Istri Saya

Pagi itu, Elliana berangkat lebih dulu dari pada suaminya. Dia mengendarai mobil SUV nya dengan kecepatan sedang. Naas, belum jauh dari rumahnya dia harus membanting setir mobilnya demi menghindari seorang anak kecil yang menyeberang tiba-tiba.

Airbag mobil itu tidak keluar, karena benturannya tidak terlalu keras. Tapi kepalanya terasa berputar setelah terbentur dengan setir mobil.  Elliana terpaksa harus keluar karena anak kecil yang hampir di tabraknya menangis histeris.

“Dek, kamu nggak apa-apa? Apa ada yang luka?” Elliana bertanya sambil meringis menahan sakit di kepalanya.

“Huaaaa... Mama... Mama...” Anak kecil itu menangis semakin histeris.

Anak yang kemungkinan berumur tujuh tahun itu menangis tanpa henti. Elliana semakin pusing di buatnya. Apalagi dia memiliki trauma di masa lalu yang berkaitan dengan kecelakaan. Sebisa mungkin dia menenangkan anak kecil itu.

“Nona, tidak apa-apa? Apa yang terjadi?” Keenan yang kebetulan lewat, berhenti untuk membantu.

“Kakak ipar?”

Laki-laki itu nampak terkejut saat mengetahui siapa yang ada di hadapannya itu. Matanya melirik Elliana dan juga mobil yang menabrak pohon dan mengepulkan asapnya.

“Ceritanya nanti aja, tolong dulu anak ini. Dari tadi dia menangis terus.” Ucap Elliana meringis memegangi kepalanya.

Di tengah kebingungan mereka berdua, ibu dari anak itu datang dengan berlari kecil. Sambil memanggil-manggil nama anaknya.

“Kalian berdua, apa yang kalian lakukan pada anakku? Kamu nggak apa-apa kan sayang?” Tanyanya bergantian, sambil memeriksa keadaan anaknya.

“Tadi anak ibu hampir ke tabrak sama saya.” Lirih Elliana.

“Astaga. Makanya kalau nyetir mobil itu hati-hati. Saya akan melaporkan ini, dan menuntut kalian!” Teriak ibu itu.

“Ya salah ibu juga, anaknya nggak di jaga baik-baik.” Keenan tersulut emosi.

“Ada apa ini?” Suara bariton memecah ketegangan di antara mereka.

“Perempuan ini sudah menabrak anak saya.” Suaranya masih dengan nada tinggi.

Elliana merasakan kepalanya semakin berputar, di tambah lagi tangisan anak tadi dan teriakan ibu tersebut semakin membuat telinganya berdenging.

“Mama... Darah, ma.” Anak kecil itu menunjuk ke arah Elliana.

Darah segar mengalir melalui hidung mancung milik Elliana. Sebelum tubuhnya ambruk ke jalanan, Carlton dengan sigap menahan bobot tubuh istrinya. Wajah cantik dengan polesan makeup tipis itu dihiasi dengan darah. Laki-laki itu menggendong istrinya dan membawanya ke mobilnya.

“Kamu urus ibu dan anak itu!” Titah Carlton sebelum benar-benar pergi dari hadapan Keenan.

...*****...

“Bagaimana keadaannya, dok?”

“Apakah dia istri anda, tuan Carlton?”

Meskipun awalnya sempat ragu, tapi kemudian laki-laki itu mengangguk tanda membenarkan bahwa ucapan dokter tadi adalah benar.

“Untuk saat ini tidak ada luka luar. Tapi demi mencegah kejadian yang tidak diinginkan di kemudian, nyonya Elliana harus melakukan pemeriksaan lebih lanjut setelah sadar nanti. Karena tadi sempat mimisan, saya khawatir ada luka dalam di bagian kepalanya.” Jelas dokter.

“Baik dokter. Terima kasih.”

Satu jam lamanya, Carlton menunggu Elliana siuman. Laki-laki itu tak beranjak sedikitpun dari tempat duduknya.

Pergerakan kecil dari Elliana, membuat Carlton langsung mendekat. Kemudian membantu istrinya untuk duduk.

“Kamu tidak pergi ke kantor, Carl?”

“Kamu pikir, gara-gara siapa aku masih di sini?”

“Aku tidak memintamu untuk menemaniku disini.” Sebenarnya Elliana senang suaminya masih setia menunggunya.

“Lantas, yang kamu inginkan adalah Keenan. Begitu maksud kamu?” Selalu saja ada bahan untuk memulai pertengkaran di antara mereka.

“Sudahlah, terserah kamu.” Elliana tidak ingin berdebat lebih lama dengan suaminya, karena dia merasakan perutnya seperti di aduk.

“Pergilah, Carl.” Pinta Eliana lirih, sekuat tenaga menahan rasa ingin muntah.

“Kamu mengusirku?”

“Aku mohon, Carl. Menyingkirlah.” Elliana berusaha turun dari tempat tidurnya untuk mencari kamar mandi.

“Tidak, aku tidak akan pergi dari sini. Jangan harap kamu bisa berduaan...”

“Hoeeekkk...” Elliana tidak dapat menahan lebih lama, karena itu dia memuntahkan isi perutnya saat itu juga.

Salahnya sendiri, kenapa Carlton tidak mendengarkan apa yang di mintanya. Kini sebagian celana dan sepatunya terkena muntahan Elliana.

“Suster... Dokter...” Teriak Carlton begitu kerasnya, suaranya menjadi pusat perhatian di ruang IGD rumah sakit.

“Ada apa tuan?” Seorang perawat datang menghampirinya.

“Ada apa, ada apa... Lihat, istri saya muntah. Tolong periksa dia lagi.”

Selama Elliana di periksa kembali, Carlton pergi ke kamar mandi untuk membersihkan celana dan juga sepatunya.

“Kapan terakhir kali, nyonya datang bulan? Apa selama ini anda atau suami menggunakan kontrasepsi?” Tanya seorang perawat yang tengah memeriksa tekanan darah Elliana.

“Saya tidak pernah menyentuhnya, jadi...” Ucapan Carlton menggantung, kala mendapatkan sorotan dari perawat terutama Elliana.

“Ma-maksud saya, saya tidak ingat kapan terakhir kali menyentuh istri saya. Be-begitu maksudnya.” Tukas Carlton dengan kalimatnya yang terbata-bata karena salah tingkah.

Perawat itu hanya mengulum senyumnya, karena tidak berani tertawa di depan Carlton. Dia lebih memilih mendekatkan sebuah kursi roda untuk Elliana.

“Istri saya mau di bawa kemana, sus?”

“Dokter menyarankan pemeriksaan CT Scan terlebih dahulu tuan.”

“Baiklah, biar saya yang mendorong kursi rodanya.”

Elliana mendongakkan kepalanya, menatap ke belakang. Meskipun suaminya tidak mengingatnya, setidaknya untuk saat ini lali-laki itu memperlakukannya dengan baik. Bahkan berkali-kali, Cerlton menyebutnya ‘istri saya’, setiap berinteraksi dengan dokter maupun perawat di sini. Kalau boleh, mungkin dia ingin seperti ini setiap hari. Sungguh, dia rela sakit, asalkan Carlton terus bersamanya.

“Apa kamu sudah mulai bisa mengingatku, Carl?” Elliana penasaran soal ucapan suaminya tadi.

“Tidak.”

“Lantas dari mana kamu tahu, kalau selama ini kamu belum pernah menyentuhku?”

“A-aku hanya feeling.” Jawaban dari Carlton membuatnya sedikit kecewa.

Pemeriksaan berlangsung dengan baik. Harusnya Elliana bisa pulang, tapi karena mual dan muntah yang di alaminya, mengharuskan dia untuk di rawat.

Setelah berada di kamar perawatan, entah kemana suaminya pergi.

Ceklek.

Elliana menolehkan kepalanya ke arah pintu yang terbuka, dia melihat Keenan datang.

“Kakak ipar, gimana keadaannya sekarang? Apa masih ada yang sakit? Apa ada hal yang serius?” Baru datang, sudah memberondong Elliana dengan banyak pertanyaan.

“Aku sudah nggak apa-apa. Oh iya, gimana anak kecil dan ibunya? Apa ibunya benar akan menuntutku?”

“Tenang, kakak ipar. Semuanya sudah beres, ibu itu nggak akan mengganggumu lagi.”

“Terima kasih, maaf merepotkan.”

Tanpa mereka sadari, Carlton sudah kembali ke kamar Elliana, dengan menenteng keresek berisi makanan.

“Ehem...” Carlton berdehem untuk menegur mereka yang asyik mengobrol.

“Kamu dari mana, Carl?” Tanya Elliana.

Namun laki-laki itu tidak menjawab pertanyaannya, dia mengeluarkan dompetnya, lalu memberikan sebuah kartu dan memberikannya pada Keenan.

“Apa ini kak?” Keenan terheran-heran dengan tingkah kakaknya.

“Imbalanmu, karena sudah repot-repot mengurus anak kecil tadi  dan ibunya.” Ucap Carlton dengan datarnya.

“Nggak perlu, aku menolong kakak ipar dengan tulus.” Keenan mengembalikan kartu itu pada Carlton.

Carlton pikir, setelah ini Keenan akan pergi dari sini. Tapi laki-laki itu malah sibuk mengobrol dengan istrinya.

Terpopuler

Comments

YuWie

YuWie

haiss..kebakaran jenggot kan, istrinya di deketin adiknya aja

2024-01-17

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!