Bab 13
Malam hari keadaan rumah Beni sangat sepi. Laki-laki itu memastikan kalau sang istri sudah tertidur dengan pulas. Dia ke luar kamar dengan mengendap-endap menuju ke kamar paling belakang. Dengan perlahan pria itu membuka pintu yang tentunya tidak dikunci.
Setelah makan malam tadi Beni mendapatkan kode dari Mia agar datang ke kamarnya. Tentu saja dia tahu apa maksud dari kedipan dan kerlingan mata nakal wanita itu.
"Mbak Mitha sudah tidur beneran, 'kan?" tanya Mia dengan nada manja sambil memeluk tubuh Beni.
"Iya, Sayang. Tadi 'kan aku masukan obat tidur ke minumannya," jawab Beni sambil mencumbui wajah dan leher Mia.
Malam itu untuk pertama kalinya Beni dan Mia melakukan zina di rumah itu. Perbuatan yang sangat tidak beradab dan tentunya itu dosa besar.
Tanpa mereka ketahui kalau ada Salma yang mengetahui Beni masuk ke kamar Mia. Meski dia tidak bisa mendapatkan bukti karena dia lupa membawa handphone miliknya.
'Apa Mitha tidak sadar kalau Beni sudah menyelinap ke luar kamar?' batin Salma.
"Sedang apa kamu berdiri di situ?" Bu Yeni berdiri di belakang Salma.
Tentu saja wanita muda itu terlonjak kaget tiba-tiba saja mendengar suara. Salma pun tersenyum lalu mengambil air mineral di kulkas. Setelah itu dia kembali ke kamarnya. Dia tidak bisa berbuat apa-apa malam ini kepada Beni dan Mia meski hatinya dongkol.
***
Mitha dan Salma membuat sarapan bersama. Wanita itu menceritakan apa yang terjadi semalam kepada temannya. Tentu saja dia bercerita dengan menggebu-gebu.
"Apa kamu tidak sadar kalau Beni semalam ke luar kamar?" tanya Salma sambil berbisik takut kedengaran oleh Mia yang kebetulan kamarnya tidak jauh dari dapur.
"Tidak. Semalam aku tidur nyenyak sekali. Bahkan bunyi alarm pun tidak kedengaran," jawab Mitha.
Salma dan Mitha berpikir keras kenapa mereka sampai kecolongan semalam. Padahal keduanya sepakat untuk terus mengawasi Beni dan Mia agar tidak bisa bersama-sama.
Senyum Salma pun mengembang saat melihat garam meja. Dia ambil dua sendok makan lalu diberi air sedikit agar berubah menjadi pasta. Setelah itu dia ratakan ke semua permukaan piring lalu dibuatkannya agar mengering.
Mitha membelalakkan matanya dan menutup mulutnya. Dia tahu apa yang sudah dilakukan oleh Salma barusan. Itu adalah salah satu kejahilan temannya ini saat mereka masih duduk di bangku sekolah menengah pertama, dahulu.
"Spesial buat si pelakor," bisik Salma dan Mitha mengacungkan jempol.
Semua menu makanan pagi ini sudah selesai dimasak, sebelum orang-orang datang ke dapur untuk makan. Mitha pun menata meja makan dan peralatan makan.
"Wangi sekali. Masak apa?" tanya Bu Yeni begitu masuk ke dapur disusul oleh Beni.
"Sayur sop, tempe goreng, dan kerupuk," jawab Mitha sambil mengambilkan nasi untuk Bu Yeni.
"Wah, pasti enak! Meski menu sarapan ini sangat sederhana, tapi rasanya luar biasa enak," puji Beni sambil menerima piring yang sudah diisi makanan oleh Mitha.
Datanglah Mia yang seperti baru bangun tidur. Wajahnya kusut dan rambut acak-acakan. Terlihat jelas ada beberapa tanda merah di dada atas dan leher wanita itu.
Mitha menatapnya dengan jijik. Ada rasa marah, benci, dan kesal yang menguasai hati ibu hamil itu. Dia sangat marah karena kelakuan duo durjana itu sudah melewati batas.
"Kamu baru bangun tidur?" tanya Mitha kepada Mia.
"I–ya, Mbak. Maaf aku bangun kesiangan," jawab Mia setelah duduk di samping Beni.
"Dasar jorok! Cuci muka dan gosok gigi dulu, sana!" perintah Salma dengan tatapan jijik.
"Jangan membuat napsu makan aku hilang," ucap Bu Yeni.
Mia pun bergegas pergi ke kamar mandi yang ada di dekat dapur itu. Beni hanya diam saja tidak melakukan pembelaan kepada gundiknya.
Setelah selesai cuci muka dan gosok gigi, Mia pun menghampiri meja makan. Namun, tempat yang tadi dia duduki kini sudah ada Mitha. Hanya kursi di antara Bu Yeni dan Salma yang masih kosong, mau tidak mau dia pun duduk di sana.
"Mitha masakan kamu memang yang paling enak!" puji Salma setelah menyuapkan makanan itu ke mulutnya.
"Jadi wanita itu harus bisa memasak. Jangan sampai perut keluarga kelaparan karena istrinya tidak bisa memasak," ujar Bu Yeni.
Muka Mia memberengut dan hampir memuntahkan makanannya saat merasakan asin di lidahnya. Namun, dia tahan karena Bu Yeni melirik kepadanya.
"Kamu bisa masak nggak Mia?" tanya Bu Yeni.
Setelah susah payah menelan makanan di mulutnya, Mia pun menganggukkan kepala. Wanita itu ragu-ragu saat mau memasukan nasi disuapan kedua. Karena semua orang makan dengan lahap dia pun memasukan sendok yang berisi sedikit nasi.
Setiap habis menelan makanannya, Mia akan minum air putih untuk menghilangkan rasa asin di lidahnya. Wanita itu sudah menghabiskan sebanyak dua gelas, padahal nasi yang dia makan itu baru seperempatnya. Dia merasakan perutnya sudah kenyang.
Mia merasa aneh saat melihat Bu Yeni dan Beni sampai nambah lagi. Semua orang begitu menikmati makannya masing-masing. Dia pun mengambil dua potong goreng tempe lagi untuk menormalkan lidahnya.
'Apa mereka tidak merasa keasinan? Sayur asin begini dibilang enak! Jangan-jangan cuma punya aku saja yang asin. Tapi, semua orang mengambil makanan yang sama dengan aku. Bagaimana bisa? Lidah aku masih normal,' batin Mia.
"Kenapa makanannya tidak kamu habiskan?" tanya Bu Yeni dengan tatapan tajam.
"Eh, i–ni Bu ... rasanya tidak cocok di lidah saya," jawab Mia ketakutan.
"Hey, Mia. Kamu itu di sini tamu. Jangan ngelunjak, ya! Makanan enak begini dibilang tidak cocok di lidah. Emangnya makanan yang seperti apa yang cocok sama lidah kamu?" bentak Bu Yeni dan ini membuat Mia langsung berwajah pucat saking takutnya.
Mitha dan Salma menahan tawa sambil saling tendang kaki di kolong meja. Keduanya tidak menyangka kalau Bu Yeni sampai bereaksi seperti itu.
Beni sendiri merasa aneh dengan Mia. Wanita itu biasanya akan berusaha mengambil hati sang ibu jika berbicara dengannya. Namun, kali ini malah membuatnya marah.
"Apa rasanya tidak enak?" tanya Beni.
Mitha dan Salma langsung melirik kepada Mia. Keduanya ingin melihat reaksi dan jawaban wanita itu.
"Iya. Rasanya sangat asin sekali sampai lidahku terasa kebas," jawab Mia.
"Asin!" ucap semua orang untuk memastikan pendengarannya karena tidak percaya.
"Iya. Sayurnya sangat asin sekali," ucap Mia mengulangi perkataannya.
"Itu karena kamu sedang sakit jadi rasanya tidak enak di lidah," tukas Mitha.
"Benar. Orang sakit 'kan sering bermasalah di semua panca inderanya," lanjut Salma.
"Sudah ... sudah. Ayo, kamu lanjutkan lagi makannya! Paksa saja untuk kamu makan biar cepat sembuh," titah Bu Yeni kepada Mia.
Dengan mata yang berkaca-kaca, Mia melanjutkan lagi makannya meski terpaksa. Wanita itu terus menatap kepada Beni meminta bantuannya. Namun, laki-laki itu malah terlihat masa bodoh.
***
Apakah Mia akan segera pergi dari rumah Beni? Ikuti terus kisah mereka, ya!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
EMANG LO BSA MASAK YEN..
2024-02-29
2
Sukliang
suami gila ya bawa selingkuhab inep di rmh
2024-02-22
1
MFay
mantap pembalasan yg elegan 👏👏👏
2024-02-14
4