Tahun ajaran baru dimulai. Hari ini Gabriela datang lebih awal meskipun masih mengantar bekal untuk Papi Hendri.
Membayangkan akan sering bertemu dengan Jonathan di sekolah sedikit meredupkan semangatnya di penghujung masa SMA.
Gabriela sudah meyakinkan dirinya sendiri kalau Jonathan benar-benar menganggapnya hanya sekedar istri kontrak karena sampai tadi pagi, tidak ada penjelasan apapun soal adegan mesra-mesraan dengan Maya 3 hari yang lalu.
“Halo Gab, tumben datangnya nggak mepet,” sapa Mimi merangkul sahabatnya dari belakang.
“Hari pertama, Mi. Gue kira kelas diacak, ternyata masih sama, tapi tumben banget nama wali kelas nggak ditulis.”
“Jangan-jangan penentuan walkes pakai model arisan,” ujar Mimi sambil terkekeh.
Gabriela memutar bola matanya sambil geleng-geleng kepala.
“Apa kabar para rakyatku,” suara cempreng Mimi mengundang perhatian penghuni kelas XII IPA-2 yang baru datang sebagian.
“Ya ampun nenek lampir, elo belum insaf juga setelah dikasih waktu semedi sebulan ?” sahut Joni.
“Dunia terbalik kalau Mimi berubah,” ledek Bimbim.
“Gaby, elo nggak ada minat untuk meninggalkan biang toa ?” Vina ikut menimpali.
“Kalau ada pilihan, pingin juga sih gue pindah ke lain hati,” sahut Gabriela sambil tertawa pelan.
“Gue bersedia menampung hati elo, Gaby,” sahut Doni, pria berkacamata yang paling cakep di kelas.
“Huuuu…” pekikan dan tepuk tangan seisi kelas yang bertambah ramai membuat gaduh kelas XII IPA 2
“Akhirnya Doni nembak Gaby juga,” pekik Danu sang ketua kelas.
“Terima”
“Terima”
Sorakan penghuni kelas begitu ramai hingga tidak mendengar suara bel tanda masuk berbunyi.
Wajah Doni langsung memerah sementara Gabriela hanya senyum-senyum menuju bangku keramat. Barisan paling belakang dan ujung dekat jendela.
Deheman guru yang berdiri di pintu tidak mengurangi semangat siswa yang meminta Gabriela untuk menerima pernyataan cinta Doni. Bukan rahasia lagi kalau pria itu sudah menaruh hati pada Gaby sejak awal kelas 11, tapi tidak pernah punya keberanian untuk menyatakan cintanya.
“Terima apanya ?” tanya Jonathan yang bingung saat masuk kelas menuju meja guru.
“Gaby baru ditembak sama Doni, Pak. Kita semua mendukung kalau mereka jadian,” sahut Danu, mantan ketua kelas XI.
Mata Arjuna membola dan langsung menatap Gabriela yang acuh mengabaikan kehadirannya dan sibuk berbincang dengan Mimi.
“Selesaikan urusan itu nanti saat jam istirahat, sekarang waktunya jam perwalian kan ?”
“Walkes-nya belum datang, Pak,” ujar Nagita.
Jonathan menarik nafas, entah siswa di kelas ini pura-pura tidak tahu atau tidak menduga kalau guru tampan idola sekolah ini menjadi walikelas mereka.
“Terus saya di sini ngapain ?” tanya Jonathan dengan wajah datar.
“What ? Beneran Bapak walikelas kita ?” tanya Chacha dengan wajah tidak percaya.
“Sejak kapan Bapak dipercaya mengajar kelas 12 ?” tanya Bimbim dengan wajah sedikit oon-nya.
“Jadi kalian beranggapan kalau saya nggak pantas jadi walkes dan mengajar kelas 12 ?” tanya Jonathan dengak tatapan galaknya.
“Terima kasih Pak Liman karena sudah dikasih guru cakep sebagai walkes di tahun terakhir,” celetukan Chacha sambil menangkup kedua tangannya kembali mengundang sorakan gaduh teman-temannya.
“Bapak cucok banget lah jadi walkes kami,” timpal Nagita.
“Huuuu…” para siswa cowok mencibir pada siswi Jonathan Fans Club.
“Udah cukup gaduhnya. Sekarang waktunya menata kelas kalian yang terkenal paling rusuh dan juaranya nilai mepet. Masalah pengurus kelas mau diganti atau tetap yang lama ?”
“Ganti”
“Tetap”
Semua tertawa karena hanya Danu, sang ketua kelas yang berteriak ganti sedangkan siswa lainnya tidak mau mengganti susunan pengurus kelas.
“Jangan lupa pada kirim sajen biar gue nggak stress,” celetuk Danu yang pasrah menerima amanat teman-temannya.
“Aman Nu, apalagi ada yang baru jadian, tinggal minta Gaby aja kirim sajen tiap hari. Masakannya sudah terbukti dicintai para calon mertua,” celetuk Bimbim.
“Enak aja lo nyuruh gue masak buat Danu tiap hari. Saudara bukan, pacar apalagi,” protes Gabriela.
“Penjaga gawang, Gab, biar elo sama Doni aman selalu,” sahut Joni.
Jonathan menghela nafas. Ternyata hasil masakan istrinya digemari banyak orang selain Papi, Mama dan Jenny.
“Sudah cukup bahas cinta-cintanya. Sekarang waktunya serius. Kalian sudah kelas 12, tidak ada aturan khusus dari saya sebagai walkes. Satu aturan tambahan yang harus dijalani semua siswa tanpa protes adalah pergantian tempat duduk. Tidak boleh ada siswa yang duduk dengan teman yang sama dan di tempat yang sama pula dari sekarang sampai kalian lulus.”
“Terutama kalian berdua !” Jonathan menunjuk Gabriela dan Mimi. “Sejak kelas 11 kalian berdua adalah siswa paling tidak kreatif. Duduk selalu berduaan dan di tempat yang sama pula. Seperti penunggu kelas.”
Siswa yang lainnya langsung tertawa dan menanti reaksi Gabriela yang biasa akan melawan Jonathan.
Tapi sayangnya bel pergantian jam pelajaran berbunyi dan Jonathan mengakhiri perkenalannya tanpa mempedulikan ekspresi Gabriela yang terlihat kesal.
*****
Sudah 3 hari sekolah dimulai dan Jonathan masih saja pulang malam, tapi Gabriela mulai tidak peduli. Sebisa mungkin ia menekan perasaannya agar tidak semakin berkembang menjadi cinta mati pada suaminya sendiri.
“Gab, Mama bilang Kak Nathan sebentar lagi sampai dan mau makan malam.”
Gabriela terkejut saat Jenny masuk ke dalam kamar tanpa mengetuk dahulu. Masalahnya Gabriela sudah bersiap-siap tidur di lantai dan membungkus tubuhnya dengan bed cover.
“Gaby, kamu….”
“Jangan salah paham, aku hanya sedang santai di sini,” ujar Gabriela berusaha menepis pikiran Jemny yang sudah mengerutkan dahi dan melipat kedua tangannya di depan dada.
“Jangan bohong padaku, Gab. Apa selama ini kakakku membiarkanmu tidur seperti ini ?”
“Tolong jangan bilang Mama,” pinta Gabriela dengan wajah memohon dan kedua tangan menangkup di depan wajahnya.
“Aku tidak mau Mama kepikiran lagipula biar pun harus tidur di lantai, aku bahagia tinggal di sini, memiliki keluarga seperti Mama dan Kak Jenny.”
Gabriela pun bercerita soal kondisinya saat tinggal bersama Mama Gina dan Jihan, lalu alasannya menerima perjodohan dengan Jonathan.
“Aku mohon Kak Jenny, jangan bilang apa-apa pada Mama.”
Jenny terdiam memikirkan semua cerita dan permintaan Gabriela. Ditatapnya Gabriela dengan iba karena tidak menyangka gadis belia di depannya rela menerima perlakuan kakaknya yang kurang manusiawi bagi Jenny.
“Aku akan menjaga rahasia dengan satu syarat.”
“Lebih dari satu akan aku lakukan, Kak.”
“Buatlah Kak Nathan mencintaimu dan kasih dia pelajaran sebelum menerima cintanya.”
Gabriela menggeleng sambil tersenyum getir.
“Kecuali satu syarat itu, Kak,” lirihnya dengan wajah sendu.
“Aku menyayangi Pak Nathan tapi hatinya hanya untuk Maya. Bahkan kami pernah bertemu seminggu yang lalu dan sampai detik ini Pak Nathan tidak menunjukkan rasa bersalah sedikit pun karena sudah membiarkan Maya memperlakukannya sebagai kekasih.”
Jenny langsung memeluk Gabriela dengan perasaan terharu.
“Maafkan kakakku yang sudah tega memperlakukanmu seperti ini. Aku percaya kalau ia akan segera memetik hasil dari benih yang ditaburnya. Saat itu terjadi, jangan biarkan hatimu mudah memaafkannya bahkan atas nama cinta. Aku akan selalu mendukungmu dan akan jadi orang pertama yang akan menertawakan kebodohan kakakku itu.”
“Terima kasih Kak Jenny,” Gabriela tersenyum saat Jenny melepaskan pelukannya.
“Terima kasih karena sudah hadir di keluarga ini. Aku dan mama sungguh-sungguh bahagia dan menyayangimu. Jangan pernah mengalah apalagi menyerah pada wanita seperti Maya.”
Gabriela mengangguk sambil meneteskan air mata saat Jenny mengusap kepalanya dengan penuh kasih sayang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 123 Episodes
Comments