Mama Vivi tentu tidak setuju dengan suaminya, suaminya selalu saja mengatakan salah paham ketika suatu hal yang melibatkan Rose, mama Vivikan ingin suaminya memarahi Rose atau bahkan menghukumnya, saat mama Vivi akan melontarkan keberatannya itu, suara bell rumah yang berbunyi membuatnya kembali menelan kata-katanya tersebut.
Ting tong
Mama Vivi menoleh pada Rose, "Kenapa kamu malah bengong saja, cepat sana buka pintunya." bentaknya.
"Iya tante." patuh Rose berjalan dengan tergesa-gesa ke pintu depan, untuk pertama kalinya Rose bersyukur mendengar suara bell berbunyi karna dia punya kesempatan untuk pergi dari dapur.
"Pa, papa jangan kebiasan ya setiap seperti ini bilangnya salah paham, sekali-kali papa marahin ke itu keponakan kesayangan papa itu, atau bila perlu papa hukum tuh dia, gara-gara papa yang lembek seperti ini membuat sik parasit jadi seenak jidatnya." mama Vivi memang mengada-ngada kalau berbicara, Rose anaknya tahu diri kok, dia tidak pernah bersikap seenaknya seperti yang dia katakan.
"Seharusnya mama nasehatin tuh anak mama." tatapan papa Doni diarahkan pada putranya, "Papa yakin, Dio yang berbuat iseng sama Rose, Rose itu anaknya baik ma." dan ini untuk pertama kalinya papa Doni menyuarakan pembelaannya pada Rose.
"Kok papa jadi nyalahin Doni sieh pa." padahal memang dia yang salah, tapi tidak terima saat dirinya disalahkan.
"Pa, mama tahu papa menyayangi keponakan papa itu, dan tidak seharusnya papa membelanya kalau dia melakukan kesalahan, bagaimana sieh papa ini, jahat sekali sama anak sendiri main tuduh begitu saja." mama Vivi pasang badang membela buah hatinya.
"Sudahlah ma, papa tidak mau membahas masalah ini, papa capek mau istirahat." tidak mau ribut, papa Doni memilih pergi begitu saja.
"Paaa...papa." teriak mama Vivi namun tidak diindahkan oleh papa Doni, "Kita belum selesai pa."
"Menyebalkan sekali." rutuk papa Vivi melihat suaminya pergi tanpa mengindahkannya.
"Kamu juga sana belajar Doni." bentak mama Vivi pada anak laki-lakinya tersebut.
"Hmmm." Doni melangkahkan kakinya menuju kamarnya dengan patuh, tapi bukan untuk belajar, tapi untuk main game.
*****
Saat membuka pintu, Rose menemukan Rayyan kekasih Della berdiri didepan pintu, wajah laki-laki itu seperti biasa, datar dan dingin, hal itu membuat Rose agak segan kepada Rayyan.
"Kak Rayyan, ngapain disini, Dellakan lagi pergi, apa Della tidak memberitahunya apa." batin Rose saat melihat kemunculan Rayyan dipintu rumah.
"Della mana." Rayyan bertanya dengan suara dinginnya, laki-laki itu memang seperti itu, hanya pada Dellalah dia bersikap hangat dan manis, bahkan sama orang tua Dellapun yang notabennya adalah calon mertuannyapun Rayyan bersikap datar.
"Dellanya keluar kak, apa dia tidak memberitahu kakak." jawab Rose jujur.
"Keluar." suara Rayyan meninggi sehingga berhasil membuat Rose berjengit saking kagetnya.
Rayyan itu marah saat mengetahui kalau kekasihnya pergi tanpa memberitahunya, Rayyan adalah tipe laki-laki posesif yang selalu ingin tahu kemana sang kekasih pergi.
"Kemana."
"Aku gak tahu kak, memangnya Della tidak memberitahu kak Rayyan." Rose terlihat ketakutan karna Rayyan tidak merendahkan suaranya seolah-olah disini Rose yang salah karna kepergian Della.
"Dasar tolol, kalau dia memberitahuku, tidak mungkin aku kesinikan untuk mencarinya."
"Maafkan aku kak." Rose tidak bersalah sama sekali, tapi kok dia yang malah minta maaf.
Suara Rayyan yang berteriak-teriak ternyata terdengar sampai dalam, penasaran siapa yang berteriak, mama Vivi keluar untuk melihat, dan agak kaget juga karna ternyata sang calon menantu yang datang.
"Astaga, nak Rayyan." mama Vivi kaget begitu mengetahui ternyata calon menantunya yang datang.
Mama Vivi tentu saja sangat bersyukur karna putrinya pacaran dengan Rayyan, pengusaha muda dan kaya raya, Rayyan adalah laki-laki yang royal dan murah hati, saat membelikan Della barang-barang mahal, sudah pasti mama Vivi dan juga papa Doni akan kecipratan keroyalan Rayyan, intinya mama Vivi menekan Della untuk bisa mendapatkan dan menikah dengan Rayyan, dengan putrinya menikah dengan Rayyan, tentu juga keluarganya akan dihormati.
"Tante." sapa Rayyan mengangguk singkat.
"Nak Rayyan mencari Della ya."
"Iya."
"Aduhh, maaf ya nak Rayyan, Della sepertinya lupa memberitahu nak Rayyan, setelah janji dengan nak Rayyan batal, Shinta datang menjemputnya untuk merayakan ulang tahun Shinta." Shinta adalah sepupu Della dari pihak ibu yaitu mama Vivi sendiri, dan mama Vivi berbohong, wanita itu tahu kalau putrinya itu keluar dengan selingkuhannya, dan dia mencoba melindungi sang putri, baginya, selama itu kedua laki-laki yang dipacari oleh putrinya menguntungkan, mama Vivi akan mendukung, asal Della main cantik dan tidak sampai ketahuan, tapi tetap saja mama Vivi lebih ingin kalau Della menikah dengan Rayyan karna Rayyan lebih segala-galanya dibandingkan dengan selingkuhan Della itu.
Rayyan mengangguk mengerti dan tidak berkomentar.
"Ayok nak Rayyan masuk, nanti tante telpon Della dan memintanya untuk pulang."
"Tidak perlu tante, saya sebaiknya langsung pulang saja."
"Ohh baiklah nak Rayyan, hati-hati."
Rayyan hanya mengangguk singkat tanpa ekpresi, memang laki-laki batu, sama calon mertua saja dia bersikap seperti itu.
"Kamu lihat tuh Della, dia bisa mencari pacar yang kaya raya, wajar sieh, Della itukan sangat cantik, jadi, putri kesayanganku itu bisa menggaet laki-laki manapun yang dia mau, tidak seperti kamu, dekil dan jelek, mana ada laki-laki yang mau sama kamu, pantas saja sampai sekarang kamu masih menunggu laki-laki yang masih terbaring dirumah sakit." lisan mama Vivi begitu Rayyan pergi.
Kata-kata tante Vivi sangatlah menyakiti hati Rose, apalagi dia membawa-bawa Raka tunangannya yang masih belum ada tanda-tandanya membuka mata, karna tidak ingin tante Vivi melontarkan kata-kata yang lebih kejam, Rose memilih pergi dan ke kamarnya saja.
Mama Vivi hanya bisa mendelik kesal melihat kepergian Rose, "Dasar gadis pembawa sial, gara-gara dia kedua orang tuanya meninggal dan membuat tunangannya sampai koma dan tidak bangun sampai sekarang, dan kami yang harus repot dan menampungnya disini." selain memanggilnya parasit, oleh tantenya, Rose juga dipanggil dengan gadis pembawa sial, padahal kecelakaan itu jelaslah hal yang tidak diinginkan oleh Rose.
*****
Rose tidak punya kesempatan untuk tampil cantik seperti karyawan-karyawan lainnya, dia hanya menggunakan suncreen dan lipstik supaya tidak kelihatan pucat, dia harus bangun sangat pagi dan mengerjakan pekerjaan rumah, masak untuk sarapan keluarga omnya, dan setelah memastikan semuanya beres, barulah dia bergegas mandi, memakai pakaian kerjanya, bahkan untuk sarapanpun sering Rose lakukan didalam angkot yang ditumpangi karna dia tidak mau terlambat, perusahaan tempatnya bekerja merupakan perusahaan besar dan tidak menolerir keterlambatan.
Saat dia tengah menunggu angkot dipinggir jalan yang akan membawanya ke kantor tempatnya bekerja, Rose mendengar suara deru motor dan berhenti tepat didekatnya dan terdengar sapaan dari pengendara motor tersebut.
"Hai cantik, lagi nunggu angkot ya, mau gue antar gak." ujar sik pengendara motor yang tidak lain adalah Dio.
Rose hanya melirik sekilas pada saudara sepupunya itu, sampai matipun Rose tidak akan pernah mau diantar oleh saudara sepupunya yang mesum itu, apalagi saat dia mengingat kejadian semalam.
"Tidak terimakasih, aku naik angkot saja." tolaknya ketus tanpa menoleh.
"Emang lo gak capek apa naik angkot berdesak-desakan gitu tiap hari, sudahlah yuk gue anterin, lo gak usah jual mahal, gue anterin lo sampai tujuan, naik motor lebih enak, dan satu lagi..." Dio menatap Rose dengan tatapan yang seperti biasa dia berikan yaitu tatapan mesumnya, "Lo bisa peluk gue dari belakang."
Rose mendesah kesal, kedua sepupunya, baik Della, lebih-lebih lagi Dio sangatlah menyebalkan, kalau Della sieh Rose masih bisa mengontrol dirinya kalau gadis itu bersikap menyebalkan, tapi kalau berhadapan dengan Dio, Rose biasanya sering lepas kendali seperti semalam.
"Aku gak mau Dio, aku jauh lebih suka naik angkot, jadi kamu tidak perlu memaksa untuk mengantarku, kamu sebaiknya pergi sana, kuliah yang benar, jangan kerjaannya hanya bikin masalah dan nyusahin om Doni." telak Rose karna dia tahu Dio kerjaannya keluyuran melulu dan jarang masuk kuliah meskipun dia pamitnya pada orang rumah akan pergi ke kampus.
Dio tentu saja marah mendengar kata-kata Rose yang memang benar adanya, "Wanita sialan emang lo." umpatnya dan pergi meninggalkan Rose sendirian dipinggir jalan.
"Dasar berandalan, bisanya hanya merepotkan om Doni." desah Rose menatap kepergian Doni yang menggeber sepeda motornya.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments