju ke parkiran, tidak peduli Elliana yang mengomel di belakangnya.

Laki-laki itu terlihat menghubungi seseorang setelah Elliana duduk di sampingnya.

“Hallo...” Suaranya terdengar jelas di telinga Elliana, karena di loudspeaker.

“Sony. Saat kita pergi ke Surabaya kemarin, ada orang lain yang ikut?”

“Memangnya kamu mengajak siapa lagi? Bukannya kita hanya pergi dengan Felix?”

“Tidak. Aku hanya bertanya, barangkali kamu mengajak gebetan kamu kesana.”

“Oh No. Aku lebih tertarik mengajak bi...” Ocehan Sony terhenti karena Carlton memutuskan panggilan teleponnya.

“See...? Sekarang clear kan? Jadi jangan salah paham lagi.” Ucap Carlton kemudian melajukan mobilnya.

Untuk apa kamu menjelaskan semua itu, Carl. Bukankah percuma? Karena kamu belum mengingatku lagi. Apalagi, hubungan kita hanya punya waktu kurang dari tiga bulan. Sikapmu sering berubah-ubah, yang terkadang membuatku salah paham. Aku sering mengira kamu sudah mulai ingat padaku. Apa aku menyerah aja? Batin Elliana.

Turun dari mobil, Elliana menyuruh Nana dan pelayan yang lain untuk menurunkan dan merapikan belanjaannya.

Sampai di kamar, Carlton masuk ke dalam kamar mandi lebih dulu. Elliana memungut jas dan kemeja yang di letakan sembarang oleh suaminya, lalu memasukkannya dalam keranjang baju kotor.

Karena tubuhnya lelah dan juga belum makan. Elliana memilih mandi di kamar yang pernah di pakainya sebelum tidur sekamar dengan Carlton.

Sialnya, dia lupa membawa baju ganti karena semua bajunya sudah di pindahkan ke kamar Carlton.

Masuk ke dalam kamar Carlton, Elliana berjalan mengendap-endap layaknya seorang pencuri.

“Sepertinya Carlton pergi ke ruang kerjanya.” Gumam Elliana karena tidak menemukan Carlton di sana.

“Kamu cari siapa?”

“Astaga.”

Orang yang tengah di carinya, berdiri tepat di belakangnya. Laki-laki itu berhasil membuat Elliana jantungan karena kedatangannya.

“Ti-tidak. Aku baru mau pakai baju.” Elliana mengambil bajunya dengan terburu-buru.

Elliana menyandarkan tubuhnya di balik pintu kamar mandi, denyut jantungnya masih berdetak tidak karuan.

Keluar dari kamar mandi, Elliana melihat suaminya tengah duduk bersandar di tempat tidur sambil memainkan ponselnya.

“Kalau kamu sudah selesai, ayo turun. Aku sudah lapar.” Carlton meletakkan ponselnya di atas nakas.

Jangan baper, Elliana. Mungkin sebentar lagi, mode menyebalkannya akan segera keluar. Elliana memperingati hatinya.

Makan malam berlalu dengan keheningan di antara keduanya. Diamnya Carlton, membuat Elliana merasakan sedikit canggung berada di sekitarnya.

Elliana memilih tidur dengan menutup seluruh tubuhnya. Karena Carlton melanjutkan pekerjaannya di kamar dari pada di ruang kerjanya. Beda dari biasanya.

Entah jam berapa, Carlton naik ke tempat tidur. Yang pasti, saat itu Elliana tidak bisa tidur. Beruntung, tubuhnya tertutup selimut. Jadi, Carlton tidak akan tahu kalau dari tadi dia belum tidur.

Terdengar dengkuran halus di sampingnya, itu artinya Carlton sudah tidur. Dengan begitu, Elliana bisa bebas membuka selimutnya. Sungguh, dia mulai tidak bisa bernapas dengan baik.

“Dengan sikap kamu yang seperti ini, aku harus mengartikannya bagaimana, Carl?” Ucap Elliana namun dengan suara yang pelan.

“Aku rindu, kamu yang dulu.” Perlahan Elliana menutup matanya.

...*****...

Lain dengan Carlton dan juga Elliana yang terlelap tidur, seorang laki-laki terbangun dari tidurnya namun dalam keadaan tangan dan kaki terikat.

Setelah matanya benar-benar terbuka, seorang laki-laki yang menggunakan masker dan kacamata hitam perlahan mendekat padanya yang terbaring di lantai.

“Katakan, siapa yang menyuruhmu!”

Dia merasakan pelipisnya dingin oleh benda yang baru saja di todongkan ke arahnya.

“Ti-tidak ada tuan.” Tubuhnya gemetar, tapi melawan ataupun bergerak pun dia tidak bisa.

“Baiklah. Say good bye, pada anak dan istrimu!” Laki-laki misterius itu menarik pelatuk dari senjata yang di pegangnya.

“Ja-jangan tuan, saya mohon. Tolong jangan bunuh saya.”

“Cepat katakan, siapa yang menyuruhmu untuk membuntuti Elliana?” Sentaknya.

“Tu-tuan Carlton yang menyuruh saya tuan. Tapi saya bersumpah, saya tidak pernah berniat menyakiti nona Elliana. Tuan Carlton hanya menyuruh saya melaporkan kegiatan nona Elliana saja.” Tukasnya.

Ya. Orang yang tengah di sekap itu adalah suruhan dari Carlton.

Setelah mendapatkan jawaban dari orang tersebut, laki-laki bermasker itu tetap menembakkan senjatanya pada orang suruhan Carlton.

Sayangnya, senjata api yang di takuti olehnya itu ternyata hanyalah sebuah mainan anak-anak. Hal itu terbukti dengan bukanlah timah panas yang keluar, melainkan air yang cukup untuk membasahi wajahnya.

“Aku tidak suka bermain-main dengan nyawa manusia. Kali ini kamu selamat. Tapi tidak ada lagi lain kali. Pergilah, jangan tunjukkan wajahmu lagi di sekitar Elliana dan juga bos mu itu.” Laki-laki itu melempar segepok uang lembaran berwarna merah muda.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!