Wajah Rose bersungut-sungut menahan kesal sembari mengikuti Rayyan turun ke bawah, Rose mengepalkan tangannya dan mengacung-ngacungkannya seolah-olah dia ingin menonjok kepala bagian belakang Rayyan, tapi mana mungkin dia punya keberanian untuk melakukan hal tersebut, menatap mata Rayyan saja dia gak kuat.
Disaat bersamaan, Rayyan berbalik kebelakang, Rose dengan cepat menarik tangannya kebawah, sumpah dia dibuat sport jantung.
"Duhh, dia lihat gak ya apa yang tadi aku lakukan." Rose panik.
"Kenapa wajah kamu merengut begitu, gak suka dengan kata-kataku hah."
"Ya gak sukalah, mana ada orang yang mau dikata-katai, pakai dikatain penampilanku kayak pawang monyet lagi." inginnya Rose meneriakkan kalimat tersebut didepan wajah Rayyan, tapi yang malah dilisankan adalah, "Ehh, gak kok kak, aku gak merengut." Rose merubah mimik wajahnya sehingga membentuk lengkungan di kedua sudut bibirnya.
Senyum itu sangat manis meskipun Rose terpaksa melakukannya, dan tanpa sadar Rayyan memuji, "Manisnya." sadar dia menyuarakan apa yang ada dalam hatinya, Rayyan buru-buru meralat kata-katanya, "Siapa suruh kamu senyum, bikin aku sakit mata saja."
"Tadi kalau aku gak salah denger, dia bilang manis." Rose menghilangkan senyum dibibirnya mendengar komentar Rayyan tersebut.
"Tuh bibir bisa gak biasa aja, gak usah manyun begitu, kamu fikir kamu imut, yang ada itu kamu bertambah jelek tahu gak."
"Ya Tuhan, aku harus bagaimana, senyum salah, cembrut salah, nieh orang apa sieh maunya." Rose hanya bisa mengeluh dalam hati.
"Terus aku harus bagaimana kak, kakak tidak suka melihatku tersenyum, aku cembrut juga kakak tidak suka." Rose menyuarakan apa yang di fikirannya.
"Buang saja muka kamu, enek aku lihat." ujarnya pedas, dan setelah mengatakan hal tersebut, Rayyan kembali berbalik menuruni tangga.
Rose mendelik kesal dan kembali mengacungkan kepalan tangannya, "Dasar laki-laki sinting."
Rayyan berbalik lagi dan menatap Rose tajam, "Kamu bilang apa."
"Ehh, masak sieh dia dengar kata-kataku, matilah aku." padahal Rose mengatakan kalimat tersebut dengan suara kecil, ehh tahunya ternyata indra pendengaran Rayyan tajam sehingga dia bisa mendengar kata-kata Rose barusan.
"Aku gak bilang apa-apa kok kak, hehe." nyengir supaya Rayyan percaya.
"Jangan bohong, aku dengar barusan kamu mengatakan sesuatu, kamu mengata-ngataiku hah."
"Aduhh, nieh bibir kenapa bisa keceplosan gini sieh." Rose kini menyalahkan bibirnya sendiri.
Rose berusaha untuk menyangkal demi menyelamatkan nyawanya yang berharga, "Gak kok kak, aku tidak mengata-ngatai kakak, mana berani aku melakukan hal itu."
"Awas ya sekali lagi kalau aku dengar kamu mendesis dibelakangku, kamu akan tahu akibatnya."
Rose mengangguk patuh, meskipun begitu dalam hati dia mengumpat, "Dasar dementor, kerjaannya mengambil kebahagian orang saja." kata dementor tercetus begitu saja, julukan yang diberikan oleh Rose kepada Rayyan karna laki-laki itu menyedot kebahagiannya.
*****
Hal yang paling ditunggu oleh para karyawan adalah saat jam pulang kantor, begitu juga dengan Rose, gadis itu memiringkan kepalanya ke kiri dan ke kanan dan setelah itu dia melemaskan otot-otot badannya yang terasa kaku karna seharian bekerja.
"Ukhh akhirnya, satu hari yang melelahkan telah terlewati dengan baik."
Rose membereskan barang-barangnya dan memasukkannya kedalam tasnya, saat barang terakhir dimasukkan berbarengan dengan deringan ponselnya, dilayar terpampang nama suster Ema calling, suster Ema adalah suster rumah sakit yang mengurus Raka, karna sering bolak-balik kerumah sakit untuk melihat keadaan kakak angkatnya itu sehingga Rose dan suster Ema menjadi akrab, suster Ema sering melaporkan perkembangan keadaan Raka kepada Rose, meskipun bisa dibilang tidak ada kemajuan yang signifikan.
Melihat nama suster Ema membuat Rose berfikir negatif, dia selalu takut kalau-kalau suster Ema mengabarkan berita yang selalu membuatnya takut, apalagi kalau bukan kematian Raka.
"Suster Ema kenapa telpon aku, apa terjadi sesuatu sama kak Raka, ya Tuhan, semoga saja tidak, jagalah kak Rakaku Tuhan, aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi didunia ini selain dia." doa Rose penuh harap.
Dengan was-was Rose menggeser simbol telpon berwarna hijau pada layar dan menempelkan ponsel tersebut ditelinganya.
"Halo Rose." dari seberang terdengar suara lembut suster Ema menyapa Rose.
"Halo suster Ema." Rose menjawab dan menunggu suster Ema untuk mengatakan apa yang terjadia dengan Raka, namun ternyata, suster Ema tidak memberikan laporan tentang Raka, dia malah menanyakan tentang keadaan Rose sendiri.
"Adek Rose, apa kamu baik-baik saja." suster Ema memanggil Rose dengan panggilan adek karna dia lebih tua 15 tahun dari Rose.
"Kenapa suster Ema menanyakan tentang kabarku, kenapa tidak langsung memberitahukan aku tentang keadaan kak Raka."
Meskipun ingin menanyakan secara langsung tujuan suster Ema menelponnya, tapi Rose lebih memilih untuk menjawab pertanyaan yang diajukan oleh suster Ema, "Iya suster Ema, aku baik-baik saja, dan terimakasih karna suster telah menanyakan kabarku."
"Syukurlah dek, suster fikir adek kenapa-napa, habisnya sudah dua hari adek tidak mengunjungi tunangan adek."
Mendengar kata tunangan membuat Rose reflek mengarahkan matanya ke arah jari manis di tangan kirinya, dimana disana tersemat cincin yang pernah disematkan oleh Raka, meskipun mungkin sekarang Rose merasa tidak pantas menjadi tunangan Raka karna dia sudah memiliki suami, meskipun Rayyan menikahinya hanya untuk menggantikan Della sepupunya, tapi tetap saja pernikahan mereka sah secara hukum agama dan hukum negara, dan kenyataan dia telah menikah membuat Rose sedih karna dia telah mengkhianati Raka dan tidak memegang janjinya untuk menunggu sang tunangan terbangun, dan meskipun bisa dibilang, ini bukanlah kesalahan Rose mengingat dia dipaksa untuk menikah, tapi tetap saja Rose merasa bersalah.
"Adek, adek Rose, adek masih disanakah." panggil suster Ema karna tidak ada sahutan.
"Iya suster, aku masih disini." karna disibukkan dengan pernikahan Della sehingga sudah beberapa hari ini Rose tidak sempat datang ke rumah sakit dan melihat keadaan Raka, dan tahu-tahunya, malah dia yang menikahi Rayyan, bukannya Della, "Rencananya sekarang aku akan datang ke rumah sakit suster, ini aku baru pulang bekerja." Rose memberitahu."
"Baiklah dek, suster tunggu ya."
"Iya suster."
"Ya sudah kalau begitu dek, suster matikan dulu."
Saat suster Ema akan mematikan sambungan, Rose menahan, "Suster Ema."
"Kenapa lagi dek."
"Bagaimana keadaan kak Raka, ada perkembangankah."
"Belum dek, keadaan Raka masih sama seperti sebelum-sebelumnya."
"Ohh." gumam Rose terlihat kecewa, pasalnya dia berharap mendengarkan sedikit berita baik tentang keadaan kakak angkatnya itu.
Mengerti apa yang dirasakan oleh Rose, suster Ema berusaha untuk menghibur Rose, "Jangan berkecil hati dek, yakinlah kalau tunangan adek pasti akan sembuh seperti sedia kala, adek jangan putus asa dan yang paling penting, jangan sampai adek putus berdoa kepada yang maha kuasa, keajaiban itu nyata dek bagi orang-orang yang percaya sama kekuasaan Tuhan."
"Iya suster, aku percaya kok, Tuhan pasti akan mendengarkan doa-doaku cepat atau lambat."
"Nahh kalau begitu, adek buruan datang ke rumah sakit ya, Rakanya sudah kangen tuh."
Gurauan suster Ema membuat Rose terkekeh, "Iya suster, dan terimakasih karna selama ini suster menjaga dan merawat kak Rayyan untukku."
"Jangan berterimakasih dek, itu sudah menjadi kewajiban kakak."
"Meskipun begitu, aku tetap berterimakasih suster."
"Iya dek, sama-sama."
Setelah itu, mereka memutus sambungan, dan setelah memasukkan ponselnya kembali kedalam tasnya, Rose buru-buru pergi, dan tujuannya tentu adalah rumah sakit.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments